Seorang pemuda masih duduk di halte bus, tidak memperdulikan beberapa orang yang berada di sekitarnya. Ia hanya duduk di ujung bangku itu dengan tatapan kosong menatap sepatu lusuhnya. Sepatu satu-satunya yang ia miliki sejak resmi menjadi mahasiswa dan hingga kini tengah menjalani semester tiganya.
Tiba-tiba ponselnya berdering. Namun, ia tak menyadari suara yang begitu nyaring hingga orang-orang disekitarnya cukup terganggu karena ponsel itu terus meraung-raung didalam saku celananya. Hingga ia menyadari bahwa banyak pasang mata yang menatapnya dari setiap sudut. Ia segera menoleh dan mendapati tatapan sinis kepadanya karena ponselnya yang terus berdering. Dengan cepat ia merogoh saku celananya dan meraih ponselnya. Sebelum mengangkat panggilan itu, ia menundukkan kepalanya beberapa kali ke setiap arah dimana orang-orang itu berdiri dan menatapnya tidak nyaman.
"Yeobo–"
Pemuda itu menjauhkan ponsel yang sebelumnya ia tempelkan pada telinga kirinya karena suara memekakkan yang ia dapatkan tepat setelah menjawab panggilan yang diterimanya, "Seokjin Hyung! Kenapa lama sekali mengangkatnya! Ish!!"
Seokjin mendengus pelan dan menempelkan kembali ponselnya pada telinga kirinya. "Maaf ya, Hyung tadi tidak dengar," jawabnya lembut.
"Sudah lupakan! Hyung, aku benar-benar harus membayar biaya ujian akhirku minggu ini. Jika tidak aku tidak akan bisa mengikuti ujian," suara yang tadinya begitu lantang karena kesal, kini terdengar begitu lemah dengan kesedihan. Membuat Seokjin semakin merasakan pedih di hatinya.
Seokjin memainkan kuku-kuku jari kanannya dengan resah, "Iya. Besok aku akan mengirim uang. Jangan pergi mencari pekerjaan paruh waktu ya! Dirumah saja mengurus Eomma," pintanya dengan nada begitu tenang meskipun hatinya benar-benar gundah karena masalah yang begitu pelik hanya karena sesuatu yang disebut uang.
"Hyung, aku bisa membantu Do Ahjussi untuk mengurus tokonya. Tidak akan mengganggu waktu belajarku dan waktu mengurus Eomma, Hyung." Suara diseberang sana begitu bersikeras. Bahwa ia mampu membantu kakak laki-lakinya itu dalam mencari uang untuk dirinya sendiri. Membantu meringankan beban saudara laki-lakinya yang bahkan masih berkuliah dan bekerja serabutan setiap hari untuk kebutuhan hidup mereka bertiga.
"Kim Jimin, kau adalah pelajar. Tugasmu hanya belajar, bukan bekerja. Jangan memikirkan tentang uang. Besok aku akan mengirim uang pada rekeningmu. Bus Hyung sudah datang, sudah dulu ya!" Benar saja. Tepat setelah menutup panggilan itu. Dari jarak kurang dari lima meter terlihat sorot lampu bus berwarna biru tak jauh dari halte tempatnya duduk. Dengan cepat orang-orang berjalan menepi untuk bersiap menaiki bus itu ke tujuan mereka.
Seokjin memilih untuk masuk ketika semua orang yang telah menunggu berhasil untuk masuk ke dalam bus itu. Memastikan bahwa semuanya mendapatkan tempat untuk mereka. Setelah dirasa masih ada tempat untuknya, ia segera naik. Untung saja masih ada tempat duduk untuknya. Dengan tersenyum tipis ia duduk di bangku itu sendirian. Memilih tempat paling pojok didekat jendela. Membiarkan jendela disampingnya terbuka dan semilir angin malam menerpa wajahnya.
Ia memejamkan kedua matanya dan menghela napas berat. Rasanya ingin menangis. Rasanya ingin berteriak. Tetapi semua itu tak akan bisa membantu menyelesaikan masalahnya. Masalah yang selalu sama.
Hingga sebuah pesan ia terima dengan tatapan terkejut dan meremat ponselnya kuat.
Seokjin berdiri disamping teman kuliahnya yang berpakaian sama sepertinya. Bedanya Namjoon menggulung kedua lengan kemejanya hingga siku. Dan malam ini ia memilih mengenakan kacamatanya. Ia cukup gugup karena harus bertemu dengan manager hotel tempatnya bekerja malam ini. Ia baru kali ini menemui langsung manager hotel, setelah lolos tahap wawancara beberapa bulan yang lalu.
YOU ARE READING
Another You And Me
RomanceAnother universe untuk couple kita Jeon Jungkook dan Kim Seokjin dalam dunia kecil mereka. Short. Simple. Not Continues Part.