DUA BELAS

879 115 3
                                    

Naya beserta dua sahabatnya tengah asik di parkiran. Entah apa yang mereka bahas, namum terlihat sangat asik obrolannya. Kejadian Jeka dan Siska sudah lewat minggu yang lalu. Kini, Kanaya kembali seperti semula. Pulang sekolah, gibah dulu di parkiran. Datang telat lagi. Di hukum terus oleh Elang yang tiap hari menguras energi otaknya. Dan jangan lupakan buah mangga dekat lapangan, isinya plastik. Siapa lagi kalau bukan ulah Kanaya. Katanya sayang kalau pada jatuh, mubazir. Anak sultan yang satu ini memang beda. Biasanya anak orang kaya tinggal beli kalau mau buah mangga. Naya? Tinggal manjat. Itulah kelebihan Kanaya.

"Nay, ada yang cariin lo." Suara si Tari teman kelasnya yang di kenal pintar dalam pelajaran Ips.

"Sape?"

"Nggak tau. Bapak-bapak, bawa motor. Orangnya nunggu di post satpam."

"Oh, oke. Makasi Tar," Tari mengangguk lalu pamit pergi. Naya merasa tidak tau siapa yang mencarinya, hanya bisa berfikir mentok pada satu orang. Yakni chef di restoran papi.

"Opa Bim, kali." Tebak Jordy yang asal ceplos aja. Naya menggeleng yakin bukan Opa Bima. Tidak mungkin sekurang kerjaan itu, untuk menjemputnya. Opa Bima orang yang paling sibuk dengan peliharaannya.

"Bokap lo, mungkin." Caka sepertinya benar-benar budek. Tadi, Tari sudah menjelaskan bahwa bapak-bapak tua. Naya Rasa, papinya belum tua-tua banget. Malahan kayak sugar Daddy.

"Papi pasti nunggu di ruangan kepsek." Iyah juga sih. Pasti papinya kalau jemput, menunggu di ruangan kepsek dan tidak lupa mengabari Kanaya. Ini kagak ada kabarnya sama sekali.

"Samperin aja, coba." Saran Jordy yang ikut penasaran. "Kali aja bapak gue. Kan bapak-bapak."

"Yang tau gue nggak bawa motor, cuma papi sama mami. Yakali itu papa Bayu."

"Dah Nay, samperin hayuk." Ajak Caka yang di angguki keduanya. Lalu ketiganya berjalan menghampiri post satpam. Memang ada bapak-bapak yang kini tengah berbincang-bincang dengan tukang rujak langganan Ratu. "Nah tuh, Nay." Tunjuk Caka penuh semangat di campur rasa penasaran.

"ABAH!!" Naya berterik dengan lantang, kakinya berlari dengan cepat. Bahagia rasanya ketika melihat lelaki paruh baya yang selalu baik pada maminya.

"Assalamuallaikum cucuk abah."

"Wallaikumssalam abah Naya." Naya mencium tangan abahnya, memeluknya erat. Lalu tak lama Caka dan Jordy juga salaman. "Abah kapan ke Tangerang?"

"Jam 10 pagi, tadi."

"Sama Ambu?"

"Pastinya." Naya terkekeh senang. "Ayok, Abah boncengin."

"Siap." Naya mengambil helm yang akan ia pakai. "Heh cumi, gue duluan"

Caka dan Jordy hanya mengangguk dengan senyum merekah, melihat Naya sebahagia itu ketika kakek dari papinya datang. Mereka berdua tau banget si abah yang selalu Naya banggakan. Memang keluarga Papi Naya hangat pada siapapun.

"Teh." Naya yang siap masuk ke dalam rumah, berbalik ke arah abahnya. "Sedihnya udah hilang?"

"Abah tau dari papi?" Abah mengangguk, mengusap rambut milik Kanaya. Tebakan Naya benar. Papi akan bertindak bagaimana caranya agar Naya tidak sedih lagi. Naya tau, papi memang sesayang itu pada anak-anaknya. Jadi, pasti akan melakukan apapun. Termasuk menjemput abah sama ambu.

"Udah nggak sedih kok. Abah tenang aja, Naya strong."

"Alhamdulillah." Keduanya mengucap salam, lalu masuk di sambut ambu. Naya yang heboh segera berlari memeluk ambu dengan bahagia. Alka? Adiknya yang tengah jadi penonton, kini hanya bisa menghela nafas melihat kelakuan tetehnya.

IT'S ME KANAYATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang