Note: It's the 98% bucin part, hehe.
.
Hindia-Ramai Sepi Bersama
Seberapa jauh dari sini
Tembok-tembok ini tak berarti
Asal kulihat senyummu hari ini
Mendengar keluhmu malam nanti"Ray, lo mau kan jadi tempat keluh kesah gue, mungkin menurut lo hal ini alay atau gimana, tapi gue emang cuma punya lo doang, setidaknya lo punya saudari-saudari lo sebagai temen buat ga ngerasa kesepian. Tapi ... gue ga ada, Soraya." Soraya mengangguk singkat sambil tersenyum.
Saat semua tak jelas arahnya
Kita hanya punya bersama
Lewati curam terjalnya dunia
Ramai sepi ini milik bersama ..."Gue beruntung banget, Ray, bisa nemuin lo di antara juta dan milyar manusia di dunia. Kalau gue boleh jujur, hari ini dan seterusnya lo bakal selalu jadi hal favorit gue. Ngalahin pancake buatan emak gue, ngalahin lagu barat yang selalu gue puter, ngalahin musim hujan yang buat gue tenang, ngalahin hoodie hitam yang selalu gue pake, pokoknya semua hal yang gue utamain lo bakal di urutan ketiga setelah Tuhan dan orang tua gue."
Soraya tersentak. "Aku terharu banget, Sel," ujar Soraya tak sadar mengatakan kata 'aku'. "Aku belum sesuka itu sama kamu, bahkan kamu nempatin aku ke posisi ke-3 dalam hal utama di hidupmu, Ini terlalu cepet buat kita, Sel. Tapi ga papa, aku bakal belajar buat ngehargain semua tentang kamu."
"Kenapa kita harus dipertemukan selama ini ...." Arsel kembali memetik gitarnya setelah mengatakan itu.
... Saat terasa berat-beratnya
Kutahu kau pun berjuang juga
Hadapi semuanya langsung di muka
Apa pun yang terjadi tidak apa"Aku tau hari ini kamu ngalamin hal yang ga enak dan sulit, semangat buat nyelesain hal itu ya, Ray. Inget aja kalau masalah ga cuma berat buat kamu doang, tapi semua orang. Semua orang ngalamin hal sulit, tapi kita bisa membuat hal itu jadi mudah dengan berbagi cerita ... sama aku contohnya." Arsel juga ikut-ikutan pakai 'aku'.
Soraya mengelus lembut bahu Arsel. "Ayo lanjutin lagu ini," pintanya tanpa menghiraukan ucapan panjang lebar dari Arsel barusan.
Setiap hari ku bersyukur
Melihatmu
Berselimut harapan
Berbekal ceritaArsel menghentikan petikan gitarnya lagi, dan Soraya juga berhenti bernyanyi lagi.
"Sel, punya adek dan kakak ga se-enak yang kamu perkirakan, udah pernah kan aku bilang sama kamu. Kadang di keluarga itu aku beneran mikir kek cuma pelengkap doang, jarang banget aku ngomong bareng mereka, eh, sekali ngomong biasanya malah berantem." Soraya terkekeh diakhir kalimatnya.
"Iya, mungkin udah saatnya aku berbagi cerita sama kamu, aku juga aslinya cape mendem terus kaya gini. Sel, secara perlahan dari detik demi detik yang berjalan diantara kita aku jadi semakin yakin kalau kamu adalah anak baik yang akan selalu bisa aku percaya."
Arsel terkesiap secara dramatis. "Tentu, kamu bisa mulai sekarang."
Hembusan nafas Soraya terdengar panjang di telinga Arsel. "Aku tadi nangis karena suatu hal yang menurut aku sebenernya bukan kesalahanku, tapi aku jadi ngerasa terancam sama hal itu. Aku ga bisa lari dari kesalahan itu karena dalang dari semuanya ya keluargaku sendiri-"
"Ayah aku waktu itu kecelakaan, inget 'kan?" Arsel mengangguk sambil mencerna semua hal yang dikatakan oleh Soraya. "Yang tertabrak ayah waktu itu karena orangnya ga pasang lampu sen dan ga liat kebelakang dulu ... mereka satu keluarga, ayah, ibu dan anaknya." Soraya menghela sebelum melanjutkan perkataannya lagi, "ayahnya meninggal, ibunya lumpuh kaki permanen dan anaknya ...." Arsel membelalakkan mata mendengarnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
DEGRITLY (Tamat)
Teen FictionIni tentang sebuah keluarga, bagi sebagian orang keluarga adalah tempat bersandar paling nyaman, tempat penerimaan yang tulus, tempat belajar paling pertama, tempat untuk menuntun kita dalam mengambil keputusan, tempat cerminan diri, tempat yang pal...