18. Ay Yu Dey Wi

76 3 0
                                    

Sudah lewat 3 hari Soraya ditinggal sendirian di rumah sederhana dengan dinding full berwarna oranye yang sudah seperti baju narapidana di Indonesia, rumah itu terlihat sangat sunyi dan menyeramkan di malam hari.

Arum juga sudah masuk kuliah lagi, ditambah pekerjaan paruh waktunya yang tak bisa ia tinggal, kalau ditinggal bisa berkurang lah gajinya. Meski dalam pemasukan sedikit, Arum memberi uang jajan untuk adiknya Soraya yang tengah ditinggal sendirian di rumah.

Soraya mendadak jadi pemalas. Tak menaruh piring bekas makannya di wastafel, menggeletakkan handuk di kasur, tak menyapu rumah, malas memakai skincare, hanya makan mie goreng atau kadang telur mata sapi dan malas mandi.

Satu-satunya hal yang tak malas ia lakukan adalah 'belajar'.

Soraya melihat jam dindingnya yang menunjukkan pukul sembilan pagi. Perutnya bergetar keroncongan, di dapur sisa mie dan telur sudah habis, apalagi yang harus ia makan untuk pagi ini?

Dengan berat hati ia memutuskan untuk memasak 'nasi goreng'. Nasi goreng memang selalu menjadi alternatif andalan kala tak ada lauk-pauk sebagai hidangan, hal baiknya ternyata bunda memang sudah menyiapkan kecap dan bumbu nasi goreng yang kelihatan enak.

Sambil berkecak pinggang, gadis itu mengosang-aseng butiran nasi di wajan yang sudah tercium aroma bawang putihnya.

Setelahnya ia menyantap nasi goreng tersebut dengan nikmat walau sendirian.

Hari ini ia tak membuat agenda apapun, jika seharian di rumah saja juga sebenarnya bukan hal yang buruk, ia masih punya ponsel yang selalu siap menemaninya kapan saja dan dimana saja.

Semenjak ia mengetahui tentang kejadian kecelakaan ayahnya dan ayah Ketrina rasanya hatinya juga tak pernah tenang, kak Arum seperti menumpukkan beban itu kepadanya, meski terbagi.

Ah, melihat rumah yang berantakan dan jiwanya yang ikut-ikutan berantakan ia ingin berteriak, melompat, berlari jauh ... dari kenyatan. Kenyataan yang menyadarkan bahwa dirinya hidup se-berantakan ini juga.

Soraya menuju kamarnya, entah mengapa ia menjadi lebih ingin terus-terusan memeluk boneka dugongnya dan membawa benda itu kemana pun ia pergi. Pasalnya boneka itu bisa membuat dirinya sedikit lebih tenang.

"Kenapa kita harus dipertemukan selama ini ...."

Dan sialnya setiap ia memeluk boneka dugong itu setiap detik dan menit yang terjalin menjadi lalu lalang secara brutal di kepalanya.

Ia tak mengerti mengapa sesosok pembuat boneka dugong yang tengah ia peluk itu sangat ingin sekali ia temui, ingin melihat senyumnya, petikan gitarnya, suara seraknya, gaya rambutnya, gelagatnya dan ocehannya yang terkadang terdengar absurd.

"Ga usah dimasukin hati perkataan gue mah, kalo bisa masukin ke jantung coba ... keren ga tuh."

Tanpa sadar Soraya terkekeh sendiri mengingat sepenggal kalimat yang terlontar receh begitu saja dari lelaki yang membuatnya menjadi seperti ini ... dihantui mabuk asmara level maksimal.

Soraya mencoba mengalihkan perhatiannya dari boneka dugong agar tak kepikiran Arsel terus-terusan, bisa gila ia nantinya.

Tring .... Tring .... Tring ....
Soraya menggapai ponselnya di atas meja, di sana terlihat nama 'Adek' sedang melakukan panggilan via WhatsApp padanya.

Meski terkadang kesendirian itu menyenangkan, jauh dalam lubuk hatinya ... ya walaupun sangat jauh, masih ada rasa rindunya kepada keluarganya. Kalau dekat bertengkar, kalau jauh merindu.

Soraya mengangkat panggilannya. "Hallo, dek," sapanya.

"Kakak udah makan belum? Ini ayah sama bunda mau ngomong sama kakak,"  ucap Luna dalam telepon.

DEGRITLY (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang