Chapter 32

3.9K 272 5
                                    

Happy Reading

☠☠☠

"Woww meleset, Pa." Baru saja Maxim menginjakkan kaki nya di ruangan rahasia papa nya. Diri nya di kejutkan puluhan pisau melayang hampir mengenai Maxim. Jika saja ia tidak menghindar hancur wajah nya yang tampan ini.

Edward terkekeh." Ada apa boy? Seperti kamu sedang dalam masalah." Tanya Edward, mempersilahkan Maxim duduk di sebelah nya.

"Ya, Pa. Tiga hari yang lalu, markas Maxim di teror sama orang. Mereka mecahin kaca dapur markas." Jelas Maxim.

"Lalu? Pelakunya sudah kamu tangkap?" Tanya Edward lagi.

"No, Pa. Max hanya menemukan pelaku gadungan nya saja, ada dua orang." Maxim menjawab dengan wajah serius.

Lalu Maxim menceritakan dengan detail kronologis nya, bagaimana ia tau jika yang di tangkap anak buah nya hanya penjahat gadungan.

Edward mengangguk, mencerna sedikit demi sedikit cerita dari anak nya. Ia paham betul, situasi seperti ini tidak bisa di pecahkan oleh satu orang saja.

Maxim memerlukan papa nya, untuk membantu mencari pelaku sebenarnya. Walau Maxim tau, pelaku itu hanya memecahkan kaca markas nya saja, tetapi malam tadi, ia mendapatkan pesan misterius yang dirimkan lewat gmail nya.

Pikiran Maxim kembali terbang, di saat mengingat kejadian di pesta Vera, kebakaran perusahaan ayah nya. Apakah pelaku nya sama dengan kejadian ini?

"Menurut papa gimana?" Tanya Maxim.

Edward memainkan bolpoin nya, menatap lembaran tulisan yang ia tuliskan saat mendengar cerita Maxim.

Ini sulit.

"Sebelum nya kamu ada punya musuh?" Emm, Maksud papa semacam ada orang yang iri sama kamu? Atau kamu yang cari masalah sama orang lain?" Kini Edward yang bertanya. Maxim terdiam, sambil mengingat-ingat apakah diri nya pernah membuat masalah sama orang lain?"

"No, Pa. Max gak punya musuh. Max gak punya masalah sama orang pa, Max hanya punya orang yang Max sayang." Jawab Maxim, awal nya sih oke-oke akhirnya agak membagongkan.

Edward menghela nafas." Dasar anak muda zaman sekarang."

"Papa juga dulu pernah muda kan?" Tanya Maxim menggoda papa nya.

Edward terkekeh. Ia menuliskan sesuatu dalam buku nya. Kemudian, ia menyuruh Maxim melanjutkan cerita nya dan pencarian mereka selama ini.

"Sangat aneh." Gumam Edward, dan Maxim pun mengangguk.

Kembali Maxim mengedarkan pandangan nya ke seluruh ruangan kerja papa nya. Pandangan Maxim terkunci pada sebuah buku tebal, berwarna merah tua gelap.

Maxim memberanikan diri untuk mengambil buku tersebut. Edward hanya diam melihat apa yang akan di lakukan Maxim kepada buku itu.

"Ini buku apa, Pa?" Tanya Maxim. Jujur tulisan nya sangat susah untuk di pahami oleh nya.

"Hanya sebuah buku biasa yang di dalam nya terdapat sebuah kenangan." Jawab Edward. Ia membuang pandangan ke luar jendela.

Maxim hanya ber-oh ria. Ia membolak-balikan halaman buku tersebut.

"Max tidak mengerti." Maxim meletakkan buku itu kembali, akhirnya Edward bisa bernafas lega.

Ada jeda beberapa menit, Maxim menikmati dingin nya ruangan ini, entah kenapa papa nya suka dengan ruangan dingin.

Edward membuka lembar demi lembar buku tersebut. Lalu menutup nya. Perhatian Maxim tertuju kepada Papa nya saat Edward mulai bersuara kembali.

"Kebencian bermula dari ada nya kesalahan dari seseorang, bahkan orang itu tidak berbuat salah. Dia difitnah dan di tuduh sebagai pelaku." Edward mengusap buku itu sambil menatap Maxim.

"Maksud papa?" Tanya Maxim bingung.

"Ada kesalahpahaman di masa lalu. Mungkin dia sudah datang membalaskan semua nya." Lanjut Edward. Itu membuat Maxim bertambah bingung.

"Tidur lah boy. Otak kecil mu tidak akan bisa mencerna ini semua." Ledek Edward.

"PAPA!" Maxim tidak terima.

Edward tertawa pelan. Lalu menyuruh Maxim untuk kembali ke kamar nya.

Malam ini akan menjadi malam melelahkan oleh Edward. Secepat mungkin ia akan meluruskan masalah ini.

☠☠☠

Maxim tidak langsung kembali ke kamar nya, ia justru ke garasi, membawa mobil nya meninggalkan halaman rumah nya.

Maxim harus memecahkan tuntas masalah ini, diri nya tidak mau mendapatkan teror-teror dari berbagai nomor tak di kenal.

Di persimpangan, Maxim memberhentikan mobil nya saat lampu merah menyala. Seraya membuka bungkus rokok, Maxim kembali menjalankan mobil dengan kecepatan sedang.

Maxim membanting setir kekanan secara mendadak. Ia terkejut kala sebuah motor besar di sebelah nya, dan hampir membuat ia celaka, jika tidak menyadari hal itu.

"Brengsek, siapa yang berani nyalangin jalan gue." Maxim memberhentikan mobil nya, melihat ke arah depan. Motor yang menyalip nya tadi, terparkir di depan mobil nya.

Maxim berjalan dengan tergesa-gesa. Padahal ia kebelet ingin ke markas, tetapi ada saja pengganggu dimana-mana.

"Maksud lo apa, hah?" Tanya Maxim marah. Sebelum itu, ia membuang rokok nya yang masih tersisa, kemudian menginjaknya.

Orang itu tidak menjawab. Maxim menatap orang itu dari atas sampai bawah. Oh rupa nya seorang gadis.

"Jauhin motor lo dari jalan gue, atau gue tabrak." Ucap Maxim, mengancam. Cewek itu terdiam, hanya mengeluarkan sesuatu dari balik saku jaket nya.

Maxim menghindar dengan gesit menangkis pisau yang hampir mengenai wajah nya. Ini kedua kalinya, ia hampir kehilangan wajah tampan nya.

Maxim terus menghindar, ia tidak memakai senjata apapun saat ini. Dan lagi, apa tujuan seseorang menyerangnya secara brutal di hadapan nya ini.

"Menyerahlah, Maxim Issachar Wriston." Gadis itu berucap sinis. Suara nya terdengar samar, sebab masih menggunakan helm. Tangan nya tak berhenti untuk melayangkan pisau nya ke wajah Maxim.

"Gak akan pernah." Jawab Maxim tak kalah sinis. Pada detik-detik ini, Maxim mendapat kesempatan untuk mengambil alih pisau di tangan gadis itu. Tanpa ragu Maxim menancapkan pisau tersebut ke telapak tangan gadis itu yang tengah berbalut oleh sarung tangan.

"Akh, sialan Maxim." Lirih gadis itu. Ia berlari menuju motor nya dan meleset dengan cepat nya.

Maxim kembali ke mobil nya. Di sebelah tangan nya menggenggam pisau dengan ukiran yang indah, ia akan menyimpan pisau itu.

"Pecundang ternyata." Kekeh Maxim, ia melanjutkan perjalanan nya menuju markas.











TWO M MAFIA GIRL'S [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang