Tidak terasa sudah hampir lima bulan hawa mondok dan sekolah di pesantren darul ta'lim ini, banyak sekali rintangan yang sudah hawa lewati di pondok pesantren ini dari mulai di hukum karena telat mengikuti solat berjamaah, ketahuan membawa novel dan akhirnya novel itu di bakar oleh para ustadzah, dan lainnya yang membuat hawa hampir menyerah dan ingin kembali ke Surabaya saja menemui nenek nya.
Dua hari lagi para santri yang bersekolah akan melaksanakan ujian tengah semester, sita, abel, dan fatonah, sudah terbiasa belajar dan menghafal ayat yang harus di setorkan setiap sore hari, berbeda dengan hawa yang kerepotan karena harus belajar sambil terus menghafal surat surat yang saat ini sedang dia setorkan.
Sore ini hawa dan ketiga teman sekamar nya baru selesai setoran ayat kepada ustadzah, Anisa, dan di lanjut lagi dengan belajar sampai lupa waktu makan.
"Ke dapur yu kita ambil makan" ajak Fatonah.
"Hayu, aku teh meni lupa kalau kita belum makan" balas Abel merapikan kembali buku bukunya.
"Ayo lah" ucap sita setuju.
"Kalian duluan aja nanti anna nyusul" balas hawa lalu kembali bergelut dengan buku dan pulpen nya.
Ketiga temannya pun akhirnya memutuskan untuk duluan karena kalau mereka menunggu hawa bisa bisa tidak kebagian makanan.
Selepas makan mereka pulang dari dapur dan membawa kabar berita untuk di ceritakan kepada hawa.
"Assalamu'alaikum" salam dari ketiga teman hawa dengan heboh tapi seperti biasa tidak dengan fatonah yang cuek.
"Wa'alaikumsalam warahmatullahi wabarokatuh, kenapa sih heboh banget" balas hawa bingung.
"Hawa anti tau gak, tadi pas di dapur ada kabar berita yang sangat membuat para santriwati patah hati termasuk anna dan abel" ujar sita mulai bercerita, Abel mengangguk setuju.
"Katanya gak boleh ghibah" jawab hawa sembari merapikan bukunya karena ingin makan terlebih dahulu.
"Ini bukan ghibah wa, tapi kabar yang sempat di isukan oleh semua santriwati pondok" balas Abel
"Berita apa? Mereka tau dari mana?" Tanya hawa lagi.
"Jadi tadi pas kita lagi makan di dapur tiba tiba si Siti masuk ke dalam sembari menangis, kita semua yang ada di sana bingung dong dan bertanya tanya" sita menjeda ceritanya.
"Terus?" Tanya hawa penasaran.
"Terus dia teh cerita katanya gak sengaja dia lewat di depan rumah nyai Aisyah dan kiyai Idris, dia mendengar Gus Adam dan ustadz Yusuf teh sedang berbincang di depan rumah" sambung Abel menceritakan kelanjutannya
'bang Adam sama ustadz Yusuf ngomongin apaan ya sampe bikin santriwati patah hati mendengar berita nya' ujar hawa dalam hatinya.
"Katanya ustadz Yusuf mau di jodohkan dengan anak kiyai Idris dan nyai Aisyah" sambungnya.
Seketika hawa terkejut dan membelalakkan matanya, terkejut sangat terkejut! mendengar berita itu dia fikir ustadz Yusuf di jodohkan dengan anaknya kiyai Idris dan nyai Aisyah, berarti akan di jodohkan dengannya karena mereka tidak punya anak perempuan lagi selain hawa.
"Wa? Hawa!" Teriak sita saat melihat hawa yang masih diam dan tidak berkomentar apapun selain menampilkan ekspresi wajahnya yang terkejut.
"I-iya!" Balasnya yang baru tersadar dari pikiran yang berkecimuk tidak karuan.
"Memangnya kiyai dan nyai teh punya anak perempuan kitu?" Tanya Abel.
"Mungkin" balas Fatonah.
"Siapa ya kira kira perempuan nya? Beruntung sekali dia mendapatkan ustadz yang tampan baik dan Soleh seperti ustadz Yusuf" kata sita yang sedang membayangkan wajah anak perempuan dari pemilik pesantren ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
ustadz untuk hawa
Teen Fictionkisah perjodohan antara putri dari pemilik ponpes darul ta'lim dan ustadz killer dari lulusan ponpes darul ta'lim. sungguh tidak pernah terfikir kan sedikit pun di benak hawa kalau dia harus di jodohkan dengan santri orang tuanya sendiri yang saat i...