Chapter 15: Hasil Simulasi

165 11 0
                                    

Arena pertempuran semakin sengit, para putra bangsawan terus bergerak untuk mencari kemenangan. Melawan semampu mereka. Di sisi lapangan, komandan Philip memperhatikan dengan saksama. Dia tampak puas ketika dilihatnya salah satu pedang kayu itu terlempar jauh, menandakan bahwa hasil akhir telah terlihat.

Komandan Philip meniup peluit panjang, membuat semua gerakan di dalam arena pelatihan itu terhenti. Bahkan para putri bangsawan yang sedang memperhatikan dari kursi penonton pun ikut mematung.

Dalam sekali langkah maju, komandan Philip berkata, "Simulasi berakhir. Pihak pertahanan berhasil menjaga benteng mereka hingga waktu habis. Kemenangan ada di tangan Theodore Ashford dan timnya." Sorot matanya tajam, memperhatikan para pelajarnya.

Sebastian menghela napas, lalu tersenyum tipis. Ia memang kalah kali ini, tetapi di dalam benaknya, simulasi ini hanyalah awal dari sesuatu yang jauh lebih besar.

Theodore menatapnya sejenak, sebelum akhirnya menurunkan pedangnya dan berbalik. Di antara mereka, pertempuran sesungguhnya belum benar-benar dimulai.

Nafas mereka berantakan, setelah saling beradu pandang, Jay pergi mendekati Sebastian yang mengambil air minum di sudut lapangan. "Simulasi yang seru," komentar Jay, setelah dia berdiri di sebelah Sebastian yang sedang meneguk segelas air.

Sebastian melirik dari sudut matanya, menaruh gelas itu di atas meja kecil yang tersedia. Sorot matanya tajam, senyum tipis dia berikan. "Akan menyenangkan jika kita dapat menggunakan pedang asli. Kayu tidak begitu seru," katanya.

Sedikit tersentak, kerutan samar terlihat di dahi Jay. Namun dia tidak membalas perkataan Sebastian. Dilihatnya Isabella yang melambai dari balik kursi penonton, membuat senyum Jay merekah.

"Aku ke sana dulu," pamit Jay, sebelum melangkahkan kakinya untuk mendekati tribun.

Isabella melangkah dengan sedikit tergesa, mendekati sudut tribun. Wajahnya cerah, senyuman indahnya keluar. "Kau berhasil! Aku bangga padamu!" serunya, penuh semangat.

Jay tergelak. Dengan wajah sombong, dia mengangkat bahu. "Bukankah sudah sepantasnya aku menang?"

Melihat hal itu, Isabella tidak merasa aneh atau jijik dengan sikap sombong yang ditunjukkan. Sebaliknya, Isabella justru menyembunyikan senyum gelinya dibalik kipas. 

Interaksi Jay dan Isabella tak luput dari pandangan beberapa siswa. Tidak terkecuali, Sebastian dan Theodore. Setelah mengembalikan pedang kayu ke sisi lapangan, Theodore terpana melihat senyum yang diberikan Isabella. Meski senyuman indah itu ditujukan pada Jay, bukan untuknya.

Sadar akan apa yang dia pikirkan, Theodore perlahan menggelengkan kepalanya. Menarik nafas panjang, Theodore menyeka keringat di pelipisnya, lalu merapikan seragamnya yang sedikit kusut akibat latihan. Tatapannya masih tenang, seolah pertarungan yang baru saja terjadi hanyalah bagian dari rutinitas biasa.

Ia berjalan mendekati Komandan Philip, memberi hormat singkat sebelum berbicara dengan nada sopan. "Komandan, saya ingin izin pergi lebih dulu. Saya harus pergi ke perpustakaan."

Komandan Philip mengangkat alisnya sedikit, menatap Theodore dengan penuh evaluasi sebelum akhirnya mengangguk. "Baiklah, Ashford. Tapi pastikan kau tidak melewatkan evaluasi latihan besok pagi."

Theodore hanya mengangguk ringan. "Tentu."

Tanpa banyak bicara lagi, ia berbalik dan melangkah pergi dari lapangan latihan. Beberapa siswa menoleh ke arahnya, termasuk Sebastian yang masih berdiri di sudut lapangan, napasnya belum sepenuhnya teratur.

"Aku tidak tahu apakah dia benar-benar ingin membaca atau hanya ingin menghindari sesuatu," gumam Hugo sambil menyandarkan pedang kayunya di bahunya.

George menyilangkan tangan, menghela napas kecil. "Dia memang seperti itu. Jika tidak sibuk dengan pelajaran, dia sibuk dengan buku."

7 PRINCESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang