[25.2] Bersantap Ketegangan

17 9 3
                                    

Sesuai permintaan Rayford, Eran dan Edwen tiba di aula ujian tesis beberapa saat sebelum jam delapan pagi. Eran melihat banyak wajah tak dikenal, sebab Rayford telah menyinggung bahwa sebagian besar hadirin ujian adalah kawan-kawan satu angkatan yang masih tersisa dan murid-murid baru asuhan Profesor Rikard. Bagusnya, tak ada Kamilla, meski berita mengejutkannya, ada wajah-wajah familiar yang tak disangka-sangka turut hadir.

"Eddy, aku tak menyangka kau datang!" ujar Anthoniras sembari merentangkan tangan. Edwen dengan malas menyambut ulurannya dan mereka pun berangkulan. Anthoniras menepuk punggungnya dengan keras, yang dibalas berkali-kali lipat, hingga sang putra Cortessor mendelik. Eran menyeringai puas menyaksikannya.

"Apa yang kau lakukan di sini?" tanya Edwen seraya melepaskan rangkulan, menyudahi tontonan kecil bagi para murid di sekitar. Oh, dua pejabat Aliansi Lima yang jarang terlihat! Eran pun sama kagumnya dengan kekuatan gelombang Energi mereka yang menguar tajam, cukup untuk membuat berpasang-pasang mata merasakan kengerian.

"Justru aku yang seharusnya bertanya kepadamu," tukas Anthoniras. "Rayford mengundangku dan Ayah—"

"Cortessor juga diundang?"

"Nanti." Anthoniras berbisik. Senyum geli yang tersungging di bibirnya seolah menahan lelucon paling hebat di abad ini. "Dan kabarnya Flarteus, Ashten, dan Waltier juga ...."

"Tidak mungkin Rayford yang mengundang." Eran tanpa sadar menimbrung. Sungguhan. Kalau Ashten, maka gadis itu percaya. Namun, mana mungkin Rayford mau mengundang seorang rival dan seseorang yang belum pernah ditemuinya?

"Ya, secara teknis memang ayahku yang mengundang dirinya sendiri," gumam Anthoniras, "Rayford sejujurnya tak mengerti mengapa, tetapi karena Ayah yang meminta ... ia tidak sanggup menolak."

"Ini ujian tesisnya." Edwen mengernyit.

"Jangan khawatir. Mereka akan hadir di sesi berfoto saja."

"Ketidakhadiran kalian di ruang ujian memang lebih baik," cemooh Edwen. "Dan jangan tatap aku seperti itu. Aku datang untuk menemani gadis ini. Dia tidak bisa bepergian sendirian."

Anthoniras mengerling kepada Eran, membuat sang gadis menciut. "Kau anggap dia masih anak-anak? Oh, memang demikian, sama halnya dengan Rayford! Tetapi, Eddy, kukira mengawal gadis ini secara pribadi tidak kusarankan untukmu. Waktunya kurang tepat."

"Kau tidak mengira aku akan menggunakan gadis ini untuk Perang Dinasti, bukan?"

Eran merenggut. Si gadis ini berada di antara pembicaraan mereka! Bukankah sebuah 'Eran' lebih singkat daripada embel-embel 'gadis ini' yang lebih panjang lagi menjengkelkan?

"Entahlah, Eddy. Kau kadang-kadang mengejutkanku."

"Kau tetap saja tidak bisa diprediksi, Thony. Kau, dan kabar-kabarmu."

"Yah, aku adalah putra ayahku yang hebat."

Edwen memutar bola mata. Tanpa mengatakan apa-apa lagi, ia membiarkan Anthoniras memenangkan perdebatan kecil kali ini dan mendorong bahu Eran agar segera mengambil tempat duduk.

"Hei, Eddy ...."

"Kau sudah dengar kabar-kabar dari Thony," bisik Edwen. "Apa pun yang ingin kaukatakan, tunggu sampai waktu yang tepat. Aku tidak menyangka orang-orang itu akan datang juga," lanjutnya, lantas membetulkan posisi duduk. Seorang murid tahun pertama melayaninya dengan sepotong kue dan sebotol kecil aromaterapi hasil dari tesis Rayford. Edwen mengendusnya, lantas memuji bahwa ia menyukai aroma-aroma yang tersisa di ruangan yang ditinggali Rayford barang sejenak saja. Eran amat menyetujuinya.

"Dan," tambah Edwen. "Mari nikmati saat ini dengan sebaik-baiknya."

Sebab, setelah ujian tesis ini selesai, maka kita akan fokus kepada hal lain seutuhnya. Kata-kata itu menggaung begitu saja di benak Eran, dan gadis itu menelan ludah. Benar. Benar sekali. Ia mengawasi Rayford yang masuk dari pintu lain ruangan, berdampingan dengan Profesor Rikard sembari menertawakan sesuatu. Tak ada ketegangan sama sekali di wajahnya.

ANTIROM: The Marionette ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang