LIMA PULUH TIGA

836 133 10
                                    

Elang mendapatkan penanganan yang cukup serius. Tubuh yang biasanya terlihat lincah, kini terbaring lemah tak berdaya. Naya yang tidak beranjak sama sekali dari tempatnya, mendapatkan tatapan prihatin dari sahabat-sahabatnya. Tatapan Naya terus saja ke arah ruangan Elang. Ia berdiri dengan tangan yang mengepal, matanya memancarkan kesedihan.

"Mas mau bicara dulu sama Dokter." Dika mengusap pundak sang istri, lalu melenggang pergi dengan wajah lesu. Semuanya bisa melihat punggung yang sudah tidak sekuat dulu lagi, kini terlihat lesu.

"Tulang ekornya hampir saja terkena bahaya. Sepertinya dia terjembab cukup keras di aspal, mengakibatkan tubuhnya lemas. Bisa juga dia memang sedang tidak fokus saat mendapatkan serangan tersebut. Menurut laporan polisi, pasien bernama Elang di banting oleh saudara Jeka."

"Lalu bagaimana kondisi anak saya?"

"Semua akan baik-baik saja, Elang hanya membutuhkan istirahat yang cukup. Biar dia di rawat dulu selama dua hari, takut terjadi sesuatu yang tidak di inginkan."

"Baik Dok, terima kasih."

"Tolong di awasi, takut dia mendapatkan hal serupa bisa imbasnya fatal."

"Iyah Dok."

Dika mengusap kepalanya, rasanya pusing sekali. Tubuhnya yang baru saja melewati perjalanan jauh, lalu di hadapkan dengan kenyataan yang menyakitkan.

"Mulai sekarang, jangan temui anakku lagi." Bunda Elang menoleh, suara mantan suaminya terdengar begitu tajam. Tatapannya juga berbeda. Entah mengapa, ia merasa baru pertama kali mengenalnya. "Jangan sampe, aku yang harus turun tangan."

"Kamu nggak bisa gitu mas, Elang anak aku juga."

"Anak kamu?" Dika terkekeh sinis. Matanya memancarkan tengah bersedih. "Aku yang mengurusnya. Aku yang selalu datang ke sekolah setiap ada acara, aku yang mengambil rapotnya, aku yang selalu mengajaknya jalan setiap hari minggu. Aku yang menemaninya setiap pihak sekolah meminta orangtua datang. Di mana kamu?"

"Aku yang melahirkannya."

"Ya, aku tidak bisa memungkiri hal itu. Tapi, kamu hanya meminjamkan rahim, tanpa memberikan kasih sayang."

"Karena semua itu gara-gara kamu, mas." Dika menatap mantan istrinya dengan tatapan datar. "Kamu yang memaksa aku untuk mengandung, kamu yang memaksanya. Dari awal pernikahaan kita, aku tidak akan mengandung, dan tidak akan mencintai kamu."

"Gara-gara aku?" Dika ingin sekali menjerit, bahkan kalau bisa menangisi kemalangan anaknya. Apakah kesalahannya, Elang hadir di Dunia?. "Kamu pikir aku tidak merasa sakit hati? Harga diriku di injak-injak oleh saudara kamu. Mereka berangapan kalau aku mandul. Apa salah aku mencobanya? Apa salah aku ingin membuktikannya? Kalau saja orangtua dan saudara kamu tidak menginjak harga diriku, aku tidak akan melakukannya."

"Kenapa kamu tidak melakukan dengan wanita lain?"

"Aku tidak sebajingan itu." Dika menahan amarahnya. Sudah lama ia pendam, rasanya ingin meledak. "Serendah itu pikiran kamu, hah!? Kamu pikir aku ini laki-laki macam apa, yang tega menghamili wanita lain, di saat memiliki istri. Sudah gila kamu."

"Aku tidak peduli, jangan larang aku untuk menemui anakku."

"Jangan pernah coba-coba kamu menemui anakku, tanpa seijin aku, dan istriku."

"Istri kamu? Dia hanyalah orang asing."

"Orang asing itu, istriku. Memberikan kasih sayang pada anakku." Dika menghela napas, rasa sesaknya sangat terasa. Kalau saja Elang mendengar semua ini, Dika tidak bisa membayangkan kesedihannya. "Anak tiri kamu, orang asing. Tapi apa? Kamu membelanya, bahkan menyuruh anakku meminta maaf? Di mana letak hati nurani seorang ibu? Kamu hanya mementingkan ego dan kebahagian sendiri. Ingat, bukan anak saja yang durhaka, seorang ibu juga bisa durhaka. Terima kasih, sudah mau melahirkan anakku."

IT'S ME KANAYATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang