27_Keputusan Besar

1.7K 319 491
                                        

Maaf membuat kalian menunggu lama, 400 komen bisa?

..

Suasana yang semula tenang berubah menjadi lebih serius. Kedua orang tua Timor duduk bersama Yangti dan Ibu sejak setengah jam yang lalu. Timor sendiri lebih memilih untuk berada di sisi keluarganya mendampingi Bapak Ibunya mengutarakan kedatangan mereka ke kediaman Yangti pagi ini.

Kabar dari Laras perihal kesehatan Bapak membuat rencana-rencana yang telah disusun di dalam benak Adelia buyar seketika. Ingin ke sana namun ia bingung harus bagaimana. Keinginan terakhir Bapak sangat sulit ia kabulkan. Menikah dengan Timor bukan jawaban yang ia minta saat ini untuk memupus rasa sedih, ia malah semakin merasa tidak becus menjadi manusia yang bermanfaat bagi orang lain.

Kekerdilan itu kian memuncak saat dihadapkan pada kenyataan jika kini kedua orang tua Timor menanyakan kesanggupannya menjadi pendamping putra mereka selamanya.

"Apa yang menjadi ganjelan Mbak Adel?"

Adelia tetap menunduk, dia bahkan tidak sanggup menatap kedua mata Timor yang tertuju padanya. Hatinya kacau, pikirannya kalut, ingin segera pergi mengunjungi Bapak namun tertahan orang-orang di sekitarnya. Ingin mengiyakan namun ketakutan menyerang.

"Adelia, mau sampai kapan kamu diam?" suara Ibu lebih tegas dari biasanya. Wanita yang telah melahirkan Adelia dan Laras itu tidak suka dengan sikap sang putri yang membingungkan. Kalau memang tidak setuju menikah dengan Timor, tidak perlu mengiyakan pemuda itu membawa kedua orang tua datang ke rumah.

"Saya butuh waktu untuk menjawab."

"Kalau butuh waktu, mending tidak usah lanjut. Kamu tidak boleh mempermainkan perasaan orang lain."

"Ibuk?" Adelia mengangkat pandangan, "jangan bilang gitu," ucapnya pelan.

Ibu menatap tajam ke arah sang putri, "Ibuk tidak pernah ndidik kamu jadi perempuan yang tidak bertanggung jawab. Kamu yang minta pendapat kami, kamu minta pendapat Nak Timor, sekarang setelah dicarikan solusi malah diam seperti ini. Mau kamu apa?"

Demi apa? Ibu memarahi Adelia di hadapan keluarga lain, ini benar-benar memalukan.

"Kamu tahu persis keinginan Bapakmu, Del. Jangan buat malu Ibuk."

Yangti mengusap jemari Ibu yang mengepal, "sudah, kasih anakmu kesempatan, jangan dipaksa."

"Bocah kok gak punya pendirian, Ibuk gak suka sikap kamu kayak gini."

Timor beranjak dari tempat duduk, digesernya kursi mendekat pada tempat duduk Adelia, "mau ke dalam sebentar?"

Kedua mata Adelia kian memanas, ia mengangguk.

"Sebaiknya saya dan Adel bicara di dalam, mohon ijin."

"Ya Allah, Del. Ojo nggawe keluargamu isin."

"Tidak apa-apa, Buk. Kami paham ada yang harus diluruskan, bagaimanapun yang menjalani juga mereka berdua." Pak Siswo berusaha menengahi. Sementara Ibunya Timor hanya mengamati putranya dengan telaten meladeni Adelia. Rasanya bangga sekaligus miris, sempat terbersit akan seberapa repot Timor mengurus Adelia kelak. Tapi kalau itu sudah menjadi keputusan Timor, sebagai orang tua bisa apa?

Adelia mengambil kruk, dibantu oleh Timor, mereka masuk ke dalam menjauh dari ruang tamu. Sesampainya di ruang makan, kedua kaki Adelia tiba-tiba lemas, tenaganya menghilang. "Maaf," lirihnya.

Timor berdiri di hadapan Adelia, "kamu ragu kita nikah?"

Adelia menggeleng, "aku takut."

"Takut kenapa?"

PulangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang