21. Seluas Samudra, Sedalam Lautan

172 9 0
                                    

Bun, hidup memang benar-benar berjalan seperti bajingan. Harinya begitu dingin, belum lagi luka-luka akibat pukulan dan tamparan yang melekat, ditambah seseorang pengendara mobil di sampingnya yang seakan-akan membuat suasana semakin sedingin di kutub.

Soraya dan Ketrina sama-sama tak memulai kata bahkan tak mengeluarkan suara sedikitpun, terasa canggung dan perasaan tak nyaman.

Di sisi lain, semua orang tengah berkumpul di rumah menunggu Soraya, mereka sudah mencari Soraya kemana-mana sejak tadi dan sekarang mereka tengah beristirahat di ruang tamu, rencananya besok kalau Soraya belum juga bisa dihubungi dan belum ditemukan maka akan lapor ke polisi.

Waktu istirahat tersebut tak digunakan mereka untuk bersantai-santai saja, mereka semua sedang cemas masal di ruangan itu. Ayah, bunda, Arum, Luna, Arsel, dan Karina tak ada yang terlihat tenang satu pun.

Saat mendapat berita Soraya hilang tadi siang Ayah langsung mengajak pulang keluarganya dan Arum juga ikutan pulang ke rumah.

Sudah entah berapa tetes air mata yang dikeluarkan oleh mereka semua karena panik dan takut terjadi apa-apa kepada Soraya saat ini. Satu-satunya hal yang bisa mereka lakukan pada tengah malam ini ya cuma menunggu pagi nanti menjelang.

Sekian menit berlalu, Sekian menit berlalu tampak mobil berwarna merah sedang terparkir di halaman rumah, beberapa detik setelahnya seseorang keluar dari mobil itu.

Ayah dan bunda yang pertama kali menyadari hal itu langsung beranjak lari memeluk tubuh anak keduanya itu, lalu kedua saudarinya mengikuti dari belakang diiringi tangis lega yang, tapi sang empu mendorong pelukan itu.

Wajahnya pucat, nafasnya terengah-engah, ia menatap kosong pada semua orang di depannya. "Aku udah ga percaya apapun lagi sama kalian." Suara itu dingin dan menusuk, memporak-porandakan hati dan pikiran.

"Soraya, sayang ...," ucap bunda terdengar gemetar, sambil membelai surai putrinya dengan lembut.

Soraya menepis tangan bunda dengan kuat, mereka tak bisa berkata-kata karena kebingungan. Soraya berlari menuju kamarnya lalu menutup pintu kamar sekuat tenaga dan menguncinya, ia menangis dengan terisak-isak, nafasnya terasa tak beraturan.

Mereka mengejar Soraya. Selaksa kekhawatiran itu kian larut mendalam. "Soraya kamu kenapa, nak?" tanya Ayah pelan, ucapannya hampir teredam oleh suara riuh tangis di rumah itu.

Di sisi lain Arsel mengetuk jendela mobil Ketrina lalu kaca jendela tersebut terbuka dan tampaklah sang empunya.

"Heh! Lo apain Soraya, anjing?!" Karina menarik rambut Ketrina sehingga gadis itu berteriak kesakitan, untungnya Arsel bisa melerai mereka berdua.

"Jangan gitu, Karin! Kita harus tanya baik-baik sama dia," tegurnya. "Ketrina, tolong jelasin kenapa Soraya bisa pulang sama lo," sambung Arsel dengan nada pelan.

"Kalo lo pikir gue yang nyulik Soraya, lo salah besar, malahan gue yang nyelamatin dia dari seorang monster barusan. Lo pada harusnya terima kasih sama gue," ucap Ketrina sebelum ia menarik gas dan pergi begitu saja tanpa penjelasan yang rinci.

Setidaknya belum ada titik terang dari kejadian hari ini, namun Soraya sudah kembali ke rumahnya dengan selamat. "Sel, kita kayanya harus pulang, deh. Soraya butuh waktu dulu sama keluarganya, lagian lo dari tadi udah ditelepon terus kan sama bokap nyokap lo, yok sekalian anter gue," ajak Karina dan dibalas anggukan mengerti dari Arsel.

Meskipun mereka khawatir kepada keadaan Soraya tapi ke-khawatiran keluarganya pasti jauh lebih besar daripada mereka, mereka berdua paham akan hal itu, mereka akhirnya pulang dan kembali ke rumah masing-masing.

***

Suara tangis dari dalam kamar Soraya sudah tak terdengar lagi, mereka takut Soraya melakukan hal yang tidak-tidak, mereka memikirkan cara agar bisa masuk ke kamar itu, Arum memanggil Soraya pelan namun tak ada jawaban darinya.

DEGRITLY (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang