Luna menceritakan semua keluh kesahnya ke Freya, sahabatnya sejak duduk dibangku sekolah dasar, dari dulu pun setiap punya masalah hanya Freya yang berada disisinya, Freya memang anak yang baik dan cantik. Freya juga seorang anak yang terlahir dari keluarga yang jauh dari kata trust issue, mentalnya benar benar sehat juga termasuk salah satu smart person.
"Gua kesel banget asli najong sama Soraya, dah tau gua anti naik angkutan umum, malah ditinggal lagi. Mana uda mesen ojek online tapi ke cancel mulu, agghhkk." Luna memukul-mukul sofa diruang tamu rumah Freya.
"Heh, rusak sofa gua, anjrit. Lagian gak papa kali sekali-kali naik angkutan umum, lumayan juga kan buat pengalaman lu ngerasaain wahana naik angkutan umum," jawab Freya enteng.
"Ure head-! Lo kira dufan?
Freya terkekeh kecil, ia meraih marsmellow diujung meja yang dibawa oleh Luna sebelum menuju ke rumahnya. "Ya gimana lagi, lu kira jarak sekolah sama rumah lu gak jauh, kalau gua jadi kak Soraya juga gak bakalan mau, tuh, muter balik jemput adik durhaka kaya lu," ejeknya.
"Heh, ngeselin banget sih, gua serius ini, jangan sampe kita ribut juga, ya."
"Ya ayok, gua pake parang lu pake sapu, ya," tawar Freya.
Luna tak terima, ia menaikkan satu bibirnya, lalu nyolot, "enak di lu mati di gua bloon."
"Lah, inikan rumah rumah gua, seterah hati gua dong yakan, benerkan?" Tanya Freya memastikan.
"Bener sih," putus Luna, lalu seketika sorot matanya menjadi tajam seperti akan menerkam seseorang yang berada didepannya tersebut. "Bener bener nyebelin lu, sama kaya Soraya," lanjutnya.
Freya menghela. "Hmm, bukannya gimana ya, Lun. Tapi kalo menurut gua kalian berdua sama sama salah, sih. Coba lu intropeksi diri lu dulu deh. Lu kan juga udh besar, gua gak bisa nyalahin kak Soraya tapi gak bisa juga ngebela lu. Kadang kalo kita belajar ngertiin orang kita juga jadi bisa ngerti tentang diri kita sendiri."
Luna mendengus kesal. "Tapikan kita harus utamain diri sendiri dulu baru orang lain, Frey."
"Tapi dia kakak lu, Lun, bukan orang lain."
Luna pun merebahkan diri disofa, mencoba mencairkan pikiran sembari memejamkan matanya yang indah. Sedangkan Freya terlihat heran dan tersenyum masam. "Lu mau nangis lagi?"
Matanya panas, air mata juga mulai mengalir tanpa terisak. Ia merasa benar-benar kecewa atas jawaban dari Freya yang malah membuatnya jadi tersudutkan. Baru kali ini, baru kali ini Freya tak benar-benar membelanya.
Cuaca yang mendung membuat Luna bisa semakin dramatis siang itu di kediaman sahabat yang berada lumayan jauh dari rumahnya, ia meraba ponsel disaku tanpa membuka mata karena malas, setelah didapati ia menekan tombol off dan membuang asal benda tersebut. Freya memutar kedua bola mata, membiarkan sesosok di hadapannya tertidur dan menghentikan sikap labilnya. Freya mengambil ponsel Luna yang tergeletak di lantai, tidak pecah, lalu menaruh ponsel itu di meja. Dirasa Luna sudah terlelap, ia pergi dan berniat memasak mie untuk makan siang.
Orang tua Freya adalah pekerja keras yang hampir tiap hari menghabiskan waktu mereka untuk mengais rupiah, sama seperti ayah dan bunda Luna, tapi tetap saja terkadang Freya butuh menghabiskan waktu dengan orang tuanya bukan hanya sekedar harta yang bergelimang. Freya punya abang yang sudah duduk dibangku kelas 12, namun kerjanya hanya bermain game bersama teman-temannya setiap hari tanpa tau waktu.
Selesai, Freya menyeruput mie dengan sangat nikmat, agar kenyang ia menambahkan nasi, biasalah Indonesian people. Dan setelah itu ia menonton film dilaptopnya hingga beberapa jam berlalu.

KAMU SEDANG MEMBACA
DEGRITLY (Tamat)
Teen FictionIni tentang sebuah keluarga, bagi sebagian orang keluarga adalah tempat bersandar paling nyaman, tempat penerimaan yang tulus, tempat belajar paling pertama, tempat untuk menuntun kita dalam mengambil keputusan, tempat cerminan diri, tempat yang pal...