Seorang murid sedang duduk tenang dikursi kayu panjang sendirian dengan dua buah buku diatas meja yang masih tertutup. Ia mengeluarkan ponselnya dari saku celana untuk sekadar melihat apakah buku yang ia harus baca hari ini sesuai dengan targetnya. Ambisinya untuk tetap berada pada urutan pertama sebagai murid nomor satu di angkatannya tak bisa diganggu gugat. Ia harus tetap menjadi peringkat utama pada ujian try out ketiga. Karena runner up dari kelas lain pernah merenggut peringkat pertama darinya. Namanya benar-benar tak asing untuk semua murid di sekolah menengah atas ini, sering dielu-elukan. Karena ketampanannya, talentanya, dan prestasinya. Nyaris sempurna.
Jeon Jungkook, namanya. Bagaimana bisa ketua tim basket itu memiliki otak cerdas meskipun sering ijin pada jam pelajaran untuk latihan. Membuatnya geram karena tidak bisa semenajubkan seseorang yang ia anggap sebagai saingan. Ia harus belajar siang malam agar tetap menjadi yang pertama. Bukan perihal untuk dikenal semua orang atapun menjadi kesayangan guru-gurunya, hanya perihal beasiswa semata.
"Seokjin, ayo makan dulu!" seseorang yang bertubuh lebih pendek darinya menepuk punggungnya pelan. Membawanya ke permukaan setelah tenggelam pada pikiran-pikirannya. Ia harus menjadi yang pertama, agar bisa mendapatkan ujian kelulusan secara percuma.
"E-eh! Lo duluan aja, Jim! Gue belum laper," tolaknya sambil tersenyum dan mendongak menatap Jimin yang kini mengerucutkan bibirnya.
Jimin mendengus pelan, "Gue beliin roti isi ya?" tawarnya dengan halus.
Seokjin menggeleng pelan masih dengan senyumnya, "Nanti istirahat kedua gue ke kantin sendiri buat makan," tolaknya sekali lagi kini dengan alasan untuk menenangkan Jimin yang selalu mengkhawatirkannya.
"Gue beliin isi strawberry, nanti dari perpus buruan balik ke kelas ya!" Jimin membelai lembut pucuk kepalanya seolah ia adalah induk dari anak itik didepannya.
Tanpa menunggu jawaban dari Seokjin yang ia tahu akan menolak, Jimin segera meninggalkan ruangan itu dengan tenang. Setelah mendapatkan suara ssstt dari beberapa orang yang duduk di belakang bangku Seokjin untuk membaca, karena merasa terganggu dengan interaksi mereka berdua.
Seokjin menggeleng pelan. Satu-satunya orang yang selalu mengkhawatirkannya dengan tulus hanyalah Park Jimin sahabatnya, sekaligus tetangganya. Niatnya untuk membaca di tempat itu akhirnya urung, membuatnya cepat-cepat ingin kembali ke kelas karena tak ingin mengecewakan sahabatnya.
Ia memunguti dua buku diatas meja dengan segera. Memilih untuk meminjam dua buku itu dan membacanya dirumah. Toh ia hanya perlu memahami materi itu untuk dua minggu kedepannya.
Kakinya terus melangkah. Melewati lorong yang terlihat begitu sepi. Entah kenapa ia selalu meluangkan waktu untuk melewati ruangan klub musik itu. Kadang berhenti untuk sekedar mendengarkan beberapa orang yang sibuk didalamnya sambil memainkan alat musik diiringi suara merdu nyanyian seseorang yang tak ia kenal.
Ia ingin menjadi salah satu diantara mereka. Tetapi, ia tak memiliki waktu yang cukup untuk sekedar melatih suaranya agar seperti nyanyian. Ingin bisa menyanyi diiringi dengan permainan alat musik yang setiap hari dimainkan. Hidupnya ingin lebih bising, karena membaca hanya membuat sunyi dan tenang. Tidak menghadirkan suara lain selain deru napasnya yang teratur.
Tiba-tiba saja ia sangat ingin ke kamar mandi. Menginterupsi kegiatan mengamatinya di ruangan klub musik yang kini sedang sepi. Ia menoleh ke kanan dan ke kiri. Tak ada satu orang pun di lorong ini. Seingatnya ada kamar mandi di lorong ini. Dengan cepat ia membuat dua kaki panjangnya berlari.
Ketika memasuki ruangan dengan simbol laki-laki didepan, ia mendapati dua pintu yang berbeda. Satu pintu dengan tempelan kertas bertuliskan rusak. Satu pintu tertutup rapat. Ia mulai merutuki kenapa kamar mandi ini tidak memiliki urinoir barang sebiji didalamnya. Sungguh berbeda dari semua kamar mandi laki-laki di sekolah ini.
Ia mencoba mendorong pintu yang tertutup tanpa kertas tulisan rusak dengan telunjuknya. Pintu itu terdorong pelan. Kedua matanya seketika membola dengan binar dan lengkungan dibibirnya.
KLEK.
Dengan begitu cepat ia mendorong pintu itu, menguncinya segera setelah berada didalam bilik kamar mandi.
Tubuhnya menegang kaku ketika ia berbalik dan ternyata ada makhluk lain didalam bilik bersamanya. Seseorang itu menghentikan gerakan tangannya yang bermaksud untuk menurunkan celana pendek miliknya. Tubuhnya dipenuhi keringat, bahkan tetesan keringat dari ujung-ujung rambutnya bisa terlihat oleh kedua mata Seokjin.
"Lo...lo ngapain disini?" tanya Seokjin dengan gugupnya.
Seseorang itu mengerutkan alisnya, "Gue harusnya yang tanya itu nggak sih?!"
Seokjin menelan ludahnya kasar. "Oh iya! Sorry kalau gitu ya, Jungkook. Gue pakai toilet lainnya aja deh!" dengan senyum kikuknya ia meraih kunci bilik itu dengan tangan kanannya.
Sebelum ia sempat menarik ruas itu, lengannya ditahan, "Lo kencing aja duluan! Gue bisa tunggu diluar bentar," tawar Jungkook cepat.
Seokjin mengigit bibir bawahnya bingung. Mengerjap beberapa kali, "Nggak apa-apa! Gue bisa tahan barang bentaran kok!" tolaknya karena merasa tidak enak hati. Jungkook telah bertelanjang dada bermaksud untuk berganti.
YOU ARE READING
Another You And Me
RomantiekAnother universe untuk couple kita Jeon Jungkook dan Kim Seokjin dalam dunia kecil mereka. Short. Simple. Not Continues Part.