Pernyataan membawanya kembali lagi ke pertanyaan, mengapa terlalu begini? padahal semuanya tampak natural, walau pagi ini suasana mereka terlihat tak rukun.
Terlihat sedang merapihkan, membereskan, dan membersihkan sudut-sudut bahkan pada bagian terpencil dalam rumah, padahal yang berantakan adalah hatinya.
Setidaknya roti tawar dengan toping meses berwarna-warni bisa menjadi pengganjal perut sampai jam 10.00 nanti. Sebab waktu sudah menunjukkan pukul 07.13 dimana pagar sekolah akan tutup 2 menit lagi.
Ayah sudah berangkat kerja sedangkan bunda sedang membujuk putri bungsunya untuk pergi bersekolah dan meminta maaf pada gadis itu berkali-kali, gadis itu terlalu sakit hati tadi malam, ia tak mau bangkit dari kasurnya.
Bunda bilang tak apa jika absen hari ini, asalkan ia mau makan walau beberapa sendok, bunda khawatir, ia terus mencoba berbicara lembut.
"Ini lauk kesukaan kamu loh," bujuk bunda sambil menunjukkan piring penuh nasi dan sambal ikan favorit Luna, Luna tak menghiraukannya.
Terserah mereka saja. Soraya jadi terlambat pergi ke sekolah karena harus mencuci piring dan bersih-bersih rumah dulu, tak enak kalau harus membiarkan bunda lagi yang melakukan hal itu, apalagi bunda tengah sibuk dengan si manja Deluna.
Suara bising motornya mengalahkan kicauan-kicauan burung bersautan. Sebentar lagi ia sampai ke tujuan, semoga penjaga gerbang hari ini sedang pergi atau lupa menutup gerbang, lebih parahnya lagi terbesit di pikirannya semoga sang penjaga gerbang sekolah hari ini terkena sakit, jadi mengambil cuti.
Jika ia terlambat mungkin hatinya akan kacau sekali, pasalnya ia sudah berjanji di awal masuk sekolah bahwa tak akan pernah terlambat datang, satu hari pun tak pernah ia khianati janji itu, tapi lihatlah hari ..., hatinya benar jadi kacau, gadis itu sedang di hukum berdiri sambil hormat menghadap ke atas bendera merah putih yang berkibar di halaman sekolah.
"Maaf ya, hari ini aku bantu bunda dulu tadi, makanya jadi telat," bisiknya menenangkan diri sendiri agar tak merasa bersalah nantinya.
Untungnya Soraya tak sendirian, ia bersama 3 orang lain yang faktanya adalah adik kelasnya, perempuan semua. Biasanya kalau di film-film saat terlambat seperti ini akan ada seorang pangeran yang berdiri di sampingnya lalu bertanya, "kenapa kamu terlambat?."
Tapi kehidupannya tak se-indah itu untuk menikmati romansa di bawah langit SMA, genre hidupnya semakin hari semakin dark saja.
Oh, matahari yang jauh di atas sana, mengapa engkau se-terik itu pagi ini. Soraya bak sedang berfotosintesis, tapi tujuan fotosintesis itu bukan untuk menghijaukan daun atau bakteri untuk mengubah karbondioksida dan air menjadi karbohidrat, melainkan membuat kulitnya menggelap.
Tak apa Soraya, matahari pagi itu sehat. Jika tak panas jemuran baju di rumahmu tak akan kering, tubuhnya tegap berubah semangat, ia tak boleh tampak lemah di depan adik kelasnya.
Beberapa menit kemudian terlihat mobil sedan berwarna hitam kebiru-biruan masuk ke area sekolah.
Kepala sekolah turun dari mobil itu dengan gagah, ia menggunakan kemeja dan juga dasi dengan rapih setelahnya Jessy menyusul turun dari pintu mobil sebelah kiri.
Jessy membuka tas tentengnya, ia tak menggunakan ransel seperti yang saat ini di gunakan Soraya. Jessy menaruh ulang liptin pada bibir mungilnya yang ia rasa sudah memudar di perjalanan, padahal masih sama saja.
Mereka berada dekat sekali dengan Soraya dan 3 orang lainnya. Jessy tersenyum miring lalu melambaikan tangannya pada Soraya.
Jessy salim dan mencium kedua pipi papanya. "Pah, aku masuk dulu, ya, bye papa," ucap Jessy menerima anggukan papanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
DEGRITLY (Tamat)
Fiksi RemajaIni tentang sebuah keluarga, bagi sebagian orang keluarga adalah tempat bersandar paling nyaman, tempat penerimaan yang tulus, tempat belajar paling pertama, tempat untuk menuntun kita dalam mengambil keputusan, tempat cerminan diri, tempat yang pal...