Selagi Arum pulang dan adik-adiknya juga tengah menikmati masa libur panjang, Ayah dan bunda berniat mengajak mereka untuk pergi mengunjungi rumah ibunya. Tak jauh, paling sekitar 1 setengah jam jika berangkat melalui jalan tol.
Walau sudah hampir berbulan-bulan tak berjumpa, Arum dan Soraya tak menyetujui hal tersebut, mereka rasa berat pinggul. Hanya Luna lah yang ikut pergi mengunjungi rumah neneknya.
Penghuni rumah hanya tinggal Arum dan Soraya. Mereka tampak sedang bermalas-malasan di karpet merah yang tergelar di depan televisi.
Tak hanya itu, sebelumnya Arum membuat popcorn caramel yang saat ini sedang mereka cemili sambil menonton sebuah film.
Ayah, bunda dan Luna sudah berangkat sedari pagi, mungkin sekarang sudah sampai. Ayah bilang ia akan kembali pulang dalam seminggu. Ayah lagi-lagi mengambil cuti untuk waktu yang lama.
Pasalnya saat kemarin ayah kecelakaan nenek belum sempat menjenguknya, nenek ingin tahu bagaimana keadaan anaknya tersebut, dan kini malah ayah yang deluan datang ke rumahnya.
Sebelum pergi tadi ada rutinitas biasa, Arum dan Luna bertengkar karena Luna memakai baju kesayangan Arum yang ia tinggalkan di lemarinya. Padahal Arum sengaja tak membawa baju tersebut ke kos-kosannya dan jarang mengenakannya, ia ingin baju itu terlihat masih baru selalu.
Tapi menghentikan seorang Luna memanglah susah, apalagi ada ayah dan bunda yang selalu membela anak kesayangannya, ayah bilang, "jangan pelit sama adeknya." Arum harus menerima kenyataan pahit itu, ia harus bersikap dewasa tiap saat, itu hanya baju biasa pemberian orangtuanya saat ia berulang tahun sweet-17 dulu.
Ya sudahlah, mau di bilang apa. Memang tak bisa memiliki barang khusus pribadi saat ini. Kedua adiknya selalu melirik barang-barangnya dan menggunakan sesuka hati mereka. Marahnya Arum bak angin lalu untuk mereka.
"Ray."
Soraya mendongak. "Apa."
"Dah selesai, tuh." Soraya menunjuk layar televisi yang menyatakan akhir ujung film yang mereka tonton, film itu ternyata saddending, tapi tak membuat mereka menangis, hidup mereka jauh lebih menyedihkan di setiap sudutnya. Hal itu tampak biasa saja.
Soraya mengangguk. "Mau nonton film lain ga, bentar aku cari dulu," ucap Soraya sambil menggonta-ganti channel televisinya, sulit juga mencari tayangan film di jam segini.
Arum meronta bosan. Ia ingat satu hal, sebenarnya Arum punya rencana, jadi tak ikut orangtuanya pergi. "Kamu mau aku kasih tau sesuatu ga?" Arum berucap secara ragu. "Awalnya aku ga mau ngasih tau ini ke kalian, tapi semakin hari aku ga kuat nanggung beban ini sendirian, aku ingin berbagi beban ini sama kamu." Arum mengungkapkan hal itu tiba-tiba.
Soraya berdecak. "Gamau, bebanku udah banyak. Simpen aja sendirian. Kakak kan yang tertua." Soraya masih memilih siaran yang tak kunjung pas di hatinya.
Menarik nafas dalam-dalam lalu menghembuskannya secara gusar. "Iya, aku tau seharusnya bisa nahan ini sendirian, tapi aku ga kuat, Ray ... Ini tentang kecelakaan hari itu." Arum memelankan suaranya di akhir kalimat.
Soraya menatap tajam ke arah Arum, matanya seolah mengajukan beribu pertanyaan.
"Waktu itu, ternyata ayah tabrakan sama satu keluarga ... yang lain memang selamat, walau hanya satu terluka parah, tapi keliatannya orangtua laki-laki dari keluarga itu dinyatakan meninggal dunia."
Soraya merinding selama beberapa detik bersamaan dengan perasaan tak nyaman, bisa-bisanya hal seperti ini di sembunyikan sendirian oleh Arum. "Terus ... kakak tau siapa mereka?" Soraya panik, bibirnya bergetar.
Arum mengangguk. "Waktu di rumah sakit, kakak nemuin anak mereka yang lagi jaga ibunya, sayangnya dia marah banget, dia ngusir kakak dan setelah hari itu kakak nyari informasi tentang keluarga mereka diam-diam."
KAMU SEDANG MEMBACA
DEGRITLY (Tamat)
Teen FictionIni tentang sebuah keluarga, bagi sebagian orang keluarga adalah tempat bersandar paling nyaman, tempat penerimaan yang tulus, tempat belajar paling pertama, tempat untuk menuntun kita dalam mengambil keputusan, tempat cerminan diri, tempat yang pal...