Seseorang dengan kartu pegawai bertuliskan Kim Seokjin yang terkalung di lehernya sedang berjalan melewati mesin absen, setelah menempelkan kartu itu dengan menunduk agar akses pembatas terbuka untuknya. Ia terus saja mengusap dadanya sedari ia turun dari bus yang ia tumpangi beberapa menit yang lalu. Memegang kopinya dengan tidak tenang bahkan sesekali kopi itu hampir tumpah dari gelas plastik di tangan kirinya.
Ting.
Setelah menunggu beberapa karyawan keluar dari lift yang sama dengannya, ia melangkah paling terakhir keluar dari lift itu. Ia memilih tempat paling pojok agar orang-orang tidak terganggu dengannya yang sedari tadi menahan rasa sakit di dadanya dengan begitu kentara.
Seokjin duduk di kursinya. Menyalakan komputernya tepat setelah pantatnya mendarat sempurna pada kursi berwarna putih miliknya. Ia meletakkan kopi ditangannya pada meja di sebelahnya yang memiliki pembatas setinggi telinganya.
Tak berapa lama setelah layar monitor didepannya menyala, seseorang menepuk bahu kirinya. "Thanks, Jin! Gue nggak sempet mampir beli kopi gara-gara bangun kesiangan tadi,"
"Iya nggak apa-apa, Jim." Ia kali ini meremat dadanya yang terasa sesak dan kesulitan bernapas.
Jimin yang sudah duduk dan meminum kopinya dengan spontan menggeser kursinya hingga benar-benar menempel pada sisi kursi sebelah kiri Seokjin, "Lo nggak apa-apa?!" tanyanya panik sambil mengusap punggung Seokjin pelan.
"Tiba-tiba dada gue sesek, nggak tahu kenapa." Ia meringis kesakitan sambil menggigit bibir bawahnya.
"Lo salah makan? Atau alergi sesuatu?! Lo sarapan apa pagi ini?" sergahnya cepat karena melihat Seokjin yang semakin kesakitan disampingnya.
Seokjin berpikir sejenak. Mengingat kembali aktifitasnya setelah bangun tidur tadi. Seingatnya ia tidak memakan sesuatu yang aneh. Bahkan tidak memasukkan apapun ke dalam mulutnya selain air dingin di dalam kulkas di rumahnya.
Oh iya!
"Tadi gue dapet free pancake gitu pas beli kopi lo. Sambil nunggu ya gue makan aja, soalnya laper." Jawabnya sedikit terkekeh sambil menahan sesak di dadanya.
Jimin menjauhkan tubuhnya sesaat. Mengetukkan telunjuk kanannya pada dagunya sambil memicingkan kedua matanya, "Tapi lo pernah makan pancake sama gue minggu lalu nggak kenapa-napa deh!"
"Ini gue nggak bakal tahan sih kalau seharian harus gini. Gue ijin aja apa ya? Ke rumah sakit bentaran." Ia menggigit bibir bawahnya gelisah.
Jimin menolehkan kepalanya kembali, "Lo mending cuti aja. Abis dari rumah sakit langsung pulang. Tapi lo berani nggak ijin sama si bos?" Jimin menatapnya sendu karena semakin kasihan kepada teman kerjanya itu kini mendapat cobaan lainnya yaitu harus meminta ijin pada bos mereka.
Seokjin menolehkan kepalanya pada ruangan tertutup dimana seseorang telah masuk ke ruangan itu sebelum ia datang. Lampu di dalam ruangan itu tengah menyala, menandakan memang si bos telah datang pagi sekali.
Nyalinya semakin menciut karena harus meminta ijin untuk ke rumah sakit bahkan jika bisa cuti sehari saja untuk hari ini. Apalagi dilihat dari tabiatnya yang tidak membiarkan bawahannya mengambil cuti tanpa alasan pasti. Bahkan alasan sakit dibantah keras jika tidak mewajibkan harus operasi berarti masih bisa tetap masuk untuk bekerja. Sungguh arogan dan selalu menekan bawahannya tanpa ampun.
Setelah mengetuk tiga kali akhirnya terdengar suara dari dalam yang mempersilahkannya untuk masuk. Seokjin harus menahan sesak di dadanya bersamaan dengan rasa takut dalam dirinya. Ia melangkah pelan mendekati meja bosnya yang terlihat sibuk dengan beberapa kertas ditangannya.
YOU ARE READING
Another You And Me
RomanceAnother universe untuk couple kita Jeon Jungkook dan Kim Seokjin dalam dunia kecil mereka. Short. Simple. Not Continues Part.