Matahari seolah membakar kulit semua mahasiswa baru yang duduk berbaris di tengah lapangan berumput. Waktu hampir tengah hari, dan mereka semua masih berjemur dibawah terik matahari. Beberapa orang berdiri dan mengawasi mahasiswa baru yang duduk bersila menulis sesuatu di kertas mereka. Ada beberapa yang memilih menutupi kertas miliknya agar tidak diintip siapapun.
"Dalam waktu lima detik kertas itu harus sudah masuk box kaca ini! Semua tetap duduk ditempat dan kertas itu di estafet ke depan! Satu!" teriak lantang seorang pemuda dengan rambutnya yang hitam terbawa angin hingga wajah tampannya terhalangi anak rambut yang memanjang.
"Mata lo satu." Umpat seseorang sambil menggulung kertas berbentuk persegi berwarna putih yang telah berisi nama seseorang disana.
"Jim, nanti kalau ada yang denger lo bisa diseret kedepan terus dihukum." Bisik seseorang yang duduk disebelah Jimin.
Jimin mendengus kesal sambil memutar badannya sedikit menyamping. Menerima uluran kertas dari orang dibelakangnya dan memberikannya pada orang yang berada tepat didepannya, "Mereka mikir nggak sih dokter kulit tuh mahal?!" dumelnya lagi dengan mengusap peluh di dahinya asal.
"Jim, bentar lagi selesai. Tinggal tugas ini doang kok!" ucap temannya lagi dengan senyum dipaksakan dibibirnya yang juicy. Tangannya lincah mengoper gulungan kertas kecil dari belakangnya ke orang didepannya dengan cepat.
"Gue sumpahin mereka semua ambeyen!" seru Jimin sedikit keras hingga membuat seseorang yang tadinya hanya lewat kini berdiri tepat disampingnya.
"Oops." Ucapnya tanpa suara. Tangannya gemetar dan peluhnya semakin banyak. Ia melihat sepasang sepatu converse hitam dengan tali putih tepat didepannya. Ia menelan ludahnya kasar. Mendongak dan melihat Seokjin yang mengkerutkan kedua alisnya dan mengatupkan bibirnya rapat karena takut.
GLEK.
"Siapa yang ambeyen?" suara berat itu membuat nyalinya semakin ciut untuk mengangkat wajahnya lebih tinggi.
Seokjin kembali menghadap kedepan setelah mendapatkan tatapan tajam dari arah depan dimana seseorang sedang memegang box kaca berisi gulungan kertas itu. Ia melirik sebentar dan kembali menunduk, "Semoga nggak dapet kakak itu," lirihnya.
Jimin mendongakkan wajahnya lebih tinggi. Namun pandangannya tidak jelas karena matahari tepat berada diatas kepalanya. Ia menutup sebelah matanya karena cahaya yang begitu menyilaukan membuat penglihatannya kabur. Ia mengangkat sebelah tangannya untuk menghalangi cahaya matahari dan seseorang didepannya menggeser tubuhnya hingga sinar itu tertutup kepalanya dengan sempurna.
Jimin menelan ludahnya kasar ketika mengetahui siapa yang sedang berdiri tepat didepannya, "Sa-saya yang ambeyen, Sunbae." Ucapnya dengan bibir bergetar.
"Sekali lagi gue denger lo ngumpat panitia, gue nggak segan-segan bikin lo berdiri di tengah lapangan sampe malem hari." Jimin menelan ludahnya sekali lagi dengan tubuh merinding karena ancaman yang ia terima.
Setelah mengatakan itu, lelaki berkulit putih itu pergi meniggalkan Jimin yang diliputi rasa takut dan gelisah. "Lo harusnya ngomongnya pelan-pelan aja, Jim." ucap Seokjin menolehkan sedikit kepalanya.
Jimin menggeser pantatnya dan menempelkan dahinya pada bahu kanan Seokjin. "Gimana ini gue dapet anceman!" rengeknya dengan pelan dan mengusapkan dahinya yang penuh keringat pada kaos biru tua milik Seokjin.
"Jim, lo balik ke tempat lo gih! Gue dilihati Taehyung mulu tuh! Serem banget kek mau makan orang." Seokjin mendorong lengan Jimin masih dengan menunduk dan sedikit menolehkan kepalanya.
Jimin dengan cepat menoleh ke kanannya, ia melihat salah satu panitia yang bernama Taehyung itu menatap mereka berdua dengan tajam. Dengan cepat Jimin menarik kembali bokongnya ke belakang, "Semoga gue dapet panita yang baik!"
YOU ARE READING
Another You And Me
RomanceAnother universe untuk couple kita Jeon Jungkook dan Kim Seokjin dalam dunia kecil mereka. Short. Simple. Not Continues Part.