"Gue kira pas sampe sini, gue bakal dapat gebukan, minimal satu dari elo."
Bima noleh sekilas, lalu balik lagi menghadap ke kolam, dengan mulutnya yang kembali menghisap asap dari vape di tangannya.
Raga mengedikan bahu, ia ikut mendudukan dirinya di anak tangga, berjarak kurang lebih satu meter dari Bima.
Bima mengadah, mengudarakan asapnya ke langit, lalu melirik Raga dengan ekor matanya, "Anak-anak sampe sini, auranya gak enak semua. Padahal sehari sebelumnya semua masih fine-fine aja. Anak-anak gue ajak ngomong gak ada yang nyaut. Rania, Salsa, sampe Senja. Bahkan Sonya Stella, nyokap bokap angkat tangan semua. Sampe gue sadar personil kita gak lengkap. Siapa yang paling kecewa ngeliat lo gak ada disini? Udah pasti Adel,
...Jujur, yang pertama kepintas di otak gue, balik dari sini kudu buat lo babak belur. Tapi beda cerita lo tau-tau jadi nyusul, gatau tuh drama kapan bikinnya. Untung anak-anak percaya..."
"Tapi sayangnya gue gak semudah itu bisa percaya." Sambung Bima lagi membuat Raga mendecak singkat.
Menyandarkan punggungnya ke dinding tangga, meluruskan kakinya ke bawah, Raga memutar-mutar ponselnya di tangan kanan. Matanya berpusat ke arah ujung kolam, yang setelahnya membuatnya menghela nafas panjang yang terkesan berat.
"Lo yang mutusin Adel, kenapa lo yang masih kek orang gila gini sih?" Ketus Bima lalu ngedecih.
"Galau lo? Belum moveon?"
"Ya gak gitu." Suara Raga pada akhirnya, "Gue sama Adel dah kenal dari kecil, aneh rasanya kalau gue harus datang ke tempat yang punya moment buruk di masalalu gue."
"Masalalu lo sama Adel." Sela Bima meralat, "Ni villa bukan cuma jadi kenangan buruk buat lo, tapi buat Adel juga. Bahkan kebayang gak lo gimana rasanya jadi Adel, dia harus kudu nurut aja kalau di ajak kesini, nolak gak enak, toh villa nyokapnya ini. Tapi gak nolak, perasannya yang hancur, kebayang-bayang moment hancurnya dia. Disini pertama kalinya dia punya hubungan sama cowok, disini juga hubungan yang dia jalanin dengan suka cita, tandas tanpa tau alasan yang jelas."
Bima terkekeh sinis, menatap miris Adel yang lagi ngobrol berdua sama Mamahnya, tante Jiho, di ujung kolam sana.
"Sedih banget gue ngeliat Adel kek gini sekarang, berubah banget. Yang jelas-jelas berubahnya Adel tepat setelah putusnya kalian."
Raga mengunci mulutnya. Mau membalas semua ucapan Bima, tapi hanya sampa di kerongkongan, tak bisa terucap dengan kata-kata.
Raga tau betul dan mengerti apa yang Bima katakan barusan. Karena jujur sampai sekarang pun, rasa bersalah masih terus menghantui perasaannya kala bertemu Adel. Tapi karena memang pada dasarnya mereka sudah berteman dari kecil, membuat Raga mau gak mau harus bisa bersikap biasa kembali terhadap Adel, seakan-akan tidak pernah ada suatu yang spesial terjadi diantara keduanya.
"Sori."
Satu kata itu yang cuma bisa Raga keluarkan dari mulutnya. Daripada mengungkapkan pembelaan, ataupun penjelasan, sepertinya hanya ungkapan maaf yang bisa Raga ucapkan.
"Sori lo gak berarti apa-apa untuk gue, tapi mungkin bisa berefek lain kalau lo minta maaf ke Adel langsung."
Raga menghela nafas, "Gue gak bisa ngomong masalalu sama Adel, seenggaknya gue gak mau buat dia makin tertekan gara-gara ini."
"Cih." Bima mendecih, ia menggeleng-geleng tak percaya.
Raga tiba-tiba terkekeh ngeliat Bima yang menatapnya sinis, "Lo kenapa si anjir?! Masih dendam lo, gegara gue gak ngerestuin lo sama Rania?"
![](https://img.wattpad.com/cover/299367306-288-k78350.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
TENTANG KITA || 01L 02L ft 97L [SQ Anak Gang]
Fanfiction"HEH anjing! Ini apaan lembek-lembek gin--" "RANIA IIHH BUANG! KODOK ITU!" "ANJ--AAHHH ADEL JIJIKKK!" "MANA WOY! AWAS!" "ITU LONCAT KE BUNDA UNA!" "AAAIIHHH JUNGKOOK!" "WOYY LONCAT LAGI!" "SALSA JAUH-JAUH!" "AAAA BANG BIMA USIR!" "OGAH! RANIA AMBI...