DUA PULUH DELAPAN

850 118 15
                                    

Pengumuman yang baru saja Naya dengar, membuat Naya menghela nafas. Kini semua sudah kumpul di aula. Naya, memilih berdiri di bawah tangga. Elang sudah mulai masuk sekolah, hanya memilih izin dua hari. Ya, namanya ketos tengil, tetap saja kelakuan akan tengil. Dan Naya sedang melihat kegilaannya dengan menggunakan toa.

"AYOK PARA MURID CEPETAN KE AULA. SI SENJA LAGI BAGI THR!!" Padahal, Senja ingin menyampaikan perihal pertandingan olahraga. Naya hanya menatap Elang dengan terkekeh geli. Manusia satu ini memang tidak akan ada yang bisa mengalahkan kegilaannya.

"Nay, ayo." Tau-tau Jordy dan Caka menarik tangan Naya. "Buruan Kanaya." Kata Caka saking gemesnya. Naya, melepaskan tarikan mereka.

"Gue anak mading. Lo berdua kan ikut olahraga renang, kalian aja."

"Duh Naya, kagak ada waktu debat." Kata Jordy, sembari menarik tangan Naya secepat kilat. Pantas saja di sebut aula, lapangan yang sangat luas. Beda dengan lapangan di luar yang super panas. Aula ini justru adem. Jangan berpikir aula berlantai keramik. No. Aula ini hanya ubin dengan gaya menarik.

"SELAMAT SIANG SEMUA!!" Suara Senja di atas panggung, di sebelah tentu saja ada sahabatnya. Para osis berdiri di samping panggung. "GUE MAU BILANG KALAU BESOK, KITA SIAP MELAWAN PELITA BANGSA!!"

Suasana riuh gembira, tidak dengan Naya. Senyuman sinis terbit di bibir Naya. Naya memperhatikan Senja dan Siska, dua manusia itu masih semangat menyampaikan petuah demi petuah pada anggota yang ikut tanding. Menurut Naya, lebih enak di pohon mangga, dari pada menyimak pembicaraan tersbut.

"GAK BOLEH ADA YANG BERANGKAT SENDIRI!!" Kata Senja dengan tegasnya. "NAIK BUS YANG SUDAH DI SIAPKAN OLEH KETUA OSIS KITA!!."

Tepuk tangan yang sangat menyenangkan di mata Kanaya. Tatapan Naya belum lepas dari pertunjukan yang sedang di lakukan Senja dan teman-temannya. Melihat para murid Candana pada heboh, Naya hanya mengangguk kepala.

"JAM TUJUH PAGI---

"Satu, Dua, Tiga, bom." Jordy dan Caka menoleh bersamaan ke arah Naya, lalu suara histeris murid Candana membuat Jordy dan Caka menoleh cepat. Jordy melirik Naya dan panggung aula, bergantian. Senyuman Naya dan jeritan Senja sudah terduga oleh Jordy.

Naya pelakunya.

"RAMBUT GUE!!" Senja teriak shok, begitupun teman-teman Senja ada yang terkena. Elang meminta anggota osis untuk mengamankan Senja. Lalu tanpa pembuka, Elang memohon untuk bubar. Ada yang tertawa, ada yang bahkan membicarakan Senja. Belum lagi yang videoin, bahkan live di sosial media. Naya menghela nafas, lalu meninggalkan aula tersebut. Senyuman puas tercetak di bibirnya. Tapi itu tidak seberapa bagi Kanaya.

"Gue yakin ini ulah Kanaya. Sialan." Sastra menahan pergelangan tangan Fizi, memberikan kode untuk diam. "Apalagi Sastra? Ini udah keterlaluan. Rambut adek gue, sampe warna hijau gitu. Gue yakin Kanaya yang naruh carian hijau itu tepat di atas kepala Senja."

"Percuma."

"Maksud lo, percuma apaan?"

"Nggak ada bukti."

"Aula ini ada cctv, kita bisa cek."

"Tetap percuma." Fizi menahan amarahnya, Sastra benar-benar menguji kesabarannya. "Naya bukan orang bodoh ketika melakukan sesuatu, tanpa pikir panjang. Lo pikir dengan kita melihat Senja terkena cairan, bakal kebukti itu ulah Naya?"

"Sastra benar." Kata Langit, bahkan Fizi sampai menggeleng kepala tidak percaya. Langit lebih membela Sastra. "Kalau kita nggak ada bukti, sama saja kita akan mempermalukan Naya. Sekarang aja dia belum membersihkan nama baik maminya."

"Heh." Dengus Sastra berjalan ke arah cairan yang masih ada di panggung. Tangannya mencolek sedikit, lalu di cium aromanya. "Ini cuma pewarna makanan. Lo tenang aja Zi, rambut Senja aman."

IT'S ME KANAYATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang