[23.1] Amarah Rayford

19 10 1
                                    

Rayford terbengong-bengong sesaat di tempatnya, tetapi segera menyesali apa yang sedang dilakukan dan cepat-cepat ber-Etad. Sepintas kemudian dia muncul di apartemen Darsell, yang tak lagi berupa bangunan, karena telah lenyap menjadi setumpuk serpihan debu hitam.

"Oh Tuhan," bisiknya tak percaya. Matanya berkunang-kunang menyaksikan empat lantai apartemen kini hancur lebur dengan sempurna menjadi abu. Angin siang bolong berembus, dan abu-abu beterbaran ke udara bebas dengan memilukan. Rayford dapat mencium aroma tubuh-tubuh yang hangus, furnitur-furnitur tua yang lapuk, atau aroma masakan oriental yang terasa pekat di lidahnya.

Orang-orang telah meluber di jalanan, berlawanan dengan rasa takut mereka, ketika menyaksikan Wil dan Thevan sedang melawan sesama veiler yang melayang di langit. Mereka tak nampak sebagai manusia, melainkan gumpalan-gumpalan asap yang saling membentur dan menyenggol. Meski nampak menggelikan, tetapi semua dapat merasakan tabrakan gelombang Energi para veiler, yang mengirimkan denyut nyeri di kepala para manusia. Dengan segera, jalanan kembali mengosong, menyisakan Rayford dan beberapa orang yang masih sanggup bertahan.

Rayford berjalan gontai ke gundukan abu yang mulai menipis. "Oh Tuhan," bisiknya lagi, kali ini tanpa suara, kala abu yang beterbangan menerpa wajahnya. Ia merasa telah menghirup daging tubuh Darsell yang gosong. Pelupuk matanya memberat.

Rayford berlutut di sisi gundukan dan menggenggam sebagian dengan putus asa. Apa yang terjadi? Ia bahkan tak bisa mencerna situasi saat ini dengan kewarasannya. Tiba-tiba saja terdengar ledakan, dan tanpa ada api yang menggelora, seisi apartemen Darsell melebur menjadi abu. Apartemen-apartemen tetangganya bahkan tak tersentuh bercak gosong sedikit pun, dan kini terdengar raung tangis para wanita di bangunan sebelahnya.

Rayford mendongak, dan tepat saat itu segumpal asap sedang menerjang ke arahnya. Rayford sudah bersiap memanaskan diri, tetapi terdengar suara Wil berbisik di sekelilingnya.

"Ayo!" serunya, dan tahu-tahu Rayford terselubung asap hitam dan lenyap dari tempat kejadian. Pria itu terkejut sewaktu mendapati dirinya dikembalikan ke lobi asrama Erfallen.

"Tidak!" seru Rayford frustasi. Gumpalan asap Wil melenyap kembali, menyisakan Rayford yang tergopoh-gopoh berlari ke luar ruangan. Namun, gerakannya ditahan oleh kedua veiler yang berjaga di pintu. "Hei, biarkan aku menyusul!"

"Siapa yang ribut?" suara Edwen menggema dari ruangan lain. Rayford berbalik, mendapati Eran masuk duluan ke lobi, dan gadis itu heran melihat ekspresinya.

"Ray?"

"Mereka membunuh Darsell!" Rayford menggoyang bahu Eran dengan keras. "Darsell—semuanya! Mereka mati!"

"Apa maksudmu?" Eran memucat. "Siapa ... siapa mereka? Rayford, tenanglah!"

Edwen akhirnya tiba di lobi. Rayford menatapnya dengan kesal, tahu bahwa Edwen pasti telah mendengar hal ini. "Para veiler meledakkan apartemen Darsell," katanya dengan serak. "Veiler milik ayahmu."

Eran sontak menyebut nama Tuhan, sementara Edwen mengangguk. "Sebagian veiler kita sudah menuju ke sana. Wil dan Thevan masih melawan yang tertinggal."

"Bukan!" seru Rayford kesal. "Kenapa mereka melakukan itu? Mereka membunuh puluhan orang!"

"Kau pikir aku tahu?" Edwen mengernyit. "Kalaupun ada yang kutahu, maka itu akibat dirimu yang ber-Etad dari desa tiruan itu. Mereka mengendus Energi asing, dan inilah akibatnya—mereka ingin membunuhmu. Apa kau tidak ingat kalau Ayah sudah mencurigaimu sejak di apartemen Esma tempo hari?"

"Apa kau masih sempat-sempatnya menyalahkan aku saat ini?" Rayford menahan napas. "Puluhan orang mati, kalau suaraku belum cukup keras! Setidaknya lakukan sesuatu!"

ANTIROM: The Marionette ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang