32. Tentang kita

367 57 2
                                    

"Del..."

"Hm."

"Ngomong atuh? Diem-diem aja daritadi."

"Ngomong apa? Gak ada yang pengen gue omongin."

Raga melirik sekilas Adel yang asik memandangi pemandangan jalanan yang mereka lewati dalam diam. Lalu melirik spion belakang, dimana mobil rombongan teman-temannya menyusul beriringan dibelakangnya.

Tiba-tiba Raga menepikan mobilnya membuat Adel mau gak mau tersadar dari lamunannya, ia melirik Raga yang kini membuka lebar kaca jendelanya, memberi isyarat agar mobil belakang yang dikendarai Bima menyusul,

"Apaan?" Seru Rania yang ada di samping Bima, dibelakangnya ada Bunda Eunha yang ikut membuka jendelanya penasaran,

"Kenapa bang?"

Raga terkekeh, "Gapapa tan. Bim duluan, suruh anak-anak ngekor lo, tar stop di rest area pertama, gue nyusul."

Mendengar suara klakson dari beberapa pengemudi lain yang meminta akses jalan untuk dilewati, tanpa banyak tanya, Bima menginjak dalam pedal gasnya, membuat rombongan kendaraan teman-temannya yang lain ikut melewati mereka sambil melambaikan tangan.

Setelahnya hanya hening yang tercipta diantara keduanya, baik Raga juga Adel sama-sama engganmembuka topik obrolan lebih dahulu.

Mereka lebih asik mengamati pemandangan yang tersaji dihadapan keduanya. Raga menepikan mobilnya di tempat yang pas, tepat di puncak darajat Bogor. Gitu juga dengan timingnya yang entah kenapa seakan ikut-ikutan sedang berada di pihak laki-laki itu sekarang.

"Mau turun bentar gak?" Tawar Raga setelah menarik lepas sabuk pengamannya.

Tanpa menjawab Adel lebih dulu keluar dari mobil, berjalan menepi ke arah besi pinggiran jalan yang membatasi aspal dengan jurang yang ada dihadapannya. Tak terlalu terlihat pemandangan yang ada dibawah sana, soalnya tertutup kabut putih nan cantik yang malah membuat mood Adel naik drastis pagi ini.

Raga berdiri bersandar pada kap mobil, mengamati sosok Adel dari belakang.

Tiba-tiba Adel membalikan badannya membuat Raga tersentak kaget, "Mau kemana?"

Adel berdiri kikuk, lalu menggeleng, "Enggak, gak jadi. Kirain lo gak jadi keluar."

Raga terkekeh gemas, ia menarik pelan lengan Adel untuk ikut berdiri disisi kanannya, bersandar pada badan mobil, menghadap gumpalan kabut putih di depan mereka.

"Ngapain berhenti?" Tanya Adel pada akhirnya, dia penasaran kenapa Raga tiba-tiba menghentikan laju mobilnya, tapi mau bertanya dirinya terlalu ngerasa canggung.

"Pengen ngobrol berdua lah. Dari kemaren lo mau dibawa ngobrol, lari mulu. Sekalinya bisa berdua, keganggu mulu sama yang lain." Gerutu Raga sebal, membuat Adel diam-diam terkekeh.

"Jadi... Lo udah tau kan Del?" Suara Raga lagi tiba-tiba.

Adel menoleh dengan kening mengerut, "Tau apa?"

Raga ikut menoleh, lalu melempar senyum kecilnya, "Tau alasan kenapa kita bisa selesai dua tahun yang lalu? Ya walaupun cuma salah paham, tapi memang itu satu-satunya alasan kenapa gue nyetop semua tentang kita, sebelum semuanya terlanjur, karena gue juga gak tau apa-apa waktu itu."

Adel tak menjawab, ia lebih memilih diam, menikmati hembusan dingin angin menerpa wajahnya, sesekali membuat rambutnya terbang kesana-sini.

"Perasaan gue sama sekali gak ada yang berubah, malah terus nambah. Tapi ya gitu, gue gak bisa ngambil tindakan selain nurutin bokap, gue takut gak bisa jawab pertanyaan lo, sedangkan gue sendiri gak tau alasan pasti kita harus stop."

