7 PRINCES

Prolog

Halo, saya memohon maaf kepada semua pembaca yang harus membaca lagi dari awal karena cerita ini telah direvisi ke versi yang lebih baik dari sebelumnya. Dengan tulisan dan bahasa yang lebih mudah dimengerti, sekaligus membawa pembaca lebih dalam ke dunia para pangeran seperti yang diceritakan.

Semoga dengan cerita yang baru ini, pembaca dapat lebih menyukai dan memahami cerita "7 Princes" karyaku ini.

Terima kasih atas kesabaran dan kerjasamanya. Selamat membaca!

Salam hangat,

— Shin Jaey —

«« 7 PRINCES »»

Malam itu, hujan turun dengan derasnya di atas hamparan tanah kerajaan. Langit tak berbintang menjadi saksi bisu sebuah sumpah kuno yang terukir dalam bayang-bayang takdir. Gema petir menggema di kejauhan, seakan langit sendiri merintih menyaksikan apa yang terjadi di dalam tembok kerajaan. Di ruang yang remang, tinta hitam menari di atas kertas kuning kecokelatan. Lord Huxley, menteri senior yang dikenal bijak dan setia, menulis dengan tangan gemetar.

Surat itu bukan surat biasa. Setiap kalimat yang Huxley tuangkan merupakan serpihan dari kebenaran yang terpendam—kebenaran yang telah direnggut dari halaman sejarah.

"Kepada siapa pun yang menemukan ini," tulisnya dengan tangan gemetar. "Kerajaan menyimpan rahasia yang tak bisa dimaafkan oleh waktu. Ketujuh pangeran adalah kunci, namun bayangan mereka lebih kelam daripada cahaya mahkota yang menaungi mereka."

Huxley mengangkat pandangannya, seolah mendengar langkah-langkah dari lorong panjang istana yang kini jauh dari jangkauannya. "Apakah mereka tahu?" bisiknya, suara yang hampir tenggelam dalam desau angin malam.

Dengan hati-hati, Huxley menyelipkan surat itu ke dalam kotak kayu berukir lambang kerajaan. "Jika ini ditemukan, semoga ia menjadi kunci... bukan kehancuran," gumamnya pelan, hampir seperti doa yang tersangkut di antara desah nafas terakhir. Kata-kata itu bukan sekadar harapan; mereka adalah warisan, sebuah peringatan yang terbungkus dalam rahasia.

Namun, siapa yang akan membaca pesan ini? Siapa yang akan memahami maknanya?

Angin mendesir melalui celah jendela, menggerakkan lilin yang menyala di dekatnya. Bayang-bayang bermain di dinding, menciptakan ilusi-ilusi wajah-wajah yang seolah mengintai. Di balik tirai ruang kerja, kehadiran tak terlihat memperhatikan setiap gerak-gerik sang menteri. Sebuah bisikan mengganggu keheningan, tidak lebih dari suara angin, namun cukup untuk membuat Huxley berhenti dari kegiatannya dan menoleh.

"Rahasia ini tidak boleh jatuh ke tangan yang salah," katanya, kali ini suaranya hanya terdengar seperti gumaman yang tenggelam dalam suara hujan.

Saat lilin terakhir padam, hanya bayangan misterius yang tertinggal. Seolah Lord Huxley adalah bagian dari rahasia itu sendiri.

— 7 PRINCES —

Di tempat lain dalam istana, seorang pria berdiri di atas balkon. Tubuhnya tegap, berjubah hitam dengan mahkota yang bersinar samar di bawah kilatan petir. Wajahnya tersembunyi di bawah bayangan topeng keberadaan yang tak bernama. Dia menatap ke lembah di bawah istana, tempat kerajaan membentang luas.

Orang-orang menyebutnya sebagai Raja. Namun, di balik nama itu, bayang-bayang lebih sering berbisik tentang sesuatu yang lebih kelam. Apa yang tersembunyi di balik mata tajamnya? Apa rahasia yang disembunyikan oleh pria yang dikenal sebagai pelindung tanah ini?

Sebuah tawa kecil terdengar, nyaris tak nyata, bercampur dengan suara petir. Apakah itu suara sang Raja? Ataukah bayang-bayang yang berbicara?

Tidak ada yang tahu pasti. Di kerajaan ini, rahasia menyusup ke setiap sudut. Kebenaran dan kebohongan bercampur, membentuk labirin tak berujung. Dan di tengahnya, sebuah teka-teki mulai muncul—teka-teki yang akan mengungkap siapa yang benar-benar berdiri di sisi kegelapan.

Namun cerita ini bukan hanya tentang Raja. Di kejauhan, di bawah sinar bulan yang tenang, berdiri seorang putri dari kerajaan yang seharusnya menjadi miliknya. Satu-satunya pewaris sah kerajaan, kini menjadi bayang-bayang dalam takdir yang tak pernah ia pilih. Ibunya gugur dalam kudeta berdarah ketika ia masih belia, dan ayahnya, demi menyelamatkan dirinya, menyembunyikannya dari dunia. Namun pengorbanannya tak cukup; ayahnya dibunuh oleh seseorang berdarah dingin yang tak kenal ampun.

Mereka yang mengenalnya tahu bahwa putri itu tak pernah mencari kekuasaan. Namun bayangan takdir telah lama mengikutinya, menyeretnya ke dalam arus permainan politik yang lebih besar dari dirinya sendiri. Tujuh pangeran, dari tiga kerajaan yang berbeda, masing-masing membawa luka dan ambisi mereka. Dua pangeran dari yang terikat dalam dendam keluarga. Dua pangeran yang hubungan mereka dibentuk oleh politik, bukan darah. Dan tiga pangeran yang masing-masing menyimpan rahasia kelam keluarga mereka.

Putri yang tak diketahui namanya itu adalah benang merah yang menghubungkan mereka semua. Tanpa ia sadari, hidupnya memegang kunci untuk memecahkan teka-teki yang telah lama terkubur di antara halaman-halaman sejarah. Tetapi siapakah yang benar-benar berada di sisi kegelapan? Adakah di antara ketujuh pangeran yang sepenuhnya dapat dipercaya? Ataukah mereka semua hanyalah bidak dalam permainan yang lebih besar?

Ketika malam semakin larut, dan hujan terus mengguyur tanah kerajaan, putri memandang ke luar dari tempat persembunyiannya. Cahaya rembulan menerangi wajahnya yang penuh tekad. Di balik kelembutan wajahnya, tersembunyi kekuatan seorang perempuan yang telah kehilangan segalanya namun tak gentar menghadapi apa yang akan datang.

Di atas balkon istana, sang Raja masih berdiri, matanya menatap jauh melampaui cakrawala. Apakah ia melihat ke arah putri? Ataukah ia hanya menatap bayangan masa depan yang ia ciptakan sendiri? Petir terakhir malam itu menerangi langit, menciptakan siluet kerajaan yang megah namun penuh intrik.

Dan ketika langit memekik dengan petir terakhir malam itu, sebuah janji tanpa suara terucap. Tidak ada yang tahu kapan, tapi badai yang sebenarnya baru saja dimulai.