Pagi yang cerah menyelimuti St. Britannia, namun atmosfer dalam ruang kelas tata krama terasa begitu tegang. Para siswa yang berasal dari kalangan bangsawan telah duduk rapi di tempat masing-masing, mengenakan seragam akademi. Ruangan itu luas dengan jendela tinggi yang memperlihatkan taman akademi yang indah, dihiasi oleh dinding-dinding berornamen klasik serta lampu gantung yang memberikan cahaya hangat ke seluruh ruangan.
Di barisan tengah, Isabella duduk bersama Eleanor, sedangkan Jay berada tidak jauh darinya. Seperti tahun sebelumnya, mereka kembali berada dalam kelas yang sama. Kelas tata krama ini bukan sekadar mengajarkan etiket dasar, tetapi juga membekali para bangsawan dengan keterampilan diplomatik dan pembawaan diri yang pantas dalam lingkungan kerajaan. Kali ini, Madam Genevieve memberikan pengajaran yang lebih ketat daripada sebelumnya. Wanita paruh baya itu mengenakan gaun sutra berwarna ungu tua dengan renda hitam yang menambah kesan berwibawa.
Madam Genevieve berdiri di depan kelas, mengamati para siswa dengan sorot mata tajam sebelum mulai berbicara. "Sebagai penerus keluarga bangsawan, kalian harus memahami bahwa tata krama bukan hanya sekadar sopan santun, melainkan lambang kehormatan diri dan keluarga kalian. Kalian akan menghadiri berbagai perjamuan, diskusi politik, bahkan mungkin berdiplomasi dengan kerajaan lain. Satu kesalahan kecil dalam etiket bisa mengubah segalanya."
Suasana kelas mendadak hening. Setiap siswa memperhatikan dengan seksama, tak berani mengganggu jalannya pelajaran. Isabella mengangguk kecil, menyadari betapa pentingnya pengajaran ini, sementara Jay bersandar ringan di kursinya dengan ekspresi yang sedikit santai, namun tetap mendengarkan. Di sisi lain, Theodore yang duduk di dekat jendela tampak serius mencatat, sedangkan Sebastian tampak setengah bosan, meski tetap menunjukkan sikap yang seharusnya.
Setelah sesi pelajaran yang panjang dan penuh kedisiplinan, bel berbunyi menandakan kelas usai. Madam Genevieve tidak menunggu lama dan langsung keluar dari ruangan dengan langkah tegap, meninggalkan para siswa yang mulai membereskan barang mereka. Isabella dan Eleanor bersiap untuk pergi, namun sebelum mereka sempat melangkah keluar, suara Sebastian terdengar memanggil Isabella.
"Isabella."
Langkah Isabella terhenti, begitu pula langkah para siswa lain yang masih berada di ruangan. Eleanor memiringkan kepala sedikit, heran dengan panggilan tiba-tiba itu, sementara Jay yang baru saja memasukkan bukunya ke dalam tas menoleh dengan ekspresi ingin tahu. Theodore yang masih duduk di kursinya juga mengangkat alis, menanti apa yang akan dikatakan sepupunya itu.
Sebastian berjalan mendekati Isabella, senyumnya setengah mengembang. "Bertemu denganku setelah makan siang," ajaknya yang lebih terkesan meminta.
Permintaan itu terdengar santai, namun cukup untuk menarik perhatian semua orang yang masih ada di kelas. Beberapa siswa mulai berbisik-bisik, bertanya-tanya alasan di balik ajakan itu. Jay melirik Isabella dengan penuh rasa ingin tahu, sedangkan Theodore menatap Sebastian dengan ekspresi datar.
Isabella, yang awalnya hanya menatap Sebastian dengan tatapan kosong, kemudian tersenyum tipis. "Maaf, aku tidak bisa. Setelah makan siang, aku ada kelas khusus bersama para putri lainnya."
Jawaban itu terdengar begitu tegas, seolah tanpa keraguan sedikit pun. Theodore yang sejak tadi diam, tiba-tiba tersenyum tipis dan tanpa ragu menunjukkan ekspresi kemenangan. Ia menyilangkan tangan di dada, menatap Sebastian dengan tatapan mengejek. "Ah, betapa menyedihkan. Ditolak tanpa pertimbangan sama sekali," ejeknya.
Sebastian mengerutkan dahi, sedikit terganggu dengan reaksi Theodore. Ia sebenarnya sudah menduga kemungkinan Isabella menolak, tetapi cara Theodore menanggapinya benar-benar membuatnya kesal.
"Tutup mulutmu, Theo," ujar Sebastian datar, meski ada nada geram dalam suaranya.
Theodore tertawa kecil. "Aku hanya mengamati kenyataan. Kau yang memulainya, jadi wajar jika aku menikmatinya."

KAMU SEDANG MEMBACA
7 PRINCES
RomanceDi Tanah Aurion, perang telah mereda, tetapi bayang-bayangnya masih mengintai di setiap sudut istana. Dendam lama belum terkubur, dan rahasia yang telah lama disembunyikan mulai terungkap sedikit demi sedikit. Sebastian Whitmore dan Theodore Ashford...