Tangan Raga terulur untuk membenahi rambut hitam nan panjang milik gadis disampingnya, "Tapi semuanya udah kejawab sekarang kan, pertanyaan lo yang sebenarnya juga jadi pertanyaaan gue. Semua salah paham, gue juga minta maaf atas pikiran dan permintaan kolotnya Papah, dia cuma panik, dia takut anak dari teman kesayangannya dulu, kenapa-napa lagi, Papah takut Ibun Lisa bakal kehilangan lagi, itu yang jadi alasan kuat Papah nyuruh gue stop sama lo, biar gue lebih fokus jagain Cella sama Sonya, walau caranya salah."

"Gak ada yang salah." Saut Adel menyela, "Om June gak salah, dia cuma gak mau salah satu anak-anaknya terluka lagi, terlebih kalau itu anaknya Ibun Lisa, perginya Mbak Shua akan tetap ninggalin luka mendalam untuk kita semua, terutama Ibun. Semuanya jadi trauma, Ga. Termasuk gue, gue juga gak mau adek-adek gue kenapa-napa. Jadi sepertinya perjodohan kemarin bukan ide yang buruk? Kenapa gak coba ajak bicara Sonya baik-baik, pasti dia juga mau ngerti."

Reflek Raga mendecak keras, "Gue ngajak lo kesini bukan mau ngebahas itu." Serunya ketus, membuat Adel lagi-lagi terkekeh kecil.

"Gue cuma pengen ngejelasin semuanya, meluruskan salah paham diantara kita. Bahkan kalau gue boleh berharap lebih, gue juga pengen, lo bisa balik lagi sama gue, Del."

Senyum ringan otomatis terpatri di wajah si gadis, tangannya terulur untuk mengelus pelan rahang tajam milik Raga, laki-laki yang udah ia kenal dan mengenalnya sedari kecil, laki-laki pertama yang berani mengenalkan Adel dengan yang namanya jatuh hati, laki-laki pertama juga yang mengenalkannya kepada apa yang namanya patah hati.

"Dari dulu gue gak pernah mengharapkan apa-apa, gue cuma mau penjelasan dibalik hilangnya lo secara mendadak yang buat gue kaget, harusnya lo jelasin ke gue saat itu juga, apapun yang ganggu fikiran lo, bukan kabur-kaburan ninggalin gue tanpa penjelasan...

Tapi gapapa, balik lagi gue gak mengharapkan apa-apa, penjelasan barusan cukup buat penasaran gue lega, minimal perasaan gue gak gantung lagi, lalu sekarang, banyak hal penting yang harus kita urusin, ketimbang membahas lagi tentang kita..."

Raga terdiam ditempatnya, Adel masih memandangnya, melempar senyum hangat yang malah membuat sesak di dalam hati Raga.

Tangan kecil yang masih menetap dipipinya itu Raga genggam, menyalurkan rasa hangat ditengah cuaca yang dingin pagi ini.

"Raga belum moveon Del."

"Iya tau. Adel juga belum moveon Ga. Tapi semuanya udah lewat, yang udah rusak biarkan rusak, jangan di sentuh lagi, biar sekarang jalan dengan semestinya, lanjutin lagi seperti biasa, seolah gak pernah terjadi apa-apa diantara kita dulu."

Memang, selalu penyesalan datangnya di akhir. Dan sekarang Raga nyesal, kenapa dia gak dari dulu mencari tahu apa penyebab Papahnya meminta Raga menyelesaikan hubungannya dengan Adel tanpa alasan yang jelas. Kenapa juga Raga gak langsung jelasin ke Adel apa penyebab dia mutusin Adel waktu itu, atau juga kenapa Raga gak lebih tegas menolak permintaan Papahnya, padahal bisa aja Raga berbicara langsung dengan Adel, dan mungkin mereka bisa memilih jalan lain, backstreet misalnya.

Raga menyesali kebodohannya yang bahkan hanya berdiam diri di tahun-tahun  lalu. Menyesali semuanya kenapa harus dia dan Adel yang mengalami kisah pahit ini, kenapa bukan orang lain.

Adel membuka lebar tangan Raga, menjatuhkan badannya masuk ke dalam pelukan laki-laki dihadapannya, membuat Raga terhenyak kaget.

Adel melingkarkan tangannya di pinggang Raga, sesekali menepuk pelan punggung temannya ini,

"Jangan menyesalkan apapun, cuma bikin kamu sakit, cuma akan ninggalin luka yang lebih dalam lagi untuk kamu, aku, kita. Gapapa, perlahan tapi pasti, kita pasti bisa moveon."

TENTANG KITA || 01L 02L ft 97L [SQ Anak Gang]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang