23. The Greatly

311 8 0
                                    

Hari ini, Arsel mengajak Soraya untuk pergi ke taman itu lagi. Yup, taman yang waktu itu mereka datangi namun berakhir miris.

Sama seperti kemarin, mereka menata karpet dan hal lain. Tapi kali ini tampak banyak makanan dan minuman disana. Soraya juga sempat terheran mengapa Arsel se-niat ini menyiapkan semuanya.

Lalu mereka duduk di karpet itu dengan tenang, mereka duduk dengan tumpuan tangan kebelakang. Soraya menatap Arsel di sampingnya. "Ga ngelukis lagi, Sel?"

Dengan cepat Arsel menggeleng. "Ga mau, nanti kamu ilang lagi, kamu dibiarin bentar soalnya langsung ngilang kaya anak kecil," ejeknya.

Soraya mendengus. "Ih, enak aja. Kemarin memang aku udah dimata-matain sama suruhannya si Jessy." Soraya memiringkan satu bibirnya, itu terlihat sangat lucu untuk Arsel.

Arsel tersenyum, ia lihat bibir Soraya yang masih terluka lalu keningnya yang terdapat luka lebam, ia mencoba memegang luka itu. "Sakit ya?"

"Aduh, duh, duh ...." rintih Soraya yang sebenarnya hanya dibuat-buat hingga Arsel panik dibuatnya.

"Maaf, ga sengaja." Arsel meniup-niup luka itu secara refleks.

Tawa Soraya pecah, Arsel terlihat sangat polos. "Kok kamu ketawa? Apanya yang lucu?" Arsel heran, apa hembusan napasnya terdengar seperti komedi.

"Kamu," jawabnya sambil menghentikan tawa.

Tiba-tiba tatapan Arsel berubah menjadi dalam, sangat dalam, ia memperhatikan Soraya yang sangat cantik dan helai rambut hitamnya jatuh dengan sempurna, ia mendekat ke arah Soraya dan bisa menghirup aroma vanilla parfum Soraya.

Soraya tampak tersenyum, sembari mendapatkan kontak mata dari netra coklat lelaki itu. "Soraya Kamalia, will you be my lover?" Pertanyaan itu langsung dibalas anggukan cepat dari Soraya.

"Diterima nih?"

"Iya."

Arsel ber-yes ria lalu ia tampak sangat sumringah di tengah-tengah taman itu. "HUUUUU," teriaknya tiba-tiba, Soraya menutup mulut lelaki itu yang sedang sangat senang, takutnya ada yang mendengarnya dan menganggap lelaki itu gila.

Lalu mereka kembali duduk santai sambil berbincang-bincang setelah resmi pacaran, Soraya mengaku dirinya belum pernah pacaran sebelumnya, bahkan ia jarang berbicara dengan laki-laki selain ayahnya dan juga Arsel.

Arsel paham akan hal itu. "Ya, bagus dong. Berarti aku yang pertama sama yang terakhir," ucapnya berbangga hati.

Oh, iya. Soraya juga meminta penjelasan tentang Arsel dan Jessy, sebab kata Jessy kemarin Arsel adalah pacarnya. "Aku sama dia udah ga ada apa-apa lagi. Jessy tuh emang suka banget ngebully orang lain jadi bukan kamu aja yang dia gituin, dia juga posesif banget, dan itu ngebuat aku risih. Lagian aku ga mau mencintai orang yang melukai dan merugikan orang lain," jelasnya membuat Soraya tertegun.

Jawaban itu sudah cukup untuk meyakinkan Soraya kepada lelaki itu, hari ini ia sangat-sangat senang karena akhirnya bisa menjalin hubungan dengan seseorang pertama yang membuatnya merasakan apa itu falling in love.

Setelahnya mereka bersama-sama memakan cake, gorengan, bakso goreng, snake dan makanan lain yang sudah dibawa oleh Arsel, gendut bersama juga bukan hal yang buruk. Dan mereka melanjutkan harinya dengan bernyanyi bersama dengan petikan gitar Arsel kembali.

***

Sudah dulu hal romantis untuk hati ini, Arsel mengantarkan Soraya pulang, ia juga mampir untuk salim kepada ayah dan bunda Soraya. Rasanya senang sekali kala itu untuk Soraya, Arsel juga memberikan   kepada Soraya. Sepertinya itu lukisan tapi Soraya tak tahu juga.

Saat Arsel pergi meninggalkan rumah, Soraya membuka hadiah itu bersama keluarganya di kamar. "Buset, apaan tuch," kata Arum terlihat ikut penasaran.

Setelah terbuka terlihat sebuah lukisan wajah Soraya, sangat bagus. Lukisan itu adalah lukisan waktu itu yang sudah ia revisi menjadi lebih apik, Soraya sangat tersentuh melihatnya.

Ayah, bunda, Arum dan Luna terlihat menggoda Soraya sambil berkata, "ciee." Hingga wajah Soraya menjadi merah karena malu.

Luna melihat bekas bungkusan kado berwarna merah darah itu, ternyata ada sebuah kertas yang diselipkan disana. Dengan sigap ia membuka kertas itu lalu seketika matanya melebar, disana tertulis dengan jelas:

Dear, Mrs. Dugong. I'm confused where to start it, for some reason suddenly fell in love with u, with ur tears, ur smile, ur laugh, ur talk, ur face, ur voice, ur behavior and everything 'bout u. If this painting can reach ur hands, it means that today u accept my feelings, but if not, maybe the painting will just be the most beautiful display on the wall of my room. And in fact u read this letter which means u received it. Thank you pretty, u're beautiful, smart and kind. i like everything about u, hehe.
-THE GREATLY, Soraya Kamalia.

Soraya merebut kertas itu dari tangan Luna. "Ini punyaku," katanya lalu menyimpan kertas itu dengan cepat diselipan bukunya.

"Apa bacaannya, dek?" tanya ayah sambil cekikikan.

Luna menggaruk tengkuknya. "Belum sempet kebaca ayah, lagian isinya bahasa inggris semua, kebacanya cuma yang paling bawah doang bacaannya 'the greatly Soraya Kamalia'. Parah-parah, bucin banget." Luna menatap kakaknya yang tengah malu.

"Kurasa ku sedang dimabuk cinta ...." Arum juga menyindir.

Bunda menggelengkan kepalanya. "Anak bunda udah tau cinta-cintaan, ya." Soraya nyengir.

Ayah tampak mengerutkan keningnya, ia sedang berpikir keras. "Degritly teh naon, dek?" tanya ayah menggunakan bahasa sunda.

"Si ayah mah, degritly aja ga tau, itu kan artinya ... apaan, Lun."

"Heh, kirain kamu tau," protes ayah pada Arum, Arum terkekeh.

Luna mendengus. "Kok deg-ritly sih bilangnya, harusnya the greatly." Yang lain masih bingung apa yang berbeda, sedangkan yang dikatakan Luna terdengar serupa. Luna menghela panjang. "DE-GRITLY, harusnya dipisah ntuh si 'de' sama 'greatly' jadi bacanya agak dijeda dikit," jelas Luna.

"Nah, iya, apa itu de ... gritly?" tanya ayah, jedanya malah terlalu lama.

"Degritly itu artinya 'sangat'," sahut Soraya. Lalu mereka semua kembali menggodanya, bahkan ayah bersiul menggunakan tangannya.

"Ciee ... sangat apaan tuh, Ray," ucap bunda semakin membuat pipi Soraya memerah, Soraya terlihat cengar-cengir.

Arum menyeringai. "Bunda kayak ga tau aja, pasti sangat 'cantik' lah, atau ga mungkin sangat dicintai, sangat disayang, sangat baik, imut dan lain-lain. Biasalah lagi mabuk asmara, semua langit dan bumi dijadiin perumpamaan, ck." Arum berdecak, sedangkan Soraya menjulurkan lidahnya.

"Iri ya anda ga punya pacar? Jiakkh, jones," ejek Soraya lalu sebuah bantal dengan tiba-tiba menubruknya hingga ia ber-aduh.

Ayah tampak bersemangat. "Wah, kalau begitu berarti kalian semua degritly-nya ayah dong," ucap ayah membuat yang lain terdiam, sepertinya ayah salah mengartikan hal itu, biarkanlah saja begitu. "Bunda, Arum, Soraya dan Luna adalah degritly ayah ... yang sangat cantik, baik, lucu, tercinta dan juga tersayang." Ayah memeluk keluarganya hingga mereka pun juga saling berpelukan hangat.

Seperti itulah hari-hari mereka kini, mereka benar-benar terlihat keluarga cemara yang rukun dan damai, memang walau terkadang juga masih ada pertengkaran sedikit tapi hal itu tak terlalu berlarut dan mereka selesaikan secara dewasa. Sekarang kehidupan mereka jauh lebih tentram dibanding sebelumnya, bak hutan yang sudah terambah dan teratak yang sudah tertegak.

_______________________sabtu, 30 Juni 2022__________

DEGRITLY (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang