Bagai pintu tak berpasak, bagai perahu tak berkemudi. Meski kehadiran mereka mungkin nantinya tak di terima dengan baik, setidaknya sempat mengatakan maaf paling ikhlas untuk yang kesekian kalinya. Toh, bagaimana pun juga manusia tak pernah luput dari kesalahan.
Mereka pergi berboncengan mengendarai motor ayah ke rumah sakit. Di perjalanan Arum bercerita sedikit tentang apa-apa saja yang terlintas di kepalanya, soal bagaimana ia bisa menemukan keluarga itu, bagaimana kejadian awal kecelakaan ayah terjadi, bagaimana cara ia menemui ibu dari keluarga itu secara diam-diam.
Satu hal lagi yang terlupa. Arum menghela sebelum melanjutkan perkataannya, "ibunya lumpuh total."
Malang sekali nasib keluarga itu, dalam satu hari semua hal berubah, tak terpungkiri bagaimana rasa trauma dan duka cita yang di alami mereka. Terkadang jalan cerita manusia memang sedramatis itu untuk di lewati bersama.
Semua hal yang kita punya saat ini, bisa saja suatu saat hilang dan lenyap begitu saja, entah karena hal yang disengaja maupun tidak. Tugas kita ya harus menjaga dan mensyukuri hal itu selagi masih bisa kita nikmati, itu point penting yang terkadang selalu dilupakan.
Soraya mengusap dadanya lega, setidaknya ia tak pernah merasakan kehilangan yang begitu berat seperti yang di alami Ketrina. Hal itu membuatnya semakin percaya bahwa Tuhan selalu ada di sampingnya.
•••
"Untuk apa kalian datang kemari?" Mata Ketrin memerah padam, tangannya terkepal seakan-akan siap untuk menubruk kepala kedua orang di hadapannya.
Soraya menatap nanar Ketrin, ia mengerti apa yang dirasakan orang itu. "Rin, maaf sebelumnya gue ga tau kalo hal ini ternyata kejadian," ucap Soraya dengan penuh penyesalan.
"Sejak awal gue ga butuh maaf dari kalian, kata maaf ga akan ngebalikin keadaan." Ketrin tak membiarkan Arum dan Soraya menjumpai ibunya.
"Seenggaknya kami ingin tetap ngucapin kata itu ke kamu dan ibumu, dek," kata Arum pada Ketrin.
Menggaruk batang hidung mancungnya dengan singkat, Ketrin semakin mempertajam tatapannya. "Udah, mending kalian pulang aja, jangan sampe mama gue bangun dan liat muka kalian, ntar dia makin hancur. Simpen aja rasa bersalah kalian itu dalam-dalam."
Arum dan Soraya terdiam, hati mereka juga terenyuh melihat sesosok Ketrin yang tengah membendung air matanya.
"Andai aja hari itu orangtua lo ngendarain mobil dalam kecepatan sedang, pasti hal ini ga akan kejadian," timpal Ketrin, ia menunduk sedih.
Andai aja hari itu orangtuamu mengendarai mobil dengan hati-hati, pasti hal ini ga akan kejadian, benak Soraya. Tapi mau bagaimana lagi, ini sudah ketentuan takdir yang tak mungkin bisa berubah, kita hanya bisa menjalani ini semua.
"Kami benar-benar minta maaf, kita juga sama-sama korban, kamu tau kan ayah kami juga sempat dirawat di sini, kami harap kamu bisa membuka hati supaya semuanya lebih mudah. kami turut berduka untuk ayahmu, semoga dia tenang si surga dan kami juga turut prihatin atas apa yang menimpa ibumu," ujar Arum panjang lebar.
Ketrin mengalihkan pandangannya, tangisnya tak dapat lagi ia tahan, mengalir begitu saja di pipi tirusnya yang cantik, ia tak berkata apapun.
"Gue tau ini sulit buat lo, tapi tolong semoga lo bisa ikhlasin ini semua dan terima maaf gue."
Arum menggenggam tangan Ketrin, ia juga ikut meneteskan air mata bersalah. "Tolong ... aku ga pernah tenang karena ngerasa bersalah terus sama kamu dan ibumu. Tolong ... bantu aku ... bantu kami ... bantu untuk kasih tau gimana caranya agar kamu mau memaafkan ini semua."
KAMU SEDANG MEMBACA
DEGRITLY (Tamat)
Teen FictionIni tentang sebuah keluarga, bagi sebagian orang keluarga adalah tempat bersandar paling nyaman, tempat penerimaan yang tulus, tempat belajar paling pertama, tempat untuk menuntun kita dalam mengambil keputusan, tempat cerminan diri, tempat yang pal...