[34] Jawaban Penutup

41 11 22
                                    

19, Bulan Air. Tahun 1939.

"Eddy, kau yakin dengan keputusan itu?"

"Aku tak pernah ragu-ragu, Eran."

Eran mengangguk. Matanya memandang gelisah ke arah sepasang pintu kaca raksasa di depan mereka. Tanpa ornamen, pintu itu menyambungkan lorong dingin tempat mereka berpijak dengan sebuah ruang kaca bundar yang tertutup rapat. Eran bisa melihat cincin besi tiga lapis yang menggantung di langit-langit ruang, berlilitkan bunga bakung gunung dan protea, dengan lampu gantung sepuluh tingkat bertabur ribuan kristal kecil serupa tetesan hujan.

Dengan bimbang, dia kembali berbisik kepada Edwen. "Kau benar-benar yakin untuk mengadopsiku sebagai anggota keluargamu secara resmi? Maksudku, benar-benar memasukkan namaku di daftar keluargamu ...."

Seandainya Edwen masih seorang pemuda pemarah seperti dua dekade lalu, ia pasti sudah menyuruh Eran pulang dan melupakan semuanya. Kenyataannya, pria itu hanya memutar bola mata. "Demi Tuhan. Eran, kau adalah keluargaku bahkan di atas para veiler, dan jika ada Erfallen atau Covalen yang menentangmu, maka dia akan menjadi masalahku juga."

Eran meremas-remas jemarinya dengan sungkan. "Ah, aku ... amat tersanjung. Terima kasih."

"Sebenarnya aku juga sungkan karena baru mengatakannya kepadamu. Harusnya aku benar-benar mengakuimu sejak pertama kali kau muncul. Maaf. Egoku masih menghalangiku saat itu, dan malah menyuruh Judan untuk mendidikmu setara veiler."

"Tak masalah. Sejak awal aku memang hanyalah orang asing."

"Bukankah anggota keluarga juga asing bagi bayi yang belum lahir ke dunia?"

Ucapan Edwen membungkam gadis itu, merenunginya lebih dalam selagi seseorang akhirnya muncul dari balik sesemakan yang memenuhi tepi ruang kaca. Pintu mengayun terbuka bersamaan dengan senyum sumringah sang kaisar.

"Salaam, anak-anak yang baik! Ayo, masuklah." Cortessor Alvaguer mempersilakan kedua tamunya untuk melangkah, tapi Edwen bergeming.

"Tidak, Yang Mulia. Kami hanya sebentar saja."

"Ya Tuhan! Maafkan aku telah membuat kalian menunggu." Senyum sang Cortessor memudar. "Sebenarnya, aku mulai tertarik dengan pangkas memangkas, sampai-sampai istriku juga mulai menandingiku! Kalian yakin hanya akan berdiri di sana? Setidaknya aku takkan membiarkan pintu ini terbuka terus-menerus."

Eran begitu senang mendengarnya. "Kenapa sepertinya akhir-akhir ini banyak yang tertarik dengan berkebun dan semacamnya?"

"Oh, kau tahu, Demam Rayford."

"Demam ... apa?"

Cortessor Alvaguer menatapnya dengan hangat. "Bukankah kau juga sama-sama merasakannya? Semula mendapati tanaman tumbuh di retakan lantai kamar begitu mengerikan bagiku. Apa bedanya dengan Cortessire? Namun, oh, siapa kira hal-hal yang sudah lama dilakukan para tabib, yang tak ubahnya hanya menggeser posisi tanaman di ruang, bisa terasa begitu berbeda?"

"Apa maksudnya tanaman di retakan lantai?"

Edwen menepuk-nepuk bahu Eran. "Dia tidak tahu Cortessire, Yang Mulia."

"Oh, kau akan segera melihatnya." Senyum Cortessor melebar. Sudah jarang, bahkan bagi Edwen sekalipun, untuk melihat ayahanda Anthoniras tersenyum terus-menerus begini. Berita akan penangkapan putra bungsunya hanyalah setitik debu ketimbang berbagai kekacauan yang ditimbulkan para Cortessian lain, sebagian berhubungan dengan persiapan menuju Perang Dinasti, tetapi Cortessor Alvaguer mampu tersenyum lebar sekarang. Atau, setidaknya, ketika bertemu dengan para Erfallen muda yang mampir membawa berita baik.

"Jadi, ada apa kalian kemari?" tanyanya, dan tanpa memberi waktu bagi Edwen untuk bersuara, dia kembali menambahkan. "Ah, kudengar Rayford juga menyerap Energi mendiang Argent?"

ANTIROM: The Marionette ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang