[6.1] Ikatan Darah

34 9 7
                                    

Rayford kehilangan keseimbangan saat udara di sekitar mereka melonggar. Cengkeraman Anthoniras erat di bahunya, kendati tidak cukup meyakinkan saat tak ada alas untuk berpijak. Suasana di sekeliling mereka semu dan saling memelintir, seolah berada di dalam sebuah kantor pribadi, atau barangkali perpustakaan, atau bahkan di dalam ruang putih laboratorium yang—oh, astaga.

Napas Rayford memberat. Ia mengenali ruangan semacam ini; ruang berlantai dan berdinding plester yang dicat putih, noda-noda kusam menghitam yang merekam anyir, pantulan ilusi gelak tawa dan raungan anak-anak yang tak selamat dari cengkeraman para maniak pemuja penelitian.

Hei, di mana mereka?

"Tenang," bisik Anthoniras. Tidak, bagaimana bisa pria itu mengharap Rayford baik-baik saja, sementara masa lalunya terekspos sedemikian rupa di depan orang-orang yang tak Rayford harapkan tahu? Ini traumanya—apakah Anthoniras mengerti? Atau ini hanya ruang tak berarti biasa baginya, dan mengira ketegangan Rayford sebatas ketidakmampuan menerjemahkan dimensi?

Tepat pada saat itu sepetak kayu melayang ke bawah masing-masing sepatu, lalu diikuti petak-petak lain yang membentuk lantai kayu luas dengan permadani tebal menghampar, menggantikan visual ruang putih yang semu. Dinding-dinding tidak kunjung memadat, selain berubah dari dinding plester putih memuakkan menjadi sudut pandang manusia tertentu yang berkeliaran. Sudut pandang pertama memperlihatkan suasana di alun-alun yang ramai, kemudian berganti menjadi sudut pandang seorang pengawal di Kelab Parasian, ruang kerja Jenderal Arial, sebuah desa, dan kembali lagi pada seseorang yang kini duduk di monumen air mancur. Ruang ini juga beratap awan kelabu dan pecahan keramik yang mengingatkan Rayford akan markas veiler. Sesekali awannya menggelegar kecil, cukup mengguncang Rayford yang bahkan tidak bisa memetakan situasi ruangan ini. Ia merasa sedang bermimpi.

"Apa lagi ini?"

Anthoniras terkekeh. "Aku suka sekali kata-katamu, seakan-akan kau sudah capek dengan segala hal."

Rayford melepas cengkeraman Anthoniras. "Apa maksudmu kau adalah pamanku?"

"Oh, kau tidak tahu?"

"Mana dia tahu, Thony?" Sebuah suara menyahut. Rayford mengedarkan pandangan ke sekeliling ruangan kendati tetap tak menemukan pemilik suaranya. Anthoniras mengetuk bahu Rayford dan menunjuk sisi di sampingnya. Dinding di sisi itu beriak hingga seseorang menembus keluar dari pemandangan sebuah perpustakaan. Rayford terpukau, sekaligus menatap ngeri, kepada seorang pria yang terlihat seusia sang Cortessor. Ia tidak lebih tinggi dan badannya kurus di balik balutan jas berekor biru gelap. Rambut ikal sebahunya digelung sembarang, alisnya bersudut tajam, dan Rayford ingat betul sosok yang menyalaminya pada peresmian Klan Caltine dahulu. Pria itu sama sekali tak berubah. Dan Rayford kini bertemu dengannya lagi setelah sekian tahun.

Rayford menelan ludah, sementara pria itu merentangkan tangan dengan senyum yang lebar.

"Cucu-cucuku!"

Rayford terperangah. "Aku tidak punya kakek."

"Memang tidak. Anakku itu sudah tewas lama. Aku ayahnya kakekmu."

"Kakek buyut." Anthoniras mengoreksi dengan jengkel. "Rayford adalah cicitmu."

"Apalah." Pria itu—yang mengaku-ngaku sebagai kakek buyut Rayford—memutar bola mata. Ia duduk di sofa yang baru saja terbentuk dari bawah petak lantai. "Kalau melihatmu terkejut begitu, sepertinya kau masih tidak mengenal keluarga con Caltinemu, eh, Rayford?"

Alih-alih menjawab pertanyaan sang kakek buyut, Rayford mengerling kepada Anthoniras. "Jadi?"

"Dia memang pamanmu!" seru sang kakek buyut. "Oh, astaga, cicitku, duduklah. Mari kita minum teh." Bersamaan dengan ucapannya, muncul sofa empuk. Dinding di sekeliling mereka bergemuruh hingga keluar sosok-sosok manusia sepucat pualam tanpa mata. Ini pertama kalinya Rayford menyaksikan para pelayan con Caltine secara langsung; para sosok bertubuh polos, berbalut perban yang menyeret-nyeret di sekeliling kaki, dengan wajah tanpa fitur yang mengerikan. Mereka mengingatkan Rayford akan para kelinci percobaan di laboratorium ilegal yang takkan pernah terungkap. Mereka datang dengan nampan berisi cangkir teh dan toples-toples kue.

ANTIROM: The Marionette ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang