Kaluna Wastu Kencana, gadis cantik nan anggun yang baru saja memasuki umur 17 tahun.
Tapi bagaimana jika semuanya hancur dalam satu malam?
Kaluna harus kehilangan ayah dan ibunya tepat di malam ulang tahunnya, bahkan lebih parahnya, dia harus kehil...
Pagi yang sangat cerah, Kaluna membuka matanya dan tersenyum. Hari kedua, batinnya. Dia segera bangun dan mandi.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Setelah menggunakan dasternya, Kaluna berjalan menuju dapur. Lalu membuka kabinet atas, Haris mengirim pesan jika dia sudah menyiapkan susu yang biasa Kaluna minum di kabinet itu.
Kaluna langsung menyeduh susu dan meminumnya, setelah itu dia membuka semua tirai jendela. Membuka pintu dan menyapu setiap sudut ruangan. Meski harus dengan pelan, Kaluna menikmati segala kegiatannya.
Setelah menyapu dan mengepel, Kaluna berdiri di teras rumah. Sinar matahari menerpa kulit putihnya, Kaluna duduk di kursi teras dan menikmati matahari pagi.
Beberapa orang tengah melakukan aktivitas pagi, dia melihat beberapa laki-laki tua tengah berlari di trotoar jalan. Tidak dia sangka, mereka menyapa Kaluna bahkan berhenti di depan pagar rumahnya.
"Baru pindah?" tanya salah satu dari dua laki-laki tua itu.
Kaluna berdiri dan menghampiri mereka. "Iya, pak. Saya Kaluna, baru aja datang semalam."
"Saya Sultan, ketua rukun tetangga disini. Rumah saya yang sebelah sana, warna biru. Kalau ada apa-apa kamu bisa kabari saya, sebenarnya kemarin sudah ada yang datang dan bilang kalau kamu mau tinggal disini," ujar pak Sultan tersenyum.
"Saya Heri, rumahnya tepat di sebelah kanan rumah kamu. Semalam saya dan istri lagi gak di rumah makanya gak tau," ujar pak Heri.
Kaluna mengangguk. "Iya, pak. Saya mohon bantuannya. Kalau misal saya butuh sesuatu, mungkin aja saya akan merepotkan bapak-bapak disini."
"Jangan begitu," sela pak Sultan. "Semua yang tinggal di kompleks matahari ini bertetangga dengan baik, jadi jangan canggung. Orang-orang yang tinggal disini, rata-rata sudah berkeluarga semua. Lebih banyak yang berusia lanjut, jadi kamu harus sapa mereka kalau bertemu."
"Iya pak, akan saya lakukan."
"Pokoknya kalau ada apa-apa, bilang ke istri saya. Dia selalu di rumah, kok." Pak Heri berujar.
"Halo!" sapa seorang ibu-ibu berjilbab.
"Ke pasar, bu?" tanya pak Sultan basa-basi.
"Iya, pak. Biasalah," jawab ibu itu. "Eh ada ibu hamil, cantiknya."
Kaluna tersenyum. "Kaluna, bu."
"Saya Aida, rumahnya yang warna kuning itu. Main-main kerumah kalau gak sibuk," ujar bu Aida.
"Iya bu, nanti main kesana."
"Kami lanjut lari dulu, nak Kaluna, bu Aida," ujar pak Heri.
"Iya pak, silahkan."
Bu Aida tersenyum. "Sudah berapa bulan?"
"Masuk lima, bu."
"Aduh cantik sekali kamu, nak. Sehat-sehat, ya. Semoga bayinya juga sehat," ujar bu Aida. "Kalau gitu ibu ke pasar dulu. Nanti kesiangan."