17 : KENYATAAN PAHIT UNTUK GALAKSI

3K 281 30
                                    

Memasuki bulan ke delapan, Kaluna makin merasa sulit bergerak. Dia juga merasa lebih sering lelah. Di pagi hari, Galaksi sering mengajaknya untuk berjalan-jalan di sekitar komplek.

Ananta juga lebih sering mengunjungi Kaluna, sekedar memeriksa keadaan menantunya di saat Galaksi tidak di rumah. Terkadang Meisya dan Milka ikut menemani Kaluna, tapi tidak sering.

Sekarang, Ananta datang sendirian. Dia menemani Kaluna yang hanya diam di sofa dan menonton televisi.

"Tadi telponan sama siapa?" tanya Ananta meletakkan sebuah piring dan secangkir minuman di meja.

"Telpon kak Hana, ma. Dia bilang kangen, tapi gak bisa keluar," jawab Kaluna. "Makasih, ma."

Ananta ikut duduk di samping Kaluna. "Mama tuh suka heran sama dia, udah tinggal nunggu persalinan. Tapi masih gak mau diam," ketus Ananta merasa kesal dengan pegawai yang sudah sangat dekat dengannya.

Kaluna tersenyum. "Namanya juga aktif, kak Hana tu suka lupa diri kalau dia lagi hamil."

Ananta tersenyum, dia menatap Kaluna lekat. "Kulit kamu halus banget, lembut dan bersih. Kamu mandi susu, ya?"

Kaluna menggeleng dan tertawa kecil. "Enggak, ini keturunan kayaknya. Soalnya ibu juga begini," jawab Kaluna.

"Pasti ibu kamu cantik banget, karena anaknya juga sangat cantik," ujar Ananta mengelus rambut Kaluna.

Kaluna tersenyum, tanpa menjawab. Dia memakan buah yang di bawa Ananta, mertuanya itu sangat perhatian. Ananta jadi sering merasa sosok ibunya kembali hadir, meski jelas saja berbeda. Tapi Kaluna merasa jauh lebih baik.

"Kaki kamu sudah bengkak, kamu harus sering-sering gerak, tapi jangan sampai kelelahan juga," ujar Ananta mengingatkan. "Kata Galaksi, kamu juga sering sesak. Kamu kenapa gak periksa ke dokter, sih? Takutnya parah."

"Mungkin karena perut Kaluna, ma. Kan makin besar, jadi Kaluna makin ngerasa susah napas."

"Mama cuma khawatir, kamu ini masih sangat muda. Hamil di usia tujuh belas tahun itu sangat beresiko, apalagi kamu mengurus semuanya sendirian, mama gak mau kamu dan bayi kamu kenapa-kenapa."

Kaluna tersenyum. "Semoga Kaluna dan dedek bayinya sehat ya, ma. Kaluna merasa baik-baik aja, kok. Mama jangan khawatir."

Ananta mengangguk. "Mama senang kalau begitu, mama cuma takut."

Tok tok

Kedua menoleh, Samudra muncul dengan dua orang di belakangnya.

"Pa, ini apa?" tanya Kaluna heran.

"Perlengkapan untuk cucu," jawab Samudra. "Di letakkan dimana? Nanti anak kamu tidur satu kamar dengan kamu, kan?"

Kaluna mengangguk. "Iya, pa."

"Ayo ke kamar kamu, kita susun semuanya."

Dengan wajah polosnya Kaluna mengangguk, dia masih bingung apa uang akan Samudra lakukan. Banyak barang-barang di luar, Kaluna membuka pintu dan masuk.

Samudra menatap kamar itu, dia mengajak seseorang ikut masuk. "Apa bisa, pak?" tanya Samudra.

Orang itu mengangguk. "Bisa, pak. Isi kamarnya tidak banyak. Kita letakkan di sudut sini sana, biar ranjangnya di dekat ranjang ibunya."

Samudra mengangguk. "Langsung bawa kesini," ujar Samudra.

Setelah menyusun segala barang-barang, orang-orang suruhan Samudra pamit. Kaluna menatap Samudra dengan pandangan rumit.

"Pa, seharusnya papa gak perlu repot-repot. Kaluna jadi gak enak," ujar Kaluna.

"Kenapa? Ini untuk cucu papa, lagian kamu ini anak papa," balas Samudra.

Bad Seventeen [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang