LIMA

1.1K 127 7
                                    

Baru saja Naya masuk, di depan gerbang sudah berdiri 5 anggota osis. Sepertinya mereka sedang kompak untuk urusan razia. Haduh, mana Naya bawa motor lagi.

"Jam segini lo baru sampe sekolah ?" Naya melongos meninggalkan wakil osisi yang notabene musuh bubuyutan Naya. Mana sudi Naya melihat tampangnya. Denger suaranya aja Naya ingin muntah. "Kanaya."

"Bacot lo." Semua yang ada di sana udah tau tabiat Naya. Jadi terlihat santai saja mendengar jawaban seorang Kanaya.

"Lo tau gue di sini tugas. Jadi bisa ubah kebiasaan lo datang ke sekolah di jam sebelum masuk ?"

"Kecuali lo mau jemput gue, siapin sarapan gue. Ya mungkin bisa di usahakan datang di jam sebelum 1 menit lagi masuk."

"Lo selalu mancing emosi gue."

"Monmap, nggak level gue mancing. Dah ah, bay."

Wakil osis, si perempuan yang merasa dirinya sempurna. Selalu di anggung-agungkan oleh murid-murid Candana. Merasa paling di kenal dan selalu drama, ya seperti sekarang. Menjadi bahan tontonan sekolah Candana adalah hal biasa bagi Kanaya. Tapi mendrama adalah hal menjijikan.

"Orangtua lo ngajarin sopan santun gak sih ? Gue di sini wakil osis, sopan dikit sama gue, bisa ?"

"Gue juga wakil mading. Sama-sama wakil gausah songong."

"Gue mulai percaya, lo emang kurang ajar. Apa orangtua lo nggak ngajarin sopan santun, misalnya ?"

"LO GAK USAH BAWA-BAWA ORANGTUA GUE ANJING !!!" Teriakan Naya yang membuat semuanya menoleh. Wakil osis bernama Mutia Sarah yang sejak tadi terlihat sombong, kini menegang. Serusuh dan semenyebalkan seorang Kanaya, untuk ucapan kasar dia jarang sekali terdengar. Dan ini pertama kalinya ucapan kasar keluar dari mulut Kanaya Kuswara Maheswari. Semua anak Candana yang semulanya bodoamat dengan perdebatan mereka, kini mulai diam dan ikut penasaran.

"Mut, balik ke kelas yuk. Kali ini lo udah keterlaluan." Teman osisnya sudah ingin menarik tangan Mutia, namun kalah cepat dengan cengkraman Kanaya. Tiga siswi yang menemani Mutia berjaga di gerbang, sudah terduduk di tanah akbiat doroangan Kanaya.

"Gue telat di jam masuk aja, lo kayak berasa Tuhan." Rasanya Muti hampir tersedak dengan tarikan kerah bajunya. Tenaga Kanaya bukan main-main untuk di jadikan bahan candaan.

"Gue juga kalau nggak di suruh Guru, gaakan mau buat hadang lo."

"Terus harus banget bawa nama orangtua gue ?" Muti memejamkan matanya, merasakan rasa tercekik di tenggorokannya. "Dan gue percaya orangtua lo udah didik lo dengan baik, sayang kelakuan lo kayak beraaa Tuhan."

"Gak usah so tau tentang gue."

"Sadar diri hey." Naya menatap Muti dengan tatapan menusuk, seolah tatapan Naya adalah pertanda kematian. "Lo aja so tau tentang gue. Ngaca."

"Nay lepas Nay." Jojo datang bersamaan dengan Caka dari arah lapangan. Tadi mereka mendengar beberapa siswa-siswi yang sedang membicarkan adanya perkelahian di depan gerbang, Caka dan Jordy langsung berlari. Kedua sahabat Naya ini sudah filling kalau Naya pasti orangnya.

"Nay, lepasin dulu." Caka menarik Naya, Jordy menarik Muti. "Anak orang bisa mati."

"Bagus kalau mati. Biar gue nggak liat manusia sampah kayak dia." Setelah itu Naya berjalan meniggalkan kerumuman yang tiba-tiba saja datang segerombolan laki-laki, salah satunya Jeka. Jordy merapihkan rambut Mutia yang sudah tidak terbentuk lagi.

"Mut, lo masih bisa nafas kan ?"

"Gelo Jordy." Caka memukul kepala Jordy saking geregetnya. "Mut, lain kali jangan sangkut pautin orangtua dengan anak. Bersyukur sekarang lo masih di beri kesempatan liat langit."

IT'S ME KANAYATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang