[18] Kabar-kabar Baru

19 10 4
                                    

Raja simba mendapat berita.

Kala itu penanam bunga mendapati biji-biji yang ditanamnya mulai tumbuh. Belum nampak kuncup, karena masih sepucuk mungil, tetapi ada harapan. Sang penanam bunga berjanji untuk terus menyiram dan memupuknya dengan baik, sembari menceritakan dongeng-dongeng menggembirakan. Katanya, tumbuhan juga bisa diajak berbicara, bukankah begitu?

Ada harapan, Raja Simba, meski engkau tidak makan tumbuh-tumbuhan. Namun, kita akan menuai keindahannya bersama.



22, Bulan Awal. Tahun 1939.

Eran memasukkan surat ke amplop. Ia tak membubuhkan nama pengirim, hanya nama penerima yang ditulis sebagai 'Yang Terhormat, Tuan Pembaca Naskah' beralamatkan 'di Kediamannya'. Sesuai permintaan Cortessor, Eran menaruh sehelai kelopak bunga protea kering, simbol keluarga Alvaguer, di dalam amplop dan meletakkannya di langkan luar jendela. Eran selama ini menyimpannya di antara tumpukan pakaian.

Eran tak tahu bagaimana surat akan sampai pada Cortessor, tetapi gadis itu hanya perlu melakukan sejauh ini. Maka Eran pun bergegas menuju apartemen Rayford. Ini adalah hari pertamanya kembali menekuni tesis, dan Rayford telah terpekur di depan mesin ketik sejak selesai waktu sembahyang. Piring berisi roti kukus di sampingnya belum disentuh sama sekali, bahkan rotinya mulai mengeras lagi.

"Apa yang bisa kulakukan untukmu?" tanya Eran seketika tiba. Ia menanti sejenak, mengawasi pria itu terpaku pada buku di hadapannya, lantas sadar bahwa Rayford tidak mendengarkan. Eran memukul meja dengan pelan. "Hei, bukankah kemarin kau bilang kau butuh bantuan?"

Rayford linglung selama sesaat. "Ah ... nanti saja."

Eran mendengus. "Baiklah. Kalau begitu kuhangatkan rotimu." Namun, meski Eran sudah melakukannya, Rayford tetap tidak menyentuh roti sama sekali sampai gadis itu menegurnya satu jam kemudian. Eran mengamati bagaimana Rayford mendadak melupakan makanan apapun yang disodorkannya selama bekerja, dan ini berlangsung selama hampir seminggu. Bahkan ketika waktu makan telah tiba, dan Eran menyodorkan semangkuk pasta krim kesukaan Rayford, pria itu masih tak bergeming, seolah-olah hanya ada dirinya dan mesin ketik di hadapannya.

Astaga! Mungkin inilah penyebab Rayford menjadi kurus saat tujuh bulan lalu, Eran yakin itu. Barangkali, ini pula alasan mengapa Rayford membutuhkan waktu khusus untuk bekerja, persis ketika masa-masa mereka masih bertiga dahulu, kala Rayford jarang tidur untuk meramu obat-obatan.

Dia tidak bisa dihentikan bahkan untuk sesuap nasi.



30, Bulan Awal. Tahun 1939.

Pada hari kedelapan, Rayford tiba-tiba tidak bisa bangkit dari kasur. Semula, ia jatuh tertidur sekitar pukul tiga pagi. Ketika waktu Sembahyang Awal tiba, Eran—yang rela menginap semalaman di kamar bekas Jamen—kaget mendapatinya masih berbaring di kasur bagai orang pingsan. Gadis itu harus menampar-nampar pipinya agar Rayford bangun. Selepas sembahyang, Rayford ambruk lagi, bahkan dengan kaki menggantung sebelah. Ketika waktu menunjuk jam tiga sore, pria itu terbangun. Namun, tubuhnya mendadak tidak mau berkoordinasi.

"Apa yang terjadi?" tanya Eran bingung saat Rayford kesulitan bangkit.

"Punggungku sakit luar biasa! Dan—perutku—astaga, ini memalukan sekali. Seorang tabib tak pantas terkena penyakit!"

Tanpa banyak bicara lagi Eran mengambil kotak obat-obatan Rayford. Selama sesaat pria itu berusaha meregangkan tubuh, tetapi perutnya terlampau perih. Maka ia terpaksa mampir ke sesama Guru tabib yang tinggal tak jauh dari pusat kota. Sang Guru begitu keheranan dengan situasinya.

ANTIROM: The Marionette ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang