12_Rival

1.4K 345 445
                                    

300 Komen? Play Mulmed Only by Lee Hi

..

Sepertinya semesta sedang tidak bersahabat dengan Trias. Setelah kemarin sore pulang kehujanan, kini dia kembali terjebak banjir semata kaki karena derasnya kucuran air dari langit. Genangan air tidak dapat mengalir lancar karena perbaikan jalan, alhasil dengan berbalut jas hujan egois –ia menyebutnya demikian karena tidak bisa untuk berbagi, Sulungnya Pak Siswo memutuskan untuk berhenti berteduh di deretan sebuah ruko di pinggir jalan.

Berlari kecil meninggalkan motornya tergeletak diguyur banyu langit, Trias merapatkan tubuh, dipastikan tas selempangnya masih aman tertutup jas hujan.

Uhuk! Uhuk!

Karena sedang musim korona, Trias bergeser menjaga jarak supaya tidak dekat-dekat dengan sumber suara. Sudah ndepipis seperti anak kucing kehilangan induk, kedua matanya menyipit saat dari kejauhan ada orang lain berlari ke posisinya saat ini.

"Maaf, permisi," suara berat terdengar, mau tidak mau Trias memberi ruang.

Melirik sekilas, laki-laki di sampingnya terlihat basah kuyup parah. Mungkin karena jarak yang cukup dekat, Trias langsung memalingkan muka saat laki-laki di sebelahnya menoleh ke arah kanan. Trias berada di sebelah kanan laki-laki itu omong-omong.

"Ngiyup, Mbak?"

"Iya," Trias mengangguk. Sepertinya pertanyaan itu tidak perlu dijawab, memang ngapain lagi di sini kalau gak neduh, Bambang?

"Deres banget, cucianku..," gumaman terdengar.

Alis Trias bertaut, cucian? Batinnya. Lucu banget seorang laki-laki mikir cucian, bukannya biasanya perempuan yang mengeluh soal jemuran?

Kling, suara ponsel terdengar, Trias melirik sekali lagi, tangannya putih banget. Tiga kata itu terlintas begitu saja saat melihat punggung tangan keluar dari saku celana laki-laki di sampingnya tersebut. "Eh?" Trias menutup bibir, takut keceplosan. Tapi kan hujannya deras banget, tenang, aman.

"Iya sek, aku lagi ngiyup. Jangan buka pintu, jagain Bapak."

Trias sedikit bergeser ke kiri karena ketrocohan air hujan yang mulai mengganas disertai angin. Mengikis jarak, dia sayup-sayup mendengar nada menenangkan dari laki-laki berkulit putih tadi.

"Tak tutup, assalamu'alaikum."

"Wa'alaikumsalam," Trias menjawab.

Tanpa diduga, laki-laki itu menoleh ke kanan lantas bergeser ke arah talang air dan memberikan ruangnya untuk Trias. Bak seorang pahlawan, sepertinya dia rela untuk berhujan-hujanan demi sang putri. "Geser sini, Mas. Nanti tambah keujanan." Mana orang di sebelah Trias kembali batuk-batuk. Untung dia pakai masker.

"Apa?"

"Geser sini, gak apa-apa. Panjenengan kan gak pake jas hujan." Trias berkata mirip orang teriak-teriak.

"Iya," Laki-laki itu menurunkan masker hingga dagu, "saya naik mobil, parkir agak jauh dari sini."

"Ah, oke." Jawabannya gak nyambung tapi tidak masalah. Sebetulnya Trias sedang berusaha mengingat di mana pernah melihat wajah putih pucat di yang sedang ia tatap saat ini.

"Mbak naik motor?"

Trias mengangguk, diliriknya name tag yang masih menggantung di depan dada, "Meru," bacanya. Wow familiar sekali, ingatan Trias yang tokcer langsung ingat di mana mereka pernah bertemu karena nama yang unik.

PulangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang