07. Dugong (1)

127 12 4
                                    

Flashback.
Terik mentari bak menyeringai siang itu. Duh, sepertinya ia harus meminjam mobil milik ayah, dengan cepat ia memanggil nama ayahnya berkali-kali.

Ayah Arsel keluar setelah sekian kali dipanggil, dengan mengenakan baju dinasnya Arsel menangkap bahwa ayahnya pasti hendak berangkat kerja lagi, padahal baru saja lelaki paruh baya itu beristirahat di rumah dengan tenang.

Ayah Arsel mengelus pucuk kepala anaknya. "Ayah ada kerjaan mendadak, kamu mau kemana rapih begini, nak," tanya ayah yang melihat anaknya memakai outfit yang tidak seperti biasanya.

Arsel nyengir. "Mau kerja kelompok di rumah temen, yah."

Arsel lupa bahwa hari ini adalah hari pertama guru les privat matematika mengajarkannya, seharusnya setengah jam lagi guru tersebut akan tiba di rumah Arsel.

Ah, gagal sudah rencananya, wajah Arsel saat ini tampak lesu. "Ayah, boleh ga lesnya besok aja, aku harus kerja kelompok dulu," pintanya melas.

Tampak tak mengindahkan segelas teh di siang harinya. Ayah Arsel menolak permintaan anaknya dengan tegas. "Pergi setelah menyelesaikan tanggung jawabmu, kamu harus fokus belajar, apalagi sudah mau kelas 12, bagaimana mungkin kamu bisa seperti ayah atau lebih dari ayah jika kamu mementingkan kerja kelompok yang bisa dilakukan di lain hari," ucap ayah dengan santai namun membuat hati kecil Arsel gentar.

Ponsel Arsel berdering, lalu Arsel mencoba membuka dan melihat nama seseorang yang memanggilnya tapi sebelum Arsel membuka kata sandi ponsel, ayah Arsel mengambil ponselnya.

"Bundaaaa," suara ayah tampak menggelegar di ruangan itu. Bunda keluar dari kamarnya.

"Bun, tolong simpenin dulu handphone Arsel. Kasih ke dia pas udah selesai les matematikanya." Bunda mengerti yang di suruh oleh suaminya adalah yang terbaik untuk anaknya.

Arsel bersungut-sungut pelan, bunda memegang kedua pipi anaknya itu dengan lembut sambil tersenyum tapi Arsel menyanggah tangan beliau sedikit kasar.

Ayah Arsel menyeruput tehnya sampai habis, lalu ia kembali berjalan ke arah Arsel. Walau dengan raut wajah datar dan terlihat kejam, Ayah Arsel kembali mengelus pucuk kepala anak semata wayangnya.

Ayah Arsel pamit pada istri dan anaknya lalu berangkat ke tempat kerjanya.

"Bun," ucap Arsel dengan nada pelan dan memelas.

Bunda paham dengan isyarat panggilan tersebut, pasti anaknya itu ingin meminta kembali ponsel di tangannya. Arsel harus dididik agar melaksanakan tugasnya dengan teratur, jadi bunda tak mengembalikan benda itu.

Paling beberapa menit lagi guru tersebut akan tiba. "Bunda mau menyiapkan minuman dan makanan dulu untuk gurumu, kamu siap-siapkan buku pelajaran dan lain-lain," ucap bunda Arsel sebelum pergi menuju dapur.

Akhirnya mau tak mau Arsel harus melakukan lesnya, tapi karena kebetulan ini hari pertama jadi Arsel meminta pada gurunya untuk les sebentar saja dan melanjutkan besok dan guru tersebut menyetujui permohonan anak lelaki itu.

•••

Pagi yang cerah, suara burung berkicau, mentari juga tak terlalu terik. Soraya dan Arsel pergi bersama ke rumah Karin menggunakan Vespa matic berwarna hitam full milik Arsel.

Sampailah mereka dan akhirnya mereka berkumpul di rumah Karin.

Mereka duduk dengan apik di ruang tamu Karina dengan suguhan beberapa makanan ringan dan juga jus alpukat buatan ibunya Karina.

Lalu mereka sedikit berdiskusi tentang kerja kelompok yang akan mereka laksanakan saat ini. Semua mengeluarkan pendapat mereka masing-masing namun masih kurang pas di hati mereka.

DEGRITLY (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang