18. Penolakan.

558 57 0
                                    


Nyata nya mencintai dalam diam itu, cukup lebih baik. Di bandingkan kita mengutarakan semua perasaan kepada nya yang berujung menjadi penolakan atau keasingan.

-Arsil

_______

Jam istirahat sudah berbunyi dan semua siswa-siswi sudah berada di dalam kantin sambil menyantap makanan nya masing-masing. Termasuk para remaja yang duduk di meja kantin paling pojok.

"Sayang, suapin gue dong." Ucap Alfan kepada Lia.

Lia yang sedang meminum air pun langsung menyemburkan air nya kewajah Luke. Dan Luke mengusap wajah tampan nya.

Arsil yang sedang memasukan baso kecil kedalam mulut nya langsung tersedak oleh baso itu. Aures langsung memukul-mukul leher belakang milik Arsil. Dan akhir nya keluar dan masuk kedalam mangkuk baso milik Dimas.

Alfan mengerjapkan mata nya berkali-kali, seperti tidak ada dosa."Kenapa?"

Arsil langsung menjitak kepala Alfan."Kenapa-kenapa, gara-gara ucapan lo gue hampir mati."

"Dan sasaran air murni nya ke muka gue." Samber Luke.

"Lo berdua pacaran?" Tanya Arden kepada Alfan dan Lia.

Lia menggeleng.

"Iya." Ucap Alfan.

Lia menatap tajam Alfan."Apaansi. Stop ya manggil gue sayang, gue itu bukan siapa-siapa lo."

"Si Danu nya mau di kemanain Lia?" Tanya Lio kepada Lia.

Lia menoleh."Hah, Apaansi gj dehc."

"Wouy, Wouy ada crush." Ucap Arsil, lalu memakai bedak nya.

Semua nya menoleh kearah pintu masuk kantin dan melongo.

"Lo suka sama Rayen ketua tim basket?" Tanya Lia kepada Arsil.

Arsil tersenyum malu dan mengangguk."Iya."

"Ungkapin sana, ungkapin." Sarkas Arden.

"Mau sih, tapi malu takut di tolak." Ujar Arsil.

Aures menyenggol tangan Arsil."Ungkapin aja, dari pada nanti Rayen di embat sama cewek lain."

"Kalo masalah di tolak mah urusan nanti. Yang menting kamu ungkapin aja dulu, dari pada di Pendem nanti sakit." Samber Mora yang dapat anggukan yang ada di meja tersebut.

"Oke deh, gue udah gak tahan Pendem perasaan dari kelas 10." Semangat Arsil sambil mengangkat kedua tangan nya dan berdiri.

"FIGHTING!!" Ucap semua remaja yang berada di meja tersebut Menyemangati Arsil.

Arsil berjalan kearah meja Rayen bersama kedua teman nya.

"Shut-shut siapa tuh kesini." Ucap Bimo sambil menyikut tangan Rayen.

Rayen mendongak."Arsil."

"Gila cantik bener." Sarkas Rendi.

"Hmm, Rayen." Ucap Arsil sambil menggaruk tengkuk leher nya yang tak gatal."Aku mau ngomong sebentar." Lanjut nya.

Bimo dan Rendi langsung tersenyum curiga kearah Rayen.

Rayen mengangguk."Silakan." Ucap Rayen, lalu menggeser sedikit duduk nyam agar Arsil duduk di sebelah nya."Duduk dulu."

Arsil menggerakkan kedua tangan nya."Eh gak usah. Tapi ngomong nya gak di sini."

Rayen melihat kearah arloji yang bertengger di tangan nya."Waktu gue cuman ada dua menit, gak bisa lama-lama, karena harus balik lagi ke GOR." Jelas Rayen.

Arsil langsung duduk di sebelah Rayen, lalu menatap kearah sahabat-sahabat nya yang sedang menatap kearah nya dengan tatapan berbinar. Arsil menatap kembali Rayen."Hemm gue." Ucap Arsil, tubuh nya mulai berkeringat dingin.

"Apa?" Tanya Rayen dengan lemah lembut.

"I've liked you long enough." Ucap Arsil dengan terbata-bata."Lo gak perlu Jawab atau pun apa."

Rayen mengerjapkan mata nya berkali-kali. Ia masih kaget dengan pengakuan perasaan Arsil terhadap nya."Ta-tapi gue." Ucap Rayen."Gu-gue minta maaf, tapi."

Arsil langsung berdiri."Oke gak papa, makasih. Gue pergi dan makasih gue udah tenang." Ucap Arsil dan langsung berlari keluar dari dalam kantin.

Sahabat -sahabat nya bertukar pandang. Lalu Lia dan Aures ingin berdiri. Namun keduluan oleh Dimas, yang langsung berlari keluar dari dalam kantin menyusul Arsil.

"Seperti Betmen, cepat sekali." Sarkas Alfan.

"Siapa nih tadi yang suruh ngungkapin perasaan Arsil ke Rayen?" Tanya Lia ntah kepada siapa.

"Itu si Arden." Ucap Aures sambil menunjuk kearah Arden.

Arden melotot dan menoyor jidat Aures."Lo juga sama."

"Nanti aku bakal minta maaf ke Arsil, ini semua salah aku." Ucap Mora. Sontak membuat semua nya menoleh kearah Mora dengan kompak.

"Loh ko kamu sih. Kan kamu cuman nyaranin." Ucap Lio.

"Hayo Mora, si Arsil sakit hati." Ejek Aures.

Lio menatap tajam Aures."Mau mati?" Tanya Lio penuh penekanan.

Aures langsung bersembunyi di ketek Luke.

***

Arsil terus saja berlari, sampai diri nya menabrak siswa-siswi lain nya  Tetapi ia tidak menghiraukan dan terus saja berlari kearah rooftop. Setelah sampai di rooftop. Arsil naik ke bangku yang didekat pembatas rooftop, lalu merentangkan kedua tangan nya.

"Kalo mau mati jangan di sini. Jan cari sensasi." Ucap Dimas sambil berjalan kearah Arsil dengan satu tangan yang di masukkan kedalam saku celana."Nih." Lanjut Dimas sambil melemparkan belati kebawah Arsil.

Arsil menoleh kebelakang, lalu turun dan menendang belati itu kearah Dimas."Siapa lagi yang mau mati." Ucap Arsil, lalu membalikan tubuh nya dan membiarkan angin menerpa rambut nya.

Dimas berdiri di sebelah Arsil."are you okay?" Tanya Dimas tanpa menoleh kearah Arsil.

Arsi menoleh sekilas."Ya, That's how it should be."

Dimas menyenderkan perlahan kepala Arsil di pundak nya.

Arsil mulai menangis dan semakin kejar. Dan Dimas pun membawa Arsil kedalam pelukan nya.

THE TWINS [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang