Eran membayangkan kedai hangat berlantai kayu elegan dan dinding berlapis kertas motif liukan rumit, dengan lampu-lampu gantung bersangkar kuningan yang antik, dan aroma kulit jeruk dan lilin-lilin. Tetapi kedai bawah apartemen Rayford tidak memiliki semua itu. Memang benar, lantai kayunya berderit tiap dilalui preman-preman bertubuh besar, bertato mawar hitam, dan bau keringat. Dan, benar juga, lampu-lampu gantungnya tertahan di balik jeruji kuningan yang cat pelapisnya mengelupas. Namun, ada satu hal yang membuat Eran tersadar, bahwa kehidupan bersama Erfallen telah membuatnya jenuh akan hal-hal yang tak pernah menjadi masalah baginya di kehidupan lama.
Sementara gadis itu meremas jari dan tenggelam pada renungan diri, Rayford bertukar sapa dengan dua preman di dekat meja. Pertanyaan standar seputar kabar harian dan ramalan badai tengah malam nanti saling diberi, timbul tenggelam akibat hentakan pemusik di panggung mungil. Eran pun mengawasi mereka dengan resah. Tirai berat berwarna ungu kusam sebagai latar panggung itu hanya diikat tali tambang yang dipoles cat emas murahan. Lampu-lampu dan untaian bunga juga kesannya serampangan dan seperti ... hasil curian yang dipadu padan. Gemerlap kandelir kristal dan denting piano di aula makan Parasian seketika membayang di benaknya.
"Kenapa kau tampak gelisah begitu?" Pertanyaan Rayford mengejutkannya. "Kau mual? Bau bawang putihnya memang agak menyengat sih."
"Aku suka bawang putih," jawabnya spontan. "Eddy yang tak terlalu menyukainya jadi kami jarang bersantap menu seperti ini."
Rayford mendengus. Ia kini memosisikan diri menghadap sang gadis seutuhnya, dan saat Eran menghendakinya untuk segera bercerita, Rayford menahan. "Nanti," katanya, "agar menjadi pengantar tidur yang mengerikan untukmu."
"Aku tidak berencana untuk segera tidur. Apa kau mau melewatkan semalaman untuk berkisah atau aku boleh meminjam sebuah buku?"
Rayford terheran-heran. "Apa kau benar-benar telah sembuh dari traumamu, Eran? Bukankah segala ketakutanmu mengakar sejak bertahun-tahun lalu?"
Eran nyaris saja merusak topengnya, tetapi ia cepat untuk menyembunyikan jemari yang gemetaran di bawah meja, dan mengatur gerak dada yang naik turun dengan cepat. Ia mereguk napas dalam-dalam. "Psikiatermu adalah orang yang sangat membantu, Ray, aku bahkan tidak percaya Lina adalah kakak Thony—cara pandang hidup mereka begitu berbeda."
"Yah, Lina tak pernah mempermainkan mental pasiennya." Rayford memutar bola mata. "Aku senang dengan perkembanganmu. Mendengarmu baik-baik saja dari segala sisi, termasuk keluargamu, membuatku lega. Setidaknya ... hidupmu tidak terlalu bermasalah setelah kekacauan tahun lalu."
Jemari Eran menyentuh ujung kuku-kuku Rayford. "Aku menyesal tak bisa bertukar kabar denganmu," bisiknya, "dan aku benar-benar mencemaskanmu. Maukah kau bercerita perlahan? Sesuatu yang takkan merusak nafsu makanmu?"
Eran berkata demikian karena seorang pelayan menghampiri dari belakang Rayford, lantas menaruh mangkuk-mangkuk dengan asap tipis mengepul. Meski begitu Rayford tidak buru-buru, padahal asam telah menguasai lambungnya. Matanya terpaku pada jemari Eran, yang kendati hanya menempel pada kuku-kukunya, terasa halus dan hangat, sementara hawa dingin menjelang badai salju telah menyusup di antara kaki-kaki para pelanggan yang saling menggosok.
Dan, orang kesepian mana yang takkan goyah mendengar kelembutan seperti itu? Kendati Rayford akui cukup terkejut dengan serentetan perhatian yang diterimanya setelah menghadapi orang itu-itu saja selama beberapa bulan terakhir. Apalagi hubungannya dengan Eran baru membaik menjelang penyelesaian misi Tremaine. Mereka terbiasa saling curiga dan menyindir, dan ini memunculkan ketidaknyamanan yang ingin dibuangnya jauh-jauh.
Rayford meraih sendok. "Dari mana aku harus memulai?" Ia terkekeh lirih. "Kalau kupikir-pikir lagi, aku tak terlalu ingin menceritakannya sekarang. Keadaanmu membaik itu sudah cukup meyakinkan bagiku agar segera memperbaiki hidupku juga."
KAMU SEDANG MEMBACA
ANTIROM: The Marionette ✓
Fantasy[BOOK 4] "The price of romancing the death." ---------------------------- LAST BOOK OF ANTI SERIES (word count: 90k-95k words) ---------------------------- Rayford akhirnya menemukan tambatan hati yang tepat, tetapi untuk mencapai kegemilangan hidu...