Selamat membaca🌳🌳🌳🌳🌳
"Wilu.... Alhamdulillah kamu datang nak, kebetulan ibu baru saja bikin nasi kebuli." Bu Rahma menyambut ramah kedatanganku dan Darren, kebetulan Darren ikut, karena dulu sebelum menikah aku pernah berkata pada bu Rahma suatu saat akan aku perkenalkan dengan ayah anakku.
Aku memperkenalkan ke Bu Rahma, didepan beliau aku jujur kalau Darren itu suamiku, ayah biologis anakku.
"Alhamdulillah, ibu... Kebetulan Wilu lagi pingin makan nasi kebuli, ini dagingnya kambing ya bu??" Aku melihat sajiannya yang bikin aku ngiler apalagi acar nanasnya yang mengeluarkan aroma segar.
"Iya, boleh kok makan daging kambing, tapi acar nanasnya jangan ya, gak baik buat kandungan."
Kami makan bersama, dan saat adzan Isya' bu Rahma mengajak kami sholat dulu ke masjid, aku pun meng iyakan, dan aku melihat Darren yang terlihat kikuk, bu Rahma tidak tau kalau Darren mualaf, selama ini aku juga tidak pernah mengajak dia sholat.
"Nak Darren tidak ikut ke masjid???" Tanya bu Rahma, saat Darren tidak beranjak saat aku dan bu Rahma akan ke masjid.
"Mas Darren mualaf Bu, dia belum bisa sholat." Di depan bu Rahma aku memanggil Darren mas, karena bagaimanapun aku juga butuh pencitraan sebagai istri yang baik.
Meski saat ku panggil mas Darren , dia sempat heran dan beberapa detik terlihat bengong.
"Hemm heheh.... Iya bu, saya belum bisa sholat." Darren terlihat malu dan menggaruk tengkuknya gugup.
"Wilu..... Ini tanggung jawabmu, membantu suamimu belajar agama, jangan kamu biarkan dia gak bisa sholat, gimanapun suamimu itu imam mu, kalau gak bisa gimana besok ngajari anakknya??" Deg.... Perkataan bu Rahma bagai satu busur tujuh panah, dan semuanya tepat sasaran.
Aku memang tidak peduli, namun Dareen ku minta mengikuti keyakinan ku, berati aku berkewajiban membimbingnya, tapi aku tak pernah mengingatkan untuk beribadah.
"Nak Darren, mau belajar sholat??" Tanya bu Rahma lembut.
"Mau bu". Darren langsung mengangguk cepat
"Mari ikut ke masjid, ibu kenalkan dengan pak Yai di sana, nak Darren bisa belajar dengan beliu."
Darren ikut kami ke masjid, bu Rahma mengenalkan Darren dengan pak Nur Hasan, imam masjid di sana, Darren di ajari wudhu, dan di minta mengikuti gerakan sholat yang di lakukan oleh imam.
Aku kenal Darren lebih dari tujuh tahun baru kali ini aku merasa terharu melihat Darren dengan wajah basah sisa air wudhu, rambut basahnya, lengan bajunya yang di gulung sesiku.
Darren keluar dari tempat wudhu, dan kami beradu pandang, aku menatap dia kagum, dia akan sholat, Darren berjalan mendekat ke arahku dan menyipratkan sisa air wudhu ke wajahku yang masih terpesona melihatnya.
"Sudah cukup mengagumi ketampananku, sekarang kamu wudhu dan kita sholat!" Aduh Darren kenapa jiwa narsis mu merusak kekagumanku padamu.
Jam sepuluh malam kami baru pulang dari rumah bu Rahma, kebetulan malam ini ada pengajian di Masjid, kami di undang pak Nur untuk ikut pengajian, dan Darren akan belajar agama secara privat dengan pak Nur, Alhamdulillah Darren terlihat semangat ingin belajar agama.
"Lu... Makasih ya" Darren tersenyum mentapku sekilas dan kemudian kembali fokus pada kemudi dan jalan di depan
"Untuk apa??". Aku pun menatapnya sekilas kemudian pandanganku kembali ke luar jendela mobil.
"Kamu sudah mengenalkan ku ke bu Rahma, dan dari beliau aku kenal pak Nur, sehingga aku bisa belajar agama"
"Ya... Kebetulan saja, semoga kamu bisa belajar dengan baik, minimal kamu bisa menjadi imam untuk anakmu kelak." jawabku enteng
"Lu... Elo gak mau punya imam kayak... gue??". Tanya Darren terdengan pelan pas kata gue, namun masih bisa ku dengan.
"Hehh.... Maksud kamu apa??" Tanyaku memang aku gak paham maksud dia, sholat aja belum bisa sok sok an jadi imam aku.
"Ahh... Lupa kan saja, ngomong-ngomong kenapa kamu tadi panggil aku Mas di depan bu Rahma??".
"Pencitraan, aku gak mau di pandang buruk oleh bu Rahma." Lah wong aku hamil di luar nikah, siap coba yang gak mandang buruk, sok sok an pencitraan segala
"Bu Rahma sudah tau kalau kamu hamil, berarti beliau juga tau kisah kita Lu?"
"Yubb... Betul sekali, saat kamu tidur di rusun ku, aku tidur di rumah bu Rahma, dia seperti ibuku, aku nyaman dengan beliau." Mataku menerawang dan ingatanku flashback ke masa-masa aku terpuruk.
"Bu Rahma menyemangati ku, menyarankan aku berhijab, dan menyadarkan ku apa yang terjadi padaku adalah kehendakNya, dan aku harus ikhlas menerima semuanya". Tambahku
"Lu, bagaimana kalau memang ternyata kita ditakdirkan untuk bersama???" Darren menghentikan mobilnya di basemen, namun tangannya tidak beranjak dari kemudi seolah masih ingin duduk di dalam mobil.
"Bersama tanpa ada rasa? Akan saling melukai" jawabku sambil menunduk, aku tak sanggup melihat wajah Darren yang saat ini ku yakini sedang menatapku.
Perasaanku tak karuan, pipiku terasa panas, dan aku merasa jantungku berdetak tak karuan.
"Lu, dulu kita saling menyayangi, apakah rasa sayangmu kepadaku sudah hilang tak ada sedikitpun sisa??" Darren memegang pundak ku dan berusaha mencari sisa rasa sayangku padanya.
"Dar, rasa dulu yang aku miliki adalah rasa sayang seorang sahabat, kalau kamu ingin rasa itu tumbuh lagi tolong bersabarlah, karena tidak ada sahabat yang merusak sahabatnya."
"Mas.... Mas Darren, aku suka dengan panggilan itu". Dia mengalihkan pembicaraan kami.
"Ayolah Dar, itu cuman di depan Nenek, orang tua kamu dan bu Rahma". Aku tak tau dengan pemikiran Darren saat ini yang terlihat berbeda saat dia mengintimidasi aku dan menjebak ku dalam pernikahan ini.
Jangan lupa vote & koment ya🌟
Bersambung
KAMU SEDANG MEMBACA
Stuck With Best Friend
Cerita Pendek*END* Kisah dua orang sahabat yang terjebak dalam hubungan rumit **** "Dengar Darren, pernahkah gue bilang ke elo sebelumnya bahwa elo perkosa gue??? Pernahkan gue minta tanggung jawab ke elo soal kehamilan gue???". Aku sebenarnya marah, tapi apa ya...