"Apa kau merasa lebih baik, Rayford?" Waltier bertanya. Ia mengulurkan tangan. "Aku ... aku tak tahu harus berkata apa kepadamu, selain aku menyayangkan kejadian barusan. Tetapi kukira itu lumrah. Dua orang yang dipilih kakek buyut tidak menuntaskannya dengan baik."
Rayford merenggut malu. Ia tak mampu mengatakan apa pun selain meminta maaf, dan merasa amat bodoh karenanya. Meski begitu Waltier tak ingin membahasnya lebih jauh.
"Mari kuantar pulang," katanya dengan seutas senyum tipis. "Dan ... sebuah obrolan kecil. Mau? Sebaiknya kau tak menolak. Sedikit bocoran; aku tidak ingin kau mengalami siksaan seperti tadi lagi. Apa yang kau terima barusan hanyalah sekelumit kecil dari kemurkaan Armandes. Yakinlah, kau tak mau keluargamu yang lain merasakan hal itu."
Mendengarnya saja membuat tubuh Rayford menggelenyar. Sesungguhnya ia ingin sekali menolak kehadiran Waltier, sebab mendapat topik obrolan seberat ini di pertemuan kedua mereka sudah menandakan masalah baru akan datang. Rayford yakin sekali dengan itu, dan sekujur tubuhnya menyuarakan hal yang sama.
Hanya otak dan hatinya yang berkehendak lain, dan Rayford mau tak mau pasrah pada uluran tangan Waltier. Ketika ia menyambutnya, tubuh mereka melumat sekali lagi, dan alih-alih muncul di depan apartemennya, mereka tiba di teras kediaman Caellan. Aroma kayu memuakkan telah berganti menjadi samar-samar aroma tanah basah. Lantai dingin marmer berganti menjadi jalan setapak yang baru saja dikerik dari lumut.
Rayford terperangah. "Kenapa di sini?"
"Aku juga butuh berbicara kepada Caellan. Maksudku, kalian berdua." Waltier tersenyum tipis. "Maaf, ini adalah obrolan kedua kita, tetapi rasanya tak ada waktu untuk berbasa-basi. Kita sedang dikejar waktu." Saat Rayford tak bereaksi apa pun selain mengernyit curiga, Waltier berbisik. "Aku butuh mengobrol dengan kalian berdua sebagai keluarga."
Memangnya apa? Apakah dia akan menggantikan peran Anthoniras untuk mendesaknya mencari tahu akan keberpihakan Edwen?
Rayford menghela napas. Duh, dia sudah lelah. Tetapi Rayford tak punya tenaga untuk menolak, apalagi pria inilah yang menyelamatkannya dari amukan Armandes yang tak berkesudahan. Maka Rayford bergegas mencari Caellan di kediaman luas yang mahasunyi itu.
Sepuluhan menit kemudian kakak beradik Caltine sudah duduk menghadap Waltier, masing-masing wajah tegang dengan alasan yang nyaris sama. Terutama Caellan. Kehadiran orang asing tanpa kabar membuatnya ingin sekali mendepak Waltier keluar dari rumah, seandainya ia tidak berulang kali mengafirmasi diri bahwa Waltier baru saja menolong Rayford.
"Ini pertama kalinya kita bertemu, ya?" kata Caellan dengan ketenangan yang berusaha dikuasainya. Ia menggeser cangkir teh Waltier agar lebih dekat kepada sang tamu. "Tetapi aku merasa wajahmu familiar."
Waltier tersenyum. "Semua keturunan con Caltine memiliki sesuatu yang familiar, kurasa."
Caellan berdeham. Ia mengerling kepada Rayford sejenak. "Dan ... tanpa bermaksud menyinggungmu, adikku bilang kau membawa kabar yang mendesak. Kukira lebih bijak jika kita tidak menyia-nyiakan waktu."
"Benar." Waltier menyeruput tehnya. "Kalian tidak keberatan dengan sebuah obrolan panjang lagi memberatkan di pertemuan pertama kita, bukan? Dan kupikir sebaiknya kalian bersantai sedikit. Kita masih saudara sepupu. Tenanglah."
Ucapan Waltier menyadarkan Rayford betapa kaku bahunya saat ini. Pundaknya otomatis melorot sementara Caellan menyandarkan punggungnya pada sofa. "Apa yang ingin kausampaikan?"
"Terkait mengapa kita baru bertemu sekarang, padahal kita saudara sepupu," Waltier memulai, tangannya secara naluriah bergeser ke toples-toples kue yang terhidang. "Sudah lazimnya klan para cendekiawan belajar ke belahan bumi mana pun. Seperti Paman Aland dulu, misalnya."
KAMU SEDANG MEMBACA
ANTIROM: The Marionette ✓
Fantasi[BOOK 4] "The price of romancing the death." ---------------------------- LAST BOOK OF ANTI SERIES (word count: 90k-95k words) ---------------------------- Rayford akhirnya menemukan tambatan hati yang tepat, tetapi untuk mencapai kegemilangan hidu...