08_Satu Langkah Lebih Dekat

1.7K 348 294
                                    

Saya lagi sibuk banget. Posting pendek dulu, terima kasih komennya part kemarin. Update setelah 200 komen. Play mulmed Merepih Alam by Chrisye.

..

Angin sore menerpa wajah Adelia, terselip sedikit ketenangan saat kedua mata dipejamkan. Sudah berapa lama dirinya tidak menikmati sentuhan alam? Selama apa ia mengurung dirinya di dalam rutinitas yang membuatnya seperti robot, harus begini, harus begitu, memutar otak setiap membuka mata di pagi hari, berpikir bagaimana caranya bisa bertahan hidup di tengah gempuran kerasnya efek pandemi yang membuat perekonomian keluarga kecilnya merosot tajam.

Berbeda dengan Adelia, Timor cukup menikmati senja yang terpapar di hadapannya. Perlahan langit mulai menampakkan semburat orange, matahari seolah pamit tenggelam di batas cakrawala. Dalam hitungan menit, malam akan menyambut keduanya. Tanpa sadar Adelia bergumam pelan, nada yang dilantunkan terdengar tidak asing meski Timor tidak menemukan apa judul lagu yang tepat.

"Bagus ya?" Kata laki-laki yang tidak juga memindahkan atensinya mengamati wajah Adelia.

Perempuan itu membuka kedua kelopak mata. "Iya," berhubung hanya ada mereka berdua di bangku taman, sengaja Adelia mengangkat kedua kaki lantas bersila setelah meminta ijin pada Timor, tadi.

"Di Jakarta kalau mau kayak gini harus nyari waktu."

"Maksudnya?"

Adelia menurunkan masker, dihirupnya udara sore hingga memenuhi rongga paru-paru. Tidak banyak orang di pantai, apalagi menjelang maghrib seperti ini. "Saya gak ada waktu piknik kalau di Jakarta," Adelia mengerjap seraya melayangkan tatapan pada cahaya mentari yang pelan namun pasti mulai menghilang diganti oleh pendar dari lampu penerangan jalan.

"Makanya kamu saya ajak ke sini."

Adelia tiba-tiba menoleh ke samping, membuat Timor salah tingkah karena sedari tadi kerjaannya hanya mengamati setiap gerak-gerik dirinya saat memejamkan kedua mata. "Makasih."

"Sama-sama," Timor mengusap ujung hidung lantas buang muka ke arah lain. "Kamu belum liat wisata alam lain di sini, kapan-kapan saya ajak jalan."

"Gratis?" Adelia menumpukan kedua telapak tangan di kedua sisi tubuh.

"Bayar dong."

"Iya deh gak apa-apa, masak mau minta gratisan mulu."

"Gak gitu juga, Del." Timor menyandarkan punggung pada sandara kursi, "kamu bayar pake puding, lima cup aja cukup."

"Mau berpuluh cup juga saya kasih, gampang kalau itu mah."

Timor tersenyum kecil tanpa berani menatap Adelia -yang sepertinya, masih menatapnya lekat-lekat.

"Oiya saya denger Mbak Sekar sama Mas Abram udah mau lamaran, Mas tau?"

"Belum," Timor menggeleng, "kapan lamarannya?"

"Itu juga saya belum tau, kemarin cuma nyimak Ibuk sama Yangti ngobrol."

Timor manggut-manggut, dia belum tahu kalau Bomo sedang mengunjungi rumahnya saat ini, omong-omong.

"Mas Bomo itu.., gimana orangnya?"

"Kenapa tiba-tiba nanyain Bomo?"

"Ya gak apa-apa," Adelia bersedekap, "orangnya ramah banget."

"Banyak orang baru yang ramah di sekeliling kamu," Timor berusaha membuat pikiran Adelia selalu logis, jangan sampai membahas Bomo melibatkan perasaan.

"Alhamdulillah," kini kedua binar Adelia bertemu dengan tatapan Timor, "Mas Timor, Pak Jarwo, Pak Kabir, pegawai kelurahan, pembeli-pembelinya dagangan Ibuk, ternyata orang daerah masih memiliki toleransi yang tinggi."

PulangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang