EMPAT PULUH EMPAT

817 126 7
                                    

Acara sakral yang sudah terlaksana, rasanya lega bagi setiap orang yang sudah merasakannya. Pun dengan Elang, ia merasa lega. Pada akhirnya, ia memiliki ibu kembali. Melihat trio cumi dan Naya sedang asik dengan makannanya, Elang senang, banyak yang ikut bahagia dengan acara pernikahan sederhana papanya. Setelah ijab qabul terlaksana, kini semua sedang menikmati makanan di rumah orangtua mama tiri Elang. Tidak ada embel-embel calon lagi.

"Bang El."

"Kenapa?"

"Tolong kasih ke mama kamu."

"Kenapa nggak, om?"

"Heh bocah!" Elang berjengit kaget. Andai bukan asisten mamanya, sudah Elang pites leher panjangnya. "Emak lo di kamar, lagi bersihin riasan. Lo pan anaknya."

"Elah tinggal minta tolong doang, pake di perjelas."

"Yaudah cepat kasih, itu hape bunyi mulu. Kayaknya penting."

"Iyeh tulang lunak."

"Heeh bocah tengil." Elang terkekeh, lalu berjalan seraya melihat rumah milik orangtua ibu tirinya. Untung saja ia tau kamar tempat rias. Tadi sebelum ijab qabul, Elang sempat masuk kamar ini, untuk mengambil ponselnya karena ikut charger.

"Enak ya, udah punya anak tanpa susah payah lahiran." Tangan Elang yang semula mau mengetuk pintu, tidak jadi. Elang tidak hapal suara siapa yang barusan berkata seperti itu. "Anaknya udah gede lagi. Pantesan aja pengen nikah lagi, ternyata suaminya udah ada buntut."

"Mbak Dian, tolong bisa keluar?"

"Ini rumah ibu, bukan rumah kamu Ria." Elang bisa menyimpulkan bahwa saudara ibu tirirnya sedang berjulit. "Nggak ada hak kamu ngusir aku."

"Nggak usir, aku lagi bersihin make up."

"Kenapa? Merasa jadi ratu habis nikah? Percuma nikah lagi, tetap aja nggak bakal punya anak."

"Kan suaminya udah bawa anak, mbak. Mbak Ria nggak perlu ngerasain lahiran." Entah suara siapa lagi ini, yang jelas Elang yakin kalau saudara ibu tirinya sedang merendahkan ibu tirinya. Elang masih diam di depan pintu, sama sekali belum ada niatan untuk masuk.

"Aku mau nikah lagi, atau nggak punya anak, bukan urusan kalian."

"Aduh pantesan aja, ya." Elang makin menajamkan pendengarannya. "Wajar lah ya, mantan suaminya yang dulu, lebih memilih menikahi si Ayu, adik kamu sendiri. Ya mana ada laki betah sama perempuan mandul."

Nikah sama adiknya?

Itu berarti mantan suami ibu tirinya, menikahi adik ibu tirinya. Kepala Elang mendadak pusing. Elang tau kalau ibu tirinya adalah janda tidak punya anak. Tapi menghina seperti barusan, bukan suatu yang di benarkan.

"Mbak Dian!!" Bentakan yang Elang dengar, tersirat luka. Elang pikir, ia tidak akan mendengar perselisihan antara saudara. Ternyata ia salah, ibu tirinya sedang tidak baik-baik saja.

"Heh berani kamu teriak sama mbak sendiri!?"

"Keluar."

"Malu kali mbak Dian, mantan suaminya nikah sama aku. Apalagi aku udah punya anak dua." Elang membuka pintu, memberanikan diri masuk. Padahal di dalam ada tukang make up juga, mereka tidak malu berantem di depan orang lain.

"Mah."

"Bang?" Elang membungkuk, lalu jalan melewati dua perempuan yang duduk di kasur. "Kenapa nak?"

"Hape mama. Kata si tulang lunak, ada yang telpon."

"Oh, siapa katanya?"

"Aku liat namanya, pak Samsu."

IT'S ME KANAYATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang