Menjelang ending, semoga kalian tidak bosan nunggu book ini update. 300 komen ya, bisa?
..
Air mata rasanya tak kunjung usai mengaliri pipi Adelia. Azzam yang sudah kembali ke Ibu Kota kaget saat diberitahu jika Bapak telah berpulang. Padahal kemarin ia mengunjungi sang sahabat karena berita bahagia, kini ia kembali menundukkan kepala saat mendengar kabar laki-laki sepuh yang menikahkan sahabatnya itu tak lagi bisa disapa.
Lo yang kuat ya, Dul. Apapun yang terjadi, rejeki, jodoh, maut, semua hak Allah yang menentukan kapan mereka datang. Gue yakin lo bisa nglewatin ujian besar ini. Gue berdoa buat lo, setelah ini gak akan ada lagi ujian sebesar ini.
Setelah jenasah Bapak dibawa mobil ambulans, pada saat itu Adelia baru menyadari jika ini nyata. Nanti setelah tanah terakhir diletakkan di pusara, sampai kapanpun dia tidak akan pernah melihat Bapak lagi.
Terduduk lemas di bangku plastik yang sengaja Timor bawa dari rumah sang mertua, perempuan itu mengusap wajah berkali-kali. Rasanya sangat sesak menyembunyikan tangis di balik masker. Tanpa peduli prokes, ia turunkan masker dari wajah, ditumpahkannya rasa sedih yang sedari kemarin menumpuk lewat tangis.
Gilang dan Timor sendiri berada di jajaran pria yang mengusung keranda Bapak menuju peristirahatan terakhirnya, sampai turun ke liang lahat menidurkan Bapak.
"Sudah menghadap kiblat?"
"Sudah," Timor bersiap untuk mengadzani untuk yang terakhir kalinya bagi Bapak. Sontak ketika lantunan adzan terdengar, tangis Mama dan Laras tak terbendung. Dalam dekapan Gilang, Laras berusaha tegar. Ditambah dua adik dari Ibu sambung juga terlihat jongkok di tepi liang lahat dengan wajah suram.
"Allahuakbar allahuakbar, laillahaillah...," Timor mengakhiri adzan dengan membacakan Alfatihah, mengusap wajah lantas mendongak ke atas. Laki-laki itu ditarik ke atas oleh salah satu pelayat. Meski dalam kondisi pandemi, sanak saudara yang bertempat tinggal di Jakarta dan sekitarnya masih sempat mengikuti jalannya pemakaman.
Timor menoleh ke belakang mengecek keberadaan Adelia. Sang istri menatap kosong liang lahat yang mulai tertutup oleh tanah, di sampingnya berdiri Ibu yang berusaha menguatkan. Keluarga Timor juga hadir, Abram dan Trias berdiri agak menjauh dari kerumunan, sementara Bapak dan Ibunya Timor berada tidak jauh dari Adelia duduk meratapi kepergian orang tuanya.
"Astaghfirullah..," ujung hidung Adelia memerah, kelopak mata sembab, suaranya tersenggal menahan puncak dari kesedihan, pada akhirnya ia harus menghadapi kenyataan yang sangat tidak ia inginkan untuk datang pada saat ini. "Maafin Adel ya, Pak." Lirihnya berkali-kali.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pulang
General Fiction[Tamat] PHK itu... Putus Hubungan Kasih atau Putus Hubungan Kerja? Adelia sabar menunggu kapan nasib baik berpihak padanya, tapi katanya Tuhan tidak tidur. Dia ingin pembuktian. Patah hati jelas menyakitkan, tapi agama adalah alasan kenapa ia merel...