Chapter 28

85 2 0
                                    

Musim Dingin, 1862

Seorang anak laki-laki terjaga dari tidurnya, nafasnya berderu, dan jantungnya berdetak dengan cepat. Dinginnya malam tidak mampu mengalahkan keringat yang membasahi tubuhnya. Anak laki-laki itu mengusap wajahnya, meneguk ludah, ia menatap sekitarnya. Dirinya sekarang sedang berada di kamar tidurnya, seorang diri.

Melalui pantulan cermin dari lemari besar yang berada di samping tempat tidur, anak laki-laki itu memandang dirinya dengan perasaan gelisah. Dia ketakutan, menatap tepat di kedua matanya.

Terdengar derap langkah kaki yang berlari. Anak laki-laki itu segera turun dari tempat tidurnya, berlari menghampiri pintu kamar yang sangat tinggi. Dia menarik nafas panjang dan dengan hati-hati membuka pintu kamarnya.

Lorong di depan kamarnya sepi. Yang artinya suara itu tidak berasal dari depan kamarnya, melainkan lorong sebelah, kamar kakaknya.

Anak laki-laki itu menoleh, menatap tajam ke arah tak bercahaya. Matanya menangkap sesuatu, meski dalam kegelapan tapi dirinya meyakini bahwa yang dia lihat adalah Ayahnya.

"Ayah!" panggilnya.

Dia berlari, mendekati sang ayah tanpa rasa takut. 

"Anakku, kenapa kau masih bangun? Hari sudah hampir pagi, kembalilah ke kamarmu dan segera tidur."

"Tidak Ayah! Aku bermimpi aneh, aku melihat banyak hal. Ada begitu banyak orang di dalam mimpiku, bahkan kakak menjadi seorang raja menggantikan Ayah. Ada pertumpahan darah dan-"

"Anakku, tenanglah. Jangan tergesa-gesa."

"Ayah, aku..." Dia berhenti bersuara, matanya memicing tajam ketika melihat pedang yang muncul dibalik leher Ayahnya. Dan dia baru menyadari bahwa ada orang lain yang bersama dengan Ayahnya.

"Anakku, dengarkan Ayah. Pergilah temui kakakmu."

Anak laki-laki itu menggelengkan kepalanya dengan tegas. Dia tidak mungkin membiarkan sang Ayah berada dalam bahaya. Dia tidak ingin saat dirinya berbalik dan mendengar suara pedang yang menembus leher Ayahnya. Tidak, dia tidak ingin itu terjadi. Dia sudah pernah melihat hal ini sebelumnya, tidak lagi.

"Tidak Ayah, aku tidak akan pergi meninggalkan Ayah."

"Pangeran Nishimura!"

Anak laki-laki itu terperanjat ketika mendengar Ayahnya memanggil namanya dengan lantang. Jika sudah begitu, maka dia harus mendengarkan perintah sang Ayah, sang Raja dari Kerajaan HIKING.

Meski tak ingin, dengan langkah berat anak laki-laki yang diketahui seorang Pangeran itu bergegas menemui kakaknya yang ia yakini sedang berada di kamarnya dan sedang bermimpi. Air mata yang sudah penuh di pelupuk mata itu kini jatuh tepat ketika kakinya berhenti berlari, ketika dirinya telah berdiri di depan pintu kamar kakaknya.

Dengan tangan yang gemetar dia berusaha mengetuk pintu, dan terus mengetuk sampai sang kakak membuka pintu yang menghalangi mereka. Tanpa rasa malu, tanpa mengatakan apapun, dan tanpa mencoba menghilangkan rasa takutnya dia memeluk sang kakak yang tampaknya belum tahu dengan situasi yang terjadi saat ini.

"Ada apa denganmu? Apa yang terjadi?"

"Kakak..."

Dia memejamkan matanya, memeluk sang kakak lebih erat lagi. Hingga suara yang tak ingin dia dengar pun tersampaikan di indra pendengarnya. 

"Suara Ayah, itu suara Ayah. Aku harus menemui Ayah!"

"Tidak kak, jangan pergi."

"Ada apa denganmu? Sebenarnya apa yang terjadi? Itu suara teriakan Ayah, berhentilah menjadi anak penakut Nishimura!"

7 PRINCE (REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang