TIGA PULUH DELAPAN

855 127 11
                                    

"SERIUS LO!?" Itu suara Caka, memang paling kencang di antara mereka kalau soal suaranya. Melihat Naya mengangguk, Caka menggeleng tidak percaya.

"Pantes aja si ketos kalau lihat si Jeka, kayak mau nerkam gitu."

"Wajar kali, Jo." Kata Caka, lalu matanya menagkap Surya sedang menunduk. "Gue kalau jadi Elang, bakal sama. Patah hati untuk anak adalah, orangtua. Terlebih bundanya, gitulah."

"Yang gue nggak percaya, seharusnya bundanya ngomong secara baik. Maksud gue, saat menjalin hubungan, setatus dia masih jadi istri. Itu udah keterlaluan sih."

"Jeka udah tau?" Kepala Naya menggelang ke arah Caka."Kasih taulah. Biar tau diri."

"Elang larang gue, dia males katanya ada urusan sama Jeka." Naya menghela napas. Ia menoleh ke arah Surya, pandangannya terlihat lurus. "Sur."

"Jangan tanya apa pun sama gue." Lagi-lagi Surya berdiri, hendak pergi. "Kenapa Nay?"

"Elang butuh sendiri, biarin dulu." Surya melihat Caka dan Jordy mengangguk. "Gue tau lo sahabat till janah seumur hidup, kalau kata si ketos. Tapi, biarin dia menenangkan diri."

"Hemm."

Caka berdiri, berjalan menghampiri Surya. Ia menepuk bahu Surya, lalu merangkulnya. Pun dengan Jordy, melalukan hal yang sama. Naya yang melihatnya mulai risih. Segera Naya berdiri, lalu pergi meninggalkan tiga manusia masih berpelukan.

"Gue mau minta maaf." Langkah Naya berhenti, mendengar suara Siska. Di intipnya, ada sosok Elang. Bisa-bisanya mereka duduk berdua di ruang musik.

Kalau Jeka tau, habis sudah suasananya. Biarkanlah, bukan uruan Naya juga. Lagian, ia harus segera ke ruang kepala sekolah. Ngapain juga menyaksikan dua manusia yang tengah berduaan.

"Untuk?"

"Gue tau, gue udah nyakitin perasaan lo." Wajah Elang masih datar, tangannya sibuk lap gitar. Ini jujur saja, Elang belum paham arah pembicaraan Siska.

"Bisa langsung ke intinya, aja?"

"Gue baru tau, kalau lo suka sama gue." Elang menoleh, matanya sukses melotot. Napasnya mendadak berhenti. "Gue benar-benar minta maaf, dan sama sekali nggak ada niat buat nyakitin perasaan lo."

"Bentar deh, lo ngira gue suka sama lo?" Kepala Siska mengangguk, merasa bingung dengan respon Elang. "Siapa yang bilang?"

"Karena gue baru menyadarinya." Baiklah, menghela napas saja tidak cukup. "Lo sering ke lapangan, padahal nggak pernah ikut latihan apa pun. Lo sering ke kantin, duduk di belakang kursi gue. Pun lo sering membelakangi gue."

"Terus?"

"Lo sering berdiri di dekat bawah pohon mangga, di saat gue sering nyamperin Jeka." Kepala Elang mengangguk patuh. Tangannya masih aktif lap gitar. "Gue minta maaf, bikin lo patah hati."

"Lo ngiranya gitu?"

"Iyah." Siska menghela napas berat. "Gue baru menyadarinya, maaf El."

"Apa gue terlalu menonjol?"

"Ya?"

"Kehadiran gue di lapangan, terlalu keliatan?" Elang melihat Siska menggeleng. "Terus, kenapa lo mikirnya gue lagi deketin lo?"

"El, gue tau lo pasti malu. Oke gue minta maaf, tapi perasaan nggak bisa di paksain."

"Siska, lo bisa sadar diri?"

"Hah?"

"Dan gue nggak pernah bilang kalau gue suka sama lo"

"Terus?"

IT'S ME KANAYATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang