EMPAT SATU

835 130 5
                                    

"Papa bener bisa?"

"Bisa nak,"

"Pah, jangan maksain."

"Jangan meragukan papa."

"Jabatan papa udah naik, pasti sibuk."

"Bukan berarti melupakan anak."

"Kalau nggak bisa bilang, ya." Dika mengangguk tersenyum. "El bisa atasi sendiri."

"Masa momen ini, nggak bisa." Elang terkekeh mengangguk, tak lama pintu restoran terbuka menampakan sosok calon ibu tiri. Begitu Elang manggilnya. "Baru pulang shooting?"

"Cuma photo shoot, mas." Ria Amalia, kadang Elang masih tidak percaya akan memiliki keluarga utuh lagi. "El, udah pesen?"

"Udah." Oke sekarang memang momen untuk keluarganya. "Calon mama tiri, besok sibuk?"

"El." Tegur Dika, karena beliau tau apa yang akan di bicarakan anaknya.

"Calon mama tiri kamu ini, nggak sesibuk itu. Abang mau apa?"

"Jadi wali El, di sekolah, bisa?" Sontak saja perempuan yang akan menjadi ibu sambungnya menoleh cepat. "Takut papa nggak bisa."

"Papa udah bilang, bisa."

"Mas, kabarin kalau nggak bisa." Elang tersenyum ke arah papa dengan senyuman meledek. "Aku cuma ada pemotretan jam empat sore. Pasti bisa."

"Saya usahakan tidak akan menghubungi kamu."

"Kaku banget pah, sama calon istri." Dika mendelik tajam. "Emang di kantor, pake kata saya segala."

"Papa kamu lagi meeting sama kita, El."

"Hayo lho pah, calon mama tiri El udah keliatan ada kebosenan."

"Kamu yang komporin." Gelak tawa memenuhi ruangan tersebut, dan Dika bahagia melihat anaknya tertawa lepas. "Lia,"

"Kenapa mas?"

"Soal pernikahan kita, gimana?"

"Aku pikir cukup ijab qabul aja, kita bukan lagi masa remaja kan?" Dika mengangguk. El menyimak. "Semua persyaratan udah selesai."

"Kalau begitu, besok aku serahin ke penghulu."

"Boleh."

"Jadinya di mana?"

"Di mesjid aja, boleh?"

"Nggak masalah."

Obrolan orang tua memang beda. Jadi, seminggu lagi, Elang akan memiliki ibu tiri secara sah. Pernikhaannya tidak mewah, hanya di hadiri para keluarga dan kerabat saja. Elang yang hanya menyimak, angguk kepala. Akan tetapi matanya menangkap sosok yang familliar.

"Nggak mungkin Naya." Elang beranjak, ia melihat dari sudut kaca. Itu benar Naya. Tapi, kenapa dia memakai motor Blackwhite? Elang sangat ingat motor dan helm tersebut. "El keluar dulu, bentar."

Elang berjalan dengan cepat, bahkan ia tidak permisi sama sekali. Untuk memastikan penglihatannya tadi, rasanya ia tak percaya. Mana mungkin Naya berkeliaran di dekat perumahaan Elang.

Sulit di percaya memang.

"Jadi benar Naya." Gumam Elang berdiri tak jauh dari Naya. Nampaknya perempuan itu, sedang mencari seseorang. Bayangan Elang terlempar ke belakang, saat dirinya sering sekali di bantu Blackwhite. Jadi ini sebenarnya? Sebenarnya orang itu Naya. Lalu terdengar suara motor lainnya. Elang melihat, itu motor milik Jeka dan teman-temannya. Bagaimana kalau mereka melihat Naya?

Elang merogoh kantong, mencari ponselnya. Ia segera menghunubungi Naya via video call. Karena Elang tau, Naya tidak suka kalau telpon melalui video call. Kan benar, Elang bisa lihat jelas. Naya mamakai helm, lalu pergi gitu aja.

IT'S ME KANAYATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang