Nama dari Darren

2.8K 161 0
                                    


Kami saling diam di ruang rawat inap Rosid yang bak hotel bintang lima, setelah perdebatan soal ruangan yang ku anggap berlebihan, gak harus Rosid di ruang VVIP, cukup di ruang kelas satu atau VIP, dan soal yang bayar pun kami berdebat dan akhirnya aku ngalah, Darren menempatkan Rosid di ruang VVIP dan dia yang menanggung semuanya.

Darren tak mau lepas dari putranya, begitu juga dengan putranya meski tertidur dia akan menangis kalau ayahnya melepas gengamannya. Aku semakin takut kehilangan Rosid.

"Kamu tidak kembali ke Hotel??" Tanya Darren padaku, tanpa mengalihkan pandangannya dari putranya yang tersenyum menampilkan gusinya yang tanpa gigi.

"Enggak, aku udah ijin, anakku sakit, kamu tidak kembali ke acaramu??." Jawabku jutek, tanpa emebel-embel mas atau Der seperti biasanya.

"Enggak, sebentar lagi mamah sampai sini." Whaatt .. kenapa mama harus kesini, kenapa Darren tidak bilang dari tadi.

"Apa??? Mama kesini?" Aku kaget dan menatap tajam Darren.

"Hemmm... Dia juga berhak tau dong kondisi cucunya!" Aku mengusap kasar wajahku.

"Sebentar mamah telpon" dia menjawab panggilan telpon dari mama

"Halo mah...."

"..."

"Iya, di lantai tujuh, kamar nomor 708, kalau mama sudah sampai lantai tujuh keluar lif belok kiri ya mah"

"..."

"Langsung buka aja mah, gak di kunci"
Ternyata mamah telpon sambil jalan.

Dan saat pintu terbuka muncul seorang wanita berusia lima puluhan dengan gaya anggun memakai dress selutut dan rambut nya sebahu. Ya mungkin sekarang wanita itu sudah menjadi mantan mamah mertuaku.

Aku bergegas mencium tangan mamah Darren, dan dia memelukku.
"Wilu sayang kamu apakabar??? Mamah rindu, sama kamu" mama memelukku dengan sayang, dan aku tak mampu membendung air mataku, seorang wanita yang selama ini menganggap aku anak gadisnya dan sangat menyayangiku, begitu juga denganku yang juga menyayanginya.

"Kabar Wilu baik Mah... Mamah apa kabar??"

"Tidak pernah sebaik ini sebelumnya Wilu." Mamah menangis kembali memelukku.

"Kau hampir membuat putraku satu-satunya menjadi gila Wilu." Mamah mengelus pundakku, apa maksud kata hampir gila tadi?? Oh... Paling anak mamah mencari anaknya sampai hampir gila.

"Oh iya mana cucukku Wilu???" Tanya mamah sambil menatap Putranya yang duduk di samping brangkar dan menggengam tangan seorang bayi yang ikut menatap neneknya.

"Ya ampun Cucu oma.....kamu ganteng sekali nak... Kamu pesis Darren waktu bayi" Mamah mendekati cucunya dan membelai wajahnya.

"Lu.... Namanya siapa???" Tanya Mama

"Rosid mah... Muhammad Rosid Aquinas". Darren yang menyrobot menjawab pertanyaan mama.

"Kamu yang memberi nama Lu??" Tanya mama lagi

"Bukan, yang memberi nama Darren mah, dulu Darren pernah berkata sama Wilu, kalau anak kami laki-laki akan ku beri nama Muhammad Rosid Aquinas, kalau perempuan Anna Mariyam Aquinas. Dan ternyata dia benar laki-laki" Darren bangga dengan nama putranya. Ya, dulu dia pernah bilang begitu, makanya aku beri dia nama sesuai keinginan ayahnya.

"Ih... Kamu senyum... Seneng dengan nama pemberian papamu???" Putraku memang murah senyum, dia dengan siapa saya akan tersenyum kalau di goda. Duh persis papahnya gampang ke goda

"Makasih ya Lu, kamu memberi nama Muhammad Rosid Aquinas, seperti keinginanku". Darren menatapku dan mendekat padaku.

"Kamu belum makan, aku juga, sepertinya Rosid sudah tenang, disini juga ada Mamah, kita cari makan dulu di bawah?" Tawar Darren yang memang saat ini perutku lapar, karena belum makan, dan aku juga menyusui, namun tak kan ku biarkan putraku berada dengan keluarga Aquinas bisa-bisa anakku di bawa kabur.

"Hemmm... Aku belum lapar, kamu makan sendiri saja." Aku berjalan mendekati putraku.

"Ok, kalau begitu aku turun sendiri, kebetulan ada yang tertinggal di hotel, kamu butuh sesuatu??." Jawab Darren berlalu.

"Oh tidak terimakasih, nanti aku bisa minta tolong temanku mengantarkannya ke sini." Jawabku, tak mungkin kan Darren tak suruh ambil ASI ku di kulkas, aku melupakan ASI yang ku pompa saat di Hotel

"Temanmu bernama Clara??? Nanti aku bawakan yang kamu butuhkan". Jawab Darren berlalu dan sok tau apa yang aku butuhkan.

"Darren jangan lupa obatmu!" Mama Darren mengingatkan soal obat?? Obat apa itu?? Namun aku merasa gengsi menanyakan kondisi Darren pada Mama.

"Mamah sendiri ke Jakarta??" Aku memecah keheningan saat aku berdua di ruangan rawat inap Rosid, ya bertiga, namun putraku belum bisa di ajak ngobrol.

"Sama papa, dia di hotel dulu, menggantikan Darren." Ooh... Sama papa, kenapa Martha tidak ikut?? Padahal aku sudah siap di maki oleh martha saat melihat wajah mamah Darren tadi.

"Kapan dia lahir Lu??" Tanya mamah memandang kagum cucu pertamanya.

"Tanggal 9 September mah." Jawabku

"Lahirmu bareng pas papahmu oprasi kaki yang kedua nak." Oprasi?? Darren operasi apa?

"Memang Darren sakit apa Mah?" Akhirnya aku tanya kondisi Darren.

"Kamu ingat pas Darren bertemu orang tua Martha di RS? Saat Martha operasi?? Kata Darren kamu pulang duluan, dan Darren tidak bisa menghubungi mu karena batre hp nya habis, orang tua Martha sangat kalut pasalnya kondisi Martha kritis, dan Darren tidak tega meninggalkannya. Hampir dini hari Darren pulang ke apartemen, namun kamu tak ada pakaianmu sebagaian juga tak ada, ijazamu juga tak ada terus Darren ingin menyusul mu ke Jogja, karena Darren berfikir kamu perginya ke Jogja, kondisi Darren yang lelah, dan panik sehingga dia mengalami kecelakaan saat akan pergi ke bandara." Aku ter isak mendengar penuturan mamah, jadi Darren sempat mencariku.

Bersambung


Stuck With Best Friend Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang