Seokjin memunguti barang-barangnya dengan terburu karena sudah hampir 15 menit ia menerima pesan dari Kim Namjoon bahwa Jongguk menunggu diluar Gedung rumah sakit seperti biasanya. Lucunya, anak laki-laki itu tidak suka dengan bau rumah sakit, meskipun papanya bekerja sebagai dokter dan menghabiskan sebagian besar waktunya di rumah sakit. Alasan berlama-lama berada di dalam gedung yang dominan berwarna putih itu membuat Jongguk lebih memilih menunggu Seokjin di luar gedung dengan jarak cukup jauh.
Seokjin melangkah semakin cepat setelah mendorong pintu kaca besar dengan tangan kirinya. Ia melangkah lebih lebar ketika mendapati kepala Jongguk yang terlihat dari punggung bangku tak jauh dari pantai. Anak kecil itu dengan tenang menunggunya, tanpa protes maupun menangis jika saja harus menunggu lama. Membuat Seokjin semakin bersyukur, karena putranya seolah mengerti kondisinya.
"Papa mianhae hm? Kau pasti menungguku lama ya?" Seokjin langsung berjongkok didepan Jongguk yang tersenyum karena kedatangannya.
Anak laki-laki itu tersenyum lebar. "Papa, akhirnya kau datang juga!"
Seokjin berdiri dan menarik tangan kanan Jongguk. "Ayo pulang! Papa akan memasak mie dingin untuk makan malam kita."
Namun, Jongguk tak bergerak dari tempat duduknya. Anak kecil itu terlihat bingung dengan tatapan jauh ke arah jalanan yang cukup sepi sore ini. "Waeyo? Apa kau sedang menunggu Jimin Samcheon?"
Jongguk menggeleng dan mendongak Seokjin dengan bibir tertutup rapat.
"Taetae Samcheon?"
Sekali lagi, anak laki-laki itu menggeleng tanpa ragu.
Seokjin mendudukkan dirinya disamping putranya. Mengelus pelan lengan Jongguk yang terlihat kebingungan. "Kemudian, siapa yang kau tunggu, Jongguk-ah?"
"Teman baruku."
"Siapa namanya?"
"Aku tidak tahu." Jawabnya dengan jujur.
Seokjin mengerjap beberapa kali. Ia menatap Jongguk tepat di kedua bola hitam pekat putranya. Senyuman tipis yang mencubit hatinya menyadarkan otaknya untuk mengingat seseorang yang telah lama ia simpan dalam kotak pandora miliknya. Kedua mata Jongguk, benar-benar mirip dengan Ayahnya. Sorot mata Jongguk selalu mengingatkannya pada pertemuan singkat kurang dari 12 jam yang berhasil menghancurkan hidupnya.
"Kita sedang tidak membicarakan teman khayalan yang kau ciptakan, kan?" tanya Seokjin sedikit khawatir karena pagi ini ia mendengar cerita dari pasiennya, bahwa anaknya memiliki teman imajinasi yang selalu dibicarakan dan seolah nyata berada disekitarnya. Membuat Seokjin bergidik ngeri dan takut hal serupa menimpa putranya.
Ketiga kalinya, Jongguk menggeleng. "Aku benar-benar tidak tahu namanya, Papa."
Seokjin menghela pelan dan mengusap pucuk kepala Jongguk yang masih bingung. "Baiklah. Sekarang kita pulang, nanti kita hubungi temanmu itu. Kalau tidak, besok kau bisa berbicara padanya saat bertemu di Day Care Kim."
"Tetapi dia bukan temanku disana, Papa."
"Kau yakin kita sedang membicarakan manusia?"
"Hm."
"Kau tidak sedang berkhayal, kan?"
"Aku benar-benar serius."
"Apa karena kau sering menonton kartun, jadi kau membayangkan memiliki teman kelinci yang bisa berbicara?"
"Papa, aku sedang membicarakan manusia sepertimu." Jongguk kini cukup kesal, karena Papanya tak percaya dengan ucapannya.
Seokjin mengerutkan dahinya. "Dia seorang dokter sepertiku?"
YOU ARE READING
Another You And Me
RomanceAnother universe untuk couple kita Jeon Jungkook dan Kim Seokjin dalam dunia kecil mereka. Short. Simple. Not Continues Part.