Happy Reading🌻
Sementara itu, seorang gadis masih berada di posisi sama, terbaring di lantai dengan darah segar yang terus keluar dari pelipisnya. Sedikit demi sedikit, kesadarannya mulai kembali. Ia mengerjapkan matanya perlahan, mencoba untuk bangkit.
Penglihatannya sedikit mengabur akibat rasa sakit di kepalanya. Tak lama terdengarlah suara kunci pintu diputar, menandakan ada seseorang yang akan masuk. Gadis malang itu pun berusaha berdiri dengan bertopang pada pinggiran ranjang.
“Sintia!” ucap Mateo panik ketika melihat kondisi Sintia yang sungguh tragis.
“Kenapa bisa, kayak gini? Kamu nggak coba buat bunuh diri, kan?” tanya Mateo cemas.
Sintia menggeleng lemah. Mateo pun kalang kabut. Dengan panik ia mengangkat Sintia dan membaringkannya di ranjang, kemudian segera memanggil dokter yang memang selalu stand by di tempat itu.
“Gimana keadaan dia, Dokter?” tanya Mateo panik saat Sintia kembali tak sadarkan diri.
“Kepalanya seperti terbentur sesuatu dengan cukup keras. Karena itulah sedikit mengganggu sistem sarafnya. Tapi, untungnya tidak terlalu parah,” jawab Dokter Zolan.
“Kapan dia sadar?”
“Saya tidak yakin, tapi saya sudah menyuntikkan antibiotik untuk mengurangi rasa sakitnya.”
“Terima kasih, Anda boleh pergi,” ucap Mateo.
Dokter Zolan mengangguk, kemudian segera pergi meninggalkan ruangan.
“Kenapa bisa kayak gini, sih? Padahal aku nggak ada niatan buat nyakitin kamu, seperti orang sebelumnya. Apa mungkin mereka yang buat kamu, kayak gini?”
Seketika pandangan Mateo berubah tajam. Ia curiga, pasti ini adalah ulah Romi dan Rafa, mengingat kedua pemuda itu tidak menyukai Sintia karena gadis itu yang paling tahu segalanya.
Saat itu juga, Mateo pun datang dengan napas yang memburu. Tanpa aba-aba, ia langsung menarik Romi dan meninju rahang pemuda itu dengan kuat. Hal yang sama juga ia lakukan pada Rafa.
“Woi! Kenapa, lo?!” teriak Romi tak terima.
“Sembarang lo mukul-mukul!”
“Kalian apain Sintia sampai luka, kayak gitu? Kalian apain?!” bentak Mateo penuh emosi.
“Heh! Kita itu cuma sekadar menyapa cewek lo. Dianya aja yang nggak bisa disapa dengan ramah,” jawab Rafa.
“Kurang ajar!” Mateo lantas memukul Rafa dan Romi dengan membabi buta. “Mana terima kasih kalian, ha?! Berani-beraninya kalian sakitin, cewek gue!” teriak Mateo sembari terus memukul, meninju, serta menendang Romi dan Rafa.
Di saat-saat perkelahian yang terjadi di antara mereka, ternyata Sintia memanfaatkan situasi, tanpa ada yang menyadari. Gadis itu mengendap-endap pergi keluar.
Jujur saja, Sintia telah sadar tak lama setelah Mateo keluar. Setelah memaksakan diri, akhirnya Sintia dapat berdiri dan berjalan tertatih menuju pintu keluar. Beruntungnya, pintu itu tidak terkunci. Sepertinya Mateo lupa menguncinya. Ia pun berhasil membuka pintu tanpa mengeluarkan suara yang kuat. Sintia memandang sekitar dengan awas, memastikan bahwa tidak ada penjaga yang melihatnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
IPS📚 (Terbit)
Novela Juvenil[SUDAH TERBIT] [PART MASIH LENGKAP] Info pemesanan bisa hubungi kontak office Lintang Semesta Publisher yang terdaftar. 1) 087737793270 (Erlina) 2) 085591485610 (LDC) 3) 085233772561 (Aini) 4) 085217041832 (Penulis) Atau bisa melalui Shopee dengan n...