05. Hindia-Rumah Ke Rumah

167 14 6
                                    

Akhirnya selang beberapa waktu Luna dan Soraya baikan. Ego harus di tahan agar tak semakin keras. Kemudian, mereka bertiga pergi ke rumah sakit, katanya ayah sudah bisa pulang, yee-! Akhirnya bisa berkumpul bersama seperti biasanya di rumah.

Ayah terlihat sudah tak apa-apa, meski badannya lebih kurus dari sebelum kecelakaan terjadi. "Makanan disini hambar," katanya. Bunda masih membereskan semua hal di ruangan itu, takut ada yang ketinggalan, kalau bisa siang ini sudah bisa sampai rumah. Mereka semua terlihat semangat.

"Kamu kenapa disini Arum? Bukannya lagi kuliah, ya?"

Arum nyegir. "Pengen liat ayah, kata bunda ayah mau pulang hari ini, jadi aku juga pengen jenguk."

Ayah menggelengkan kepalanya. "Bilang aja kamu ga mau ketinggalan, hahaha," ledek ayah hingga Arum merasa tersindir, Arum menggaruk tengkuknya yang tak gatal.

"Bun, handuk Luna kemarin ketinggalan di kamar mandi, bunda liat ga?"

Bunda tak tahu, tapi ia tetap berusaha mengingatnya, matanya menelusuri semua sudut di ruangan mencoba mencari handuk anaknya, lalu ia teringat sesuatu. "Handuk yang warna biru ga sih, nak. Kemarin bunda liat ada di kamar mandi, ga tau deh sekarang hilang kemana."

Luna merengut, kemarin waktu menemani ayah bersama Soraya ia ingat pernah mandi tapi lupa bawa pulang handuknya, ia memang lalai.

"Ayah kemarin lihat ada handuk juga di kursi situ." Menunjuk kursi yang sedang di duduki oleh Arum. "Tapi bukan warna biru, warna ungu," sambungnya lagi membuat Luna penasaran.

Luna mengerutkan kening, melirik kursi yang sedang di duduki kakaknya. "Hmm," ia berpikir sejenak. "Handuknya ada corak bunga mawarnya ga?" Tanyanya pada ayah dan bunda.

Bunda dan ayah mengangguk sedangkan Luna berdecak. "Ya iya itu handuknya bener, warnanya emang biru bukan ungu, bun."

"Emang ya cinta itu bisa membutakan segalanya," goda ayah pada bunda, lalu bunda memukul bahu ayah gemas dan ayah seolah merasa sakit. Sedang ketiga anaknya merasa geli karena tingkat ke-bucinan orang tua mereka.

Mungkin handuk tersebut sudah dimasukkan ke dalam tas ayah oleh bunda. Mereka berbincang-bincang lagi bersama namun bunda permisi hendak mengurus biaya administrasi ke luar.

Saat hendak membuka pintu, tampak seorang gadis tengah sibuk membenarkan rambutnya, ia terlihat seperti seseorang yang habis ketahuan melakukan sesuatu.

Bunda terheran, gadis itu pucat, ntah karena sakit atau kulitnya yang memang putih dan tak memakai make up, wajahnya seperti blasteran Amerika. Gadis itu tak tersenyum sedikit pun dan langsung pergi setelah beberapa detik bertatapan dengan bunda. Bunda pun akhirnya mengabaikan gadis itu dan pergi.

•••

Sebulan kemudian, hari-hari berjalan normal. Ayah mulai kembali berkerja, ibu pun sama, Arum kuliah dan adik-adiknya juga baru selesai pembagian rapot dengan hasil memuaskan. Akhir-akhir ini mereka jarang meributkan suatu hal.

Dan untuk kehidupan di sekolah Soraya tampaknya sedikit bermasalah, Marsel mengancam Soraya memberitahu ke guru bidang study Matematika karena saat ujian Soraya melihat buku. Padahal Soraya sudah membantah pernyataan tersebut namun apalah daya melawan, akhirnya Soraya menyetujui permintaan ketua kelasnya itu.

Demi apapun, ia terpaksa melakukan hal tersebut dan sekarang ia malah bingung hendak menyanyikan lagu apa nantinya di depan semua warga kelas dan wali mereka. Mungkin sudah saatnya Soraya belajar bernyanyi genre dangdut, agar penampilannya semakin cetar dan spektakuler, juga di ingat oleh semua orang.

DEGRITLY (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang