Musim Dingin, 1846
Hutan yang dingin dipenuhi salju tidak membuat seorang anak laki-laki mengurungkan niatnya untuk berburu. Matanya yang tajam itu terus mengawasi kemana mangsanya bergerak. Membiarkan dingin menyelimuti dirinya yang hanya berbalut kain tipis yang ia dapatkan dari hasil mencuri.
Dengan diterangi oleh cahaya bulan, anak laki-laki itu berhasil melukai mangsanya dengan tombak buatannya. Dia segera berlari menghampiri mangsanya yang kini terkapar lemah tak berdaya. Ujung tombaknya berhasil mengenai titik vital dari mangsanya itu.
Senyum terukir di wajahnya saat memikirkan betapa perutnya akan terisi penuh karena hasil buruannya itu. Tak dipungkiri, sejak pagi dia belum memakan apapun dan hanya bekerja mengerjakan beberapa tugas dari penduduk desa untuk diberi imbalan seperti tempat tinggal dan uang.
"Apa kau akan membakarnya?"
Anak laki-laki itu terperanjat, meraih tombak yang tertancap di hasil buruannya dan segera ia arahkan ke tempat suara itu berasal.
Terlihat seorang pemuda berpakaian bagus selayaknya bangsawan tengah mendekatinya. Anak itu beringsut mundur sambil menelisik jubah yang dikenakan pemuda itu. Lambang yang tertanam disana membuatnya jatuh bersimpuh dan memohon pengampunan.
"Mohon ampun Yang Mulia! Saya tidak tahu bahwa Yang Mulia akan berjalan di tengah hutan yang dipenuhi salju ini," ucap anak laki-laki itu.
"Bangunlah. Jangan bersikap seperti itu, ini perintah."
Bagai sebuah mantra yang terucap, anak laki-laki itu pun menurut. Segera ia tawarkan bantuan yang sekiranya mungkin akan membantu si bangsawan itu. Namun permintaan tak terduga pun dilontarkan oleh pemuda yang masih belum diketahui namanya.
"Aku lapar. Apa kau bisa mengantarku kembali ke istana?"
"Tentu saja! Saya akan mengantar Anda, Yang Mulia!"
👑
Sepanjang perjalanan, mereka membicarakan banyak hal. Anak laki-laki itu dengan penuh semangat menceritakan semua hal yang pernah ia lalui, bahkan hal-hal berbahaya seperti bertemu dengan binatang buas pun ia ceritakan dengan rasa bangga. Sementara pemuda itu hanya mendengarkan dan sesekali menceritakan beberapa hal yang menurutnya pantas untuk diceritakan.
"Maaf saya lancang Yang Mulia," anak laki-laki itu berujar. Dia menatap pemuda itu dengan ragu-ragu, sedikit takut untuk melihat reaksi dari pemuda itu. Namun tak seperti yang ia pikirkan, pemuda itu justru terlihat tenang seolah tak terganggu dengan apa yang akan dirinya katakan.
"Jika Yang Mulai berkenan, bolehkah saya mengetahui nama Yang Mulia? Karena sejauh yang saya tahu tentang kehidupan di istana, saya tidak pernah mendengar bahwa ada seorang pangeran yang terlahir di istana itu."
Pemuda itu tersenyum tipis. "Sebelum itu, bolehkah saya meminta tolong?" ia bertanya.
"Tentu saja, Yang mulia!"
"Tolong masuklah ke dalam istana dan berikan surat ini pada sang ratu. Pastikan bahwa kau yang memberikan surat ini kepada ratu dengan tanganmu sendiri," pintanya.
Anak laki-laki itu tampak kebingungan. Dia memandang secarik kertas yang digulung rapih itu, surat yang baru saja ia terima sebagai tugasnya di malam ini.
"Apakah Yang Mulia tidak akan ikut masuk ke istana bersamaku?" tanya anak laki-laki itu.
"Aku akan masuk bila waktunya sudah tiba."
"Aku tidak mengerti."
"Tidak perlu dimengerti. Percaya saja pada apa yang akan membawamu sekarang," pintanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
7 PRINCE (REVISI)
RomanceIni adalah cerita tentang 7 pangeran tampan yang berasal dari 3 kerajaan berbeda. 7 pangeran tampan yang siap memberikan sejuta kisah dari masing-masingnya. Ini adalah cerita yang akan membawamu menuju 7 dunia yang berbeda. Apakah kamu siap? ••••••...