08. Dugong (2)

97 12 13
                                    

Akhirnya boneka princess beruang telah selesai terbuat. Lelah mereka terbayar juga sepertinya karena boneka tersebut amatlah apik. Besar juga jadi cocok untuk di peluk, haha.

Mereka tergeletak di sofa, sudah menunjukkan pukul 15.30 WIB. Patutnya saat ini Soraya sudah berada di rumah, pasti orang tuanya mengkhawatirkan dirinya.

Soraya mengajak Arsel untuk pulang mengantarkannya dan mereka berdua berpamitan pulang pada Karina.

Di perjalanan pulang mereka seperti bernafas kembali sesudah beberapa jam hanya melihat benang dan jarum jahit. Udara Jakarta seperti menembus jantung mereka. Cuacanya sedikit mendung, dan Soraya kebetulan suka mendung.

"Sel, lo hobi gambar ya? Gua liat-liat tadi gambaran lo bagus, apa karna lo wibu ya, wibu kan gambarnya bagus biasanya," tanya Soraya di belakang dengan sedikit keras, agar terdengar oleh Arsel yang memakai helm.

Arsel berpikir sejenak. "Ga semua wibu jago gambar, kalo gua mah emang berbakat anaknya, jadi ga usah heran, hahaha," jawab Arsel dengan angkuh. "Sebenernya hobi gua banyak, tapi bener sih yang paling gua sukain tuh ya gambar, karena apa ya ... Hmm-"putusnya.

"Apa?" Soraya penasaran.

"Gajadi deh."

Soraya menyubit pinggang Arsel karena tak mau melanjutkan bicaranya sehingga Arsel ber-aduh sakit.

Arsel mengelus pinggangnya yang sedikit panas, kecil kecil begitu ternyata Soraya tenaganya kuat juga, jadi takut, haha. "Iya, gua suka gambar tuh karena semua coretan yang gua buat biasanya mewakili perasaan hati gua, jadi gambar tuh kaya sarana ketenangan."

Arsel tersenyum mengingat semua hal yang sudah ia lakukan setiap kali ia kesal, marah, bahagia, sedih, senang biasanya ia selalu menggambarkan perasaannya tersebut ke coretan di selembar kertas. Bahkan Arsel memiliki buku khusus untuk menggambarkan hari-harinya, isinya tentu penuh imajinasi seorang Zen Marcello.

Apapun yang terjadi dengan harinya dan siapapun yang hadir di dalamnya ia akan abadi ke dalam karya-karya yang ia buat.

"Wah keren dong, berarti lo bisa dong ya gambar muka gua."

"Males banget, mending gua gambar dugong."

Soraya kembali menyubit pinggang Arsel, kali ini lebih kuat sehingga Arsel sedikit teriak kesakitan. "Di liatin orang bego."

"Rasain. Tapi emang bener sih yang lo bilang. Terkadang coretan pena, alunan musik dan bahkan isyarat tubuh bisa menjadi sarana untuk mengekspresikan perasaan kita, hal itu bisa abadi dalam semua karya yang tercipta.

"Right, ya walau terkadang yang ngerti arti coretan itu ya kita sendiri, yang ngerti arti alunan musik itu ya kita sendiri dan yang ngerti arti isyarat tubuh itu ya juga kita sendiri. Kadang semua karya itu bisa jadi konsumsi pribadi kita."

"Hah?"

"Kok hah sih."

"Maksud konsumsi pribadi itu apa? Hal-hal itu bisa kita makan, ya." Soraya berlagak polos.

"Bukan gitu Soraya Kamalia. Maksudnya semua hal itu bisa membuat kepuasan untuk diri kita sendiri, apalagi saat kita bosan dan kesepian."

Soraya menyenderkan kepalanya di bahu Arsel, nyaman. "Kalo lo bosen sama kesepian kenapa ga curhat sama orang lain aja, biar lebih tenang juga, kalo curhat kan seseorang bisa respon keluh kesah lo."

"Masalahnya gua harus cerita ke siapa? Bantal sama dinding gitu? Kalo cerita sama orang tua juga kayanya ide yang buruk sih, yang ada malah jadi beban buat mereka. Lo mah enak ada kakak sama adek yang umurnya juga hampir sebaya, jadi mungkin bisa saling mengerti.

DEGRITLY (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang