Chapter 29: Kenangan yang Terukir

113 5 0
                                        

Isabella menghela napas perlahan, membiarkan udara pagi yang sejuk mengisi paru-parunya. Dari balik jendela kamarnya, ia bisa melihat halaman istana yang luas, diterangi oleh sinar mentari yang masih lembut. Suasana pagi di kerajaan Lunar memang selalu membawa ketenangan tersendiri. Namun, perhatiannya teralihkan ketika melihat sosok yang berdiri di bawah sana, melambaikan tangan penuh semangat.

Luca.

Dengan gerakan tangan, Luca memberikan isyarat agar Isabella turun menemuinya. Isabella mengernyit, namun akhirnya mengangguk dan segera beranjak dari kamarnya. Langkahnya cepat menuruni tangga istana, melewati lorong-lorong megah yang sudah tidak asing baginya. Begitu keluar, ia mendapati Luca yang sudah menunggunya dengan senyum khasnya.

"Ayo, ikut aku!" ucap Luca penuh semangat.

"Kemana?" Isabella bertanya dengan curiga.

Luca mengedipkan mata. "Sudah, ikut saja. Ada kejutan untukmu."

Isabella menghela napas pasrah. Jika Luca sudah seperti ini, percuma bertanya lebih lanjut. Dengan langkah ringan, mereka mulai berjalan meninggalkan halaman istana menuju hutan kecil di dekat sana.

Perjalanan terasa menyenangkan, terutama karena Luca terus berbicara tanpa henti, menceritakan berbagai kejadian kecil yang terjadi selama Isabella dan Jay pergi. Karena obrolan yang terus mengalir, Isabella tidak menyadari seberapa jauh mereka berjalan, hingga tiba-tiba Luca berhenti dan tersenyum lebar.

"Kita sampai!"

Isabella mengangkat wajahnya. Di hadapannya, terbentang sebuah danau kecil dengan air sebening kristal yang memantulkan warna langit. Cahaya matahari menari-nari di permukaannya, sementara angin lembut menggoyangkan dedaunan di sekelilingnya. Aroma tanah yang masih basah bercampur dengan harum bunga liar yang tumbuh di sekitar danau. Pemandangan itu begitu indah dan damai.

Namun, yang lebih menarik perhatian Isabella adalah sosok Jay dan Matthias yang sudah berada di sana. Keduanya tampak sibuk menghiasi area di sekitar danau dengan kain lembut dan bunga-bunga liar. Jay berdiri dengan bangga, sementara Matthias terlihat sedikit canggung.

"Selamat datang, Putri Isabella," ucap Jay dengan nada formal, lalu membungkuk sedikit.

Matthias menghela napas, lalu ikut membungkuk dengan enggan. "Yang Mulia, tempat ini sudah kami siapkan untuk Anda."

Luca tertawa kecil dan ikut membungkuk, berusaha terlihat serius meski jelas wajahnya menyiratkan keisengan. Isabella menatap mereka bertiga dengan ekspresi tidak percaya, lalu terkekeh. "Ini ide siapa?" tanyanya sambil melipat tangan di dada.

Tanpa ragu, Jay dan Luca langsung menunjuk Matthias bersamaan. Matthias hanya bisa memutar mata, tidak berusaha menyangkal karena sudah tertangkap basah.

Isabella tertawa. "Jujur saja, aku tidak menyangka kamu bisa menyiapkan sesuatu seperti ini, Matthias."

Matthias hanya mengangkat bahu, menyembunyikan wajahnya yang sedikit memerah. Tanpa membuang waktu, mereka semua berjalan menuju area utama yang telah disiapkan. Sebuah karpet lembut terhampar di bawah naungan pohon besar, menghadap langsung ke danau yang berkilauan. Di sekelilingnya, ada rangkaian bunga liar yang disusun seadanya namun tetap terlihat indah.

Setelah duduk, Isabella menoleh pada Matthias dan Luca. "Terima kasih karena selalu mengirim surat pada kami. Kami sangat menghargainya."

Jay mengangguk setuju. "Benar, surat-surat kalian sangat membantu. Itu membuat kami merasa masih ada yang menunggu kepulangan kami."

Luca tertawa kecil. "Yah, kami hanya menjalani hari-hari yang biasa saja di istana. Makanya, kami sangat menantikan cerita dari kalian."

Percakapan mengalir dengan ringan. Mereka berbagi cerita, tertawa, dan menikmati suasana yang begitu damai. Hutan di sekitar mereka memberikan perlindungan dari teriknya matahari, sementara angin sepoi-sepoi membawa ketenangan.

7 PRINCESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